Kamis, 30 Oktober 2014

Jalan Menuju Hidup Bahagia

Ketika Allah memberikan kita semua kehidupan, kemudian Allah berikan kepada kita makna kebaikan. Kali ini Allah berikan petunjuk jalan menuju hidup yang bahagia tersebut. Allah memberikan cara mendapatkannya, tinggal kita sebagai manusia, mau atau tidak.

1. Keimanan dan amal sholeh.
QS An Nahl 97:
man ‘amila sholihan min dzakarin aw untsa wahuwa mu’minun falanuh yiyannahu hayatan thoyyibah (Barang siapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik)
walanaj ziyannahum ajrohum bi ahsani maa kaa nuu ya’maluun (dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan).

Jalan menuju al hayah ath thoyyibah itu, adalah amal sholeh yang berangkat dari seorang mukmin.
Al Imam, Muhammad ibnu Idris Asy Syaafi’I (Imam Syafi’i) mengatakan, seandainya Allah SWT menurunkan surat Al Ashr saja, itu sudah cukup mencakupi isi Al Quran.
Surat ini dimulai dengan sumpah wal ashr (demi waktu). Allah bersumpah dengan waktu. Kalau Allah bersumpah dengan sesuatu, itu tandanya pentingnya sesuatu itu. Tapi yang lebih pentingnya lagi adalah jawaban dari sumpah itu, yaitu:

Sesungguhnya manusia benar2 tenggelam dalam kerugian yang sebesar2nya. Sehingga makna kerugian tidak sempit. Kerugian di dunia, di akhirat, kerugian dalam berkeluarga, perusahaan kita, bermasayaarkat, bernegara.

Ternyata syarat pertamanya adalah Iman, dan amal sholeh.
Yang lebih menarik lagi, walaupun seluruh ayat Al Quran memang menarik, redaksi ayat ini dalam jumlah jamak (banyak), Allah menggunakan “kecuali orang-orang yang beriman, dan orang2 yang beramal sholeh”. Semuanya dalam jumlah yang jamak (plural).

Artinya, kebahagiaan dalam hidup ini harus ada amal sholeh dan amal jama’i (kerja sama, dan sama2 bekerja). Ketika kita melakukan amal sholeh, itu dilakukan dengan bekerja sama dan sama2 bekerja. Semuanya beramal untuk menegakkan syariat Allah. Semua harus sama2 bekerja, dan bekerja sama agar tidak ada yang slonong boy.

Di skala rumah tangga, seorang ayah tidak bisa bekerja sendirian mewujudkan rumah tangga yang Islami, ia harus didukung juga oleh istri dan anak-anaknya.
Di dalam skala Negara, berbagai masalah baik itu dalam hal politik, ekonomi, pendidikan, bisa diatasi jika memiliki itikad yang sama, yaitu amal jamai. Kita ini tidak miskin SDA maupun SDM. Tapi permasalahannya adalah maukah kita bekerja sama dan sama2 bekerja dalam amal sholeh, untuk memproduksi kebaikan?

Jika saudara kita beramal sholeh, maka wajib bagi kita mendukungnya. Ketika kita mendukung/bekerja sama, jangan melihat siapa yang beramal sholeh, siapa yang beriman, apakah golongan saya atau bukan. Jangan seperti itu. Siapa pun yang beriman dan beramal sholeh, wajib kita dukung.

Betapa indahnya Allah memberikan perumpaan bagaimana besarnya manfaatnya keimanan itu bagaikan pohon yang tinggi yang akarnya mengakar ke bawah dan buahnya lebat, di QS Ibrahim 24-25: “Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit, (pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizin Tuhannya. Dan Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu ingat.”

Kalimat thoyyibah, yaitu laa ilaa ha illallaah, itu seperti pohon yang baik. Akarnya kokoh, dan cabangnya menjulang tinggi ke langit. Ketika ia berbuah, buahnya tidak pernah berhenti. Memberikan buahnya setiap saat.

Ini terkait dengan kajian sebelumnya. Seorang beriman itu produktif dan produktifitasnya tidak terkait dengan bulan tertentu (baca Al Quran, berinfak bukan hanya di bulan Romadhon), di mana pun (bukan hanya di tempat pengajian, tapi di kantor pun ia produktif beramal).
Buahnya tinggi, jauh dari kotoran2. Pepohonan apa pun bila berbuah di dataran tinggi, maka kualitasnya jauh lebih tinggi, Orang beriman itu tidak mudah digoncang oleh angin apa pun, peristiwa apa pun.

Yang menarik dari ayat ini, Allah menutupnya dengan kalimat “bi idzni Rabbika (atas idzin Tuhannya). Jangan berbangga dengan produktitfitas kita. Karena itu semua atas idzin Allah. Sehingga, orang beriman yang bisa berbuat kebaikan itu tidak ghuruur (GR). Ia tidak akan menyombongkan diri, seolah2 paling berjasa. Karena dia yakin, itu semua bisa terjadi karena atas idzin Allah.

2. Ridho.
Di antara petunjuk Allah agar kita benar2 menuju jalan kehidupan ini adalah Ar Ridho. Kita harus ridho terhadap seluruh apa saja yang telah ditentukan oleh Allah:
1. baik terhadap aturan yang telah Allah tentukan, aturan dalam berkeluarga, aturan berbangsa, dll.
2. Maupun terhadap al qodho’ (keputusan Allah yang telah ditetapkan di Lauhul Mahfuz), kaya atau miskin, dsb.

Kita ini ridho. Karena kita semua ini diuji, yang kaya diuji dengan kekayaannya, yang tenar diuji dengan ketenaran. Ketika orang kaya itu ridho, maka ia akan memanfaatkan kekayaannya untuk tunduk pada Allah, seperti Sulaiman. Ayyub diuji dengan penyakit, ia juga ridho. Baik dia Sulaiman maupun Ayyub, semuanya ridho.

Ridho itu kenikmatan ruhaniah, yang tidak bisa ditandingi dengan kenikmatan apa pun. Allah ridho padanya dan mereka ridho pada Allah.
Seluruh sahabat Nabi harus kita cintai, karena mereka adalah orang2 yang diridhoi oleh Allah, seperti disebutkan di QS At Taubah 100:
Wassaabiquunal awwaaluuna minal muhaajiriina wal anshoori walladziinat taba ‘uuhum bi ihsaanin, (Orang-orang yang terdahulu yang pertama-tama (masuk Islam) diantara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik,)

Rodhiyalloohu ‘anhum wa rodhuu ‘anhu wa a ‘adda lahum jannaatin tajrii tahtahal anhaaru khoolidiina fiihaa abadaa (Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya).

Dzaalikal faudzhul adzhim (itu adalah kesuksesan yang besar)
Di dalam Hadistnya, Rasulullah menjelaskan tentang Ar Ridho:
Siapa yang bisa dzaako (merasakan) nikmatnya iman? Yaitu orang yang ridho kepada Allah sebagai Tuhannya yang memimpin, mengatur, memperbaiki. Dan ridho Islam sebagai dien, sehingga tidak akan mencari2 ajaran lain, karena dia yakin seyakin2nya bahwa dengan Islam lah ia akan bahagia dunia dan akhirat. Sehingga tidak akan mengagumi orang lain apalagi yang bertentangan dengan Islam, maka ia akan meneladani Rasulullah. Dalam rumah tangga kita, kita mengikuti Rasul, dalam berbangsa dan bernegara kita juga emngikuti Rasulullah, dalam segala hal.

Sebenarnya, kebahagiaan adalah keinginan setiap manusia. Tapi tidak semua manusia bahagia, karena tidak tahu jalannya, tapi yang tahu jalannya juga tidak semuanya bahagia, karena masih tengok sana tengok sini, karena masih saja mencari alternatif lain.
Hidup ini terasa indah bila kita ridho pada Allah, Rasul,dan Dienul Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar