Selasa, 28 Oktober 2014

Menyikapi Orang2 Munafik

Dalam kajian sebelumnya, kita memposisikan orang munafik berdasarkan dzhohirnya, bahkan Nabi memaafkan mereka. Tapi orang munafik, tetap orang munafik. Mereka berbuat keonaran dalam berbangsa dan bernegara.

1. Melaksanakan khittoh, yaitu dengan memecat orang2 munafik. Caranya: memecat orang munafik dari barisan tentara, sehingga tidak membahayakan umat Islam. Kalau di dalam barisan ada kekuatan yang menyusup, ini membahayakan. Maka Nabi memutuskan mereka tidak usah ikut berangkat perang.

At Taubah 83: Maka jika Allah mengembalikanmu (wahai Muhammad) kepada suatu golongan dari mereka (orang munafik), kemudian mereka minta izin kepadamu untuk keluar (pergi berperang), maka Katakanlah: "Kamu tidak boleh keluar bersamaku selama-lamanya dan tidak boleh memerangi musuh bersamaku. Sesungguhnya kamu telah rela tidak pergi berperang kali yang pertama. Karena itu duduklah bersama orang-orang yang tidak ikut berperang".

Apa dosa orang munafik, sehingga tidak diizinkan untuk berperang bersama Rasulullah selama2nya?
Sejak awal kamu memilih duduk, tidak berjuang. Maka duduklah kamu bersama orang2 yang tidak berjuang. Inilah ayat yang ditujukan kepada seluruh orang beriman di manapun. Agar orang2 munafik tifak merusak soliditas kaum muslimin.

2. Memecat mereka/membuang mereka jauh2. Ketika mereka mati, tidak boleh dikuburkan bersama2 orang Islam.
At Taubah 84: Dan janganlah kamu sekali-kali menyolati (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.

Dalam hadist shohih diriwayatkan imam bukhori, Aku mendengar umar bin khattab, umar berkata: ketika Abdullah itu orang munafik meninggal dunia, rasulullah diundang untuk menyolati orang munafik ini, ketika beliau berdiri, aku berdiri ke hadapan Rasulullah, “Ya Rasulullah apakah Engkau berkenan menyolati musuh Allah. Ketika ia masih hidup, ungkapannya selalu menyakiti Rasul dan umat Islam. Mendengar hal itu, Rasul tersenyum, “Ya Umar, biarkan. Aku ini. Setelah berulang-ulang aku mengatakan, maka beliau bersabda, ‘Sesungguhnya aku boleh memilih, maka aku telah memilih. Sekiranya aku tahu, kalau aku mohonkan ampunan baginya lebih dari tujuh kali, niscaya dia akan diampuni, tentu aku akan menambahnya.'” Umar berkata, “Kemudian Rasulullah menshalati jenazah Abdullah bin Ubay, lalu salam.

Tetapi, tidak beberapa lama sesudah itu, turunlah ayat 84 surah at-Taubah (Bara’ah), ‘walaa tushalli ‘alaa ahadin minhum maata abadan walaa taqum ‘alaa qabrihi innahum kafaruu billaahi warasuulihi wamaatuu wahum faasiquun’ ‘janganlah kamu sekali-kali menshalati (jenazah) orang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.’ Umar berkata, “Maka, aku merasa heran sesudah turunnya ayat itu, mengapa aku begitu berani kepada Rasulullah pada hari itu. Allah lebih mengetahui.” [HR Bukhari]

3. Tidak boleh kagum terhadap harta benda dan anak2 mereka. Ini dilarang oleh Allah,. Tujuannya agar kaum muslimin tidak tertipu, karena manusia biasanya mudah tertipu oleh harta benda yang banyak, oleh kekuasaan yang luar biasa, misalnya menang dalam politik, tertarik dengan anak yang ganteng2 dan cantik2.

Sebagian orang munafik, anaknya ganteng2 cantik2, dan hartanya banyak. Jangan tertipu dengan itu semua.
At Taubah 85: Dan janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki akan mengazab mereka di dunia dengan harta dan anak-anak itu dan agar melayang nyawa mereka, dalam keadaan kafir.
Kenapa?
Karena harta benda dan anak2 itu tidak membuat mereka bertambah ibadahnya pada Allah.
Ketika Umar bin Khattab mendapatkan kemenangan, maka umar tidak bersenang2. Justru berdoa pada Allah, mohon petunjuk jangan sampai diberikan kesenangan di dunia dan nantinya jadi kesengsaraan di akhirat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar