Jumat, 24 Oktober 2014

Sikap Orang2 Beriman terhadap Orang2 Kafir yang Netral (Tidak Memusuhi)

Al Quran adalah kitab yang adil. Oleh karena itu, dalam kajian sebelumnya tentang orang2 beriman, memang sifat2 orang beriman itu berbeda, karena orientasinya berbeda. Orang beriman memiliki prinsip yang jelas.

Sikap orang beriman terhadap orang beriman lainnya harus bersifat loyal (wala’), karena:
1. QS Al Hujuraat 10: innamal mu’minuuna ikhwah (sesungguhnya orang2 beriman itu bersaudara)
2. QS Al Maidah 55: Sesungguhnya penolong kalian hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat seraya tunduk (kepada Allah).

Kita batasi pembahasan kali ini, tentang sikap orang beriman terhadap orang2 kafir yang tidak memerangi Islam.

1. Berbuat baik dan berlaku adil.
QS Al Mumtahanah 8: Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.

2. Tidak Memaksakan keyakinan/toleransi.
QS. Al Baqarah 256: Tidak ada paksaan dalam memeluk agama. Sungguh telah jelas antara kebenaran dan kesesatan.

Orang beriman tidak memaksa keyakinan, laa ikroo ha fiddiin.
Seperti apa realitas sebuah masyrakat yang berdasarkan AQ dan Sunnah yang dibangun oleh Rasulullah SAW? Rasullulah melihat sahabat2nya di Mekkah disakiti, diteror, sementara Nabi dijaga dengan aman, karena Nabi dijaga Allah dan juga karena kedudukan kakek Rasulullah, yaitu Abdul Muthallib yang dihormati di suku Quraisy, sehingga Rasulullah memerintahkan sahabat2nya untuk hijrah ke Habasah (Ethiopia), yang waktu itu masyarakatnya beragama Nasrani.
1. Nabi sangat perhatian pada sahabatnya, tidak mungkin beliau diam sementara sahabatnya terancam, sehingga ia menyuruh sahabat2nya hijrah ke Habasah.
2. Nabi adalah orang yang obyektif, bahwa tidak semua orang kafir dipukul rata, yaitu diangap semuanya memusuhi Islam, tapi Rasulullah mengatakan raja Habasah sebagai orang yang jujur
3. Pandai berterima kasih. Ketika Najasi, raja di Habasah, meninggal, yang sebenarnya ia meninggal dalam keadaan Islam, tapi dirahasikan, karena masyarakatnya masih banyak yang nasrani, Nabi menghormatinya dengan cara sholat ghaib.

Rasulullah bisa berkomunikasi dengan baik dengan orang kafir. Sehingga ketika kaum muslimin dikalahkan, dan ketika pasukan Abu Sufyan mau menyerang lagi. Ma’bad melarang Abu Sufyan, dengan mengatakan Rasulullah punya pasukan yang lebih besar, maka Abu Sufyan tidak jadi memerangi.

Ummat Islam harus cerdas dalam berinteraksi, bisa membedakan mana yang memerangi kaum muslimin dan mana yang netral.

QS Al-Jaasiyah 14-15: Katakanlah (Muhammad) kepada orang-orang beriman, hendaklah mereka memaafkan orang-orang yang tidak takut akan hari-hari Allah, karena Dia akan membalas suatu kaum sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan. Barang siapa yang mengerjakan kebajikan, maka itu untuk dirinya sendiri, dan barang siapa mengerjakan kejahatan, maka itu akan menimpa dirinya sendiri; kemudian kepada Tuhanmu kamu dikembalikan.

Allah memerintahkan orang2 beriman untuk memaafkan orang2 kafir, sabar menahan dirinya jangan membalas kejahatan mereka, ini ayat yang turun di awal2 Islam.. Tujuannya agar supaya hati mereka lembut, dan ini tidak lama, karena setelah itu seluruh jazirah Arab masuk Islam, karena akhlaq orang2 beriman yang lembut ini.

Mari kita lihat sejarah yang begitu indah dan luar biasa yang tidak pernah bisa ditandingi oleh siapapun. Sebuah jamaah, yaitu jamaahnya Rasulullah, diusir dari tanah kelahiran, dirampas harta bendanya, dan ketika kaum muslimin bisa menaklukkan Mekkah tanah air yang dulu mereka diusir, Nabi dan para sahabatnya tidak balas dendam, tidak menghancurkan berhala2 mereka. Mereka mempersilakan penduduk Mekkah untuk pergi dalam keadaan bebas. Kalau ini bukan sebuah sejarah yang benar2 terjadi, pasti sudah mengatakan bahwa ajaran Al Quran itu hanyalah khayalan saja.

Bagaimana mungkin musuhnya yang dulu sudah mencaci maki bertahun tahun dan memusuhi, tapi ketika sudah menang, musuhnya dibebaskan begitu saja.
Jangan ada rasa takut terhadap Islam, karena kalau Umat Islam menang, tidak ada balas dendam. Yang dulunya musuh, diberi kesempatan utk berfikir apakah mau masuk Islam karena keindahannya atau mau tetap dalam keyakinannya.

Di satu sisi ajaran Islam adalah ajaran yang tasamuh/toleransi, baik terhadap muslim maupun non muslim, karena laa ikrooha fiddin (tidak ada paksaan dalam beragama).
Tapi itu bukan berarti kita loyalitas kepada orang kafir. Islam menghargai kebebasan beraqidah, tapi al walaa adalah loyalitas keterikatan, dan ini adalah inti ajaran Islam,
Jangan sampai karena alasan toleransi kepada kaum kafir, ia membenci saudaranya orang Islam, demi mendapatkan hal keduniawian.

Tapi juga tidak boleh berdasarkan al wala’ wal bara, ia memerangi siapa saja orang kafir. Tidak boleh. Kalau ada orang islam mmerangi orang kafir, itu
Tidak boleh ada pencampuradukkan anatar at tasaamuh (toleransi) dengan al walaa (loyalitas). Kenapa terjadi kesalahan sehingga terjadi percampuran antar keduanya?

1. Berlebihan (ghuluu’). Siapa pun, bila berlebihan maka ia akan meyimpang.
Yahudi menyimpang, karena mengatakan “Uzair putra Allah” dan orang2 Nasrani menyimpang dengan mengatakan “Al Masih putra Allah (QS At Taubah 30-31).
2. Memliki tujuan yang buruk. Bisa jadi orang itu tahu, tapi karena punya niat yang buruk, maka ia sengaja melakukannya.
Sikap orang2 yang beriman kepada orang2 kafir adalah jelas: berbuat baik, adil dan toleransi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar