Al Quranul Karim banyak menejlaskan sifat-sifat
orang kafir di berbagai ayat. Hal ini bukan lah suatu kebetulan, karena Al Quran
disucikan dari segala bentuk kebetulan. Dicantumkannya sifat-sifat orang kafir
ini agar kaum muslimin waspada. Karena bila kaum muslimin mengikutinya, maka
akan mendapatkan adzab yang sama dengan orang-orang kafir.
1. Hati mereka terkunci, telinga mereka
tuli, dan penglihatan mereka tertutup.
Sehingga mereka tidak bisa melihat,
mendengar kebenaran, sehingga tertutup lah seluruh jendela-jendela hidayah
Allah, sehingga di mana pun berada, tetap dalam kekufurannya. Tidak ada
perubahan dalam diri mereka, baik dinasehati maupun tidak dinasehati.
QS Al Baqarah 6: ''Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja
bagi mereka, kamu beri peringatan (indar) atau tidak kamu beri peringatan,
mereka tidak akan beriman.
Mereka punya hati, telinga, tapi tidak
digunakan untuk mendengar Al Quran, sehingga mereka tuli. Setiap ajaran Allah,
mereka tentang. Setiap dakwah Nabi, mereka tentang.
QS An Nisa 155: “Maka (Kami
lakukan terhadap mereka beberapa tindakan), disebabkan mereka melanggar
perjanjian itu, dan karena kekafiran mereka terhadap keterangan-keterangan
Allah dan mereka membunuh nabi-nabi tanpa (alasan) yang benar dan mengatakan:
"Hati kami tertutup". Bahkan, sebenarnya Allah telah mengunci mati
hati mereka karena kekafirannya, karena itu mereka tidak beriman kecuali
sebahagian kecil dari mereka”
Ini bukan terjadi hanya pada orang-orang
kafir zaman sekarang, tapi juga terjadi pada orang-orang kafir zaman dahulu.
QS Al A’rof 101: “Negeri-negeri (yang telah Kami binasakan) itu, Kami ceritakan
sebagian dari berita-beritanya kepadamu. Dan sungguh telah datang kepada mereka
rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, maka mereka (juga)
tidak beriman kepada apa yang dahulunya mereka telah mendustakannya.
Demikianlah Allah mengunci mata hati orang-orang kafir.”
Ketika mereka mendustakan ayat-ayat Allah,
yang demikian itulah Allah akan mengunci, menyegel hati orang-orang kafir
sehingga mereka tidak beriman.
2. Mengikuti Nenek Moyang Mereka Tanpa
Terlebih Dahulu Dipikirkan
Mereka terjatuh pada fanatisme terhadap apa
yang sudah dilakukan kakek nenek moyang mereka. Jika diajak untuk mengikuti Al
Quran dan Sunnah Rasulullah, maka jawaban mereka,”kami mengikuti apa yang telah
diajarkan bapak-bapak kami, nenek moyang kami. Tahu apa kamu, kamu kan anak
kemarin sore.”
QS Al Baqoroh 170: Dana apabila dikatakan
kepada mereka orang-orang kafir, ikutilah Al Quran, maka jawaban mereka,
“tetapi kami mengikuti apa yang dijumpai bapak-bapak kami, nenek moyang kami.”
Dan apakah ketika bapak mereka nenek moyang mereka tidak mendapat petunjuk,
apakah mau mengikuti mereka?
Lebih bahaya lagi kalau pemikiran ini
dilegitimasi oleh hukum, dengan alasan “melestarikan budaya nenek moyang kita.”
Seolah-olah kalau sudah budaya nenek moyang itu sudah pasti benar. Padahal
ukuran kebenaran adalah dengan Al Quran dan Sunnah Rasullah.
Budaya yang benar memang harus kita lestarikan,
dan ukuran kebenaran adalah ajaran Allah dan Sunnah Rasulullah.
Ibnu Abbas ra mengatakan, Nabi memanggil orang-orang
Yahudi untuk masuk ke dalam agama yang penuh rahmat ini. Nabi memotivasi agar mereka
mengikuti ajaran Islam. Nabi memperingatkan hal ini, agar mereka tidak diadzab
Allah. Jawaban mereka, “tapi kami cukup mengikuti nenek moyang kami. Karena
mereka lebih baik.”
Ukuran kebaikan itu tidak jelas bagi orang-orang
kafir,
Meskipun ayat2 ini turun kepada orang
Yahudi, tapi hal ini berlaku juga untuk seluruh manusia. Yang menjadi pegangan
kita dalam memahami teks-teks Al Quran, adalah penjelasan yang umum dan bukan
sebab yang khusus. Karena Al Quran diturunkan untuk seluruh umat manusia bukan
hanya untuk di zaman tertentu.
Islam adalah agama yang mengajak manusia
untuk berpikir, bukan dengan fanatisme buta.
Ada sifat yang sangat membahayakan, yaitu
sifat-sifat orang kafir yang kita harus menjauh dari sifat tersebut.
3. Putus Asa dari Rahmat Allah.
Kita jumpai di dunia, meskipun Negara yang
modern itu dikatakan maju, tapi di sana angka bunuh dirinya tertinggi. Ketika menghadapi
masalah, mereka bunuh diri, karena mereka berputus asa dari rahmat Allah.
Ketika manusia tidak percaya bahwa Allah
bersama hambaNya dan bahwa Allah mampu mengatasi segala masalah manusia, maka
manusia itu berputus asa.
QS Yusuf 87: “Dan jangan lah kalian berputus
asa dari rahmat Allah, karena sesungguhnya tidak berputus asa dari rahmat Allah
kecuali orang-orang kafir.”
Karena mereka kafir (tertutupi) sehingga
tidak bisa melihat luasnya rahmat Allah
QS Al Ankabut 23: “Dan orang-orang yang mengingkari ayat-ayat
Allah dan pertemuan dengan-Nya, mereka berputus asa dari rahmat-Ku, dan mereka
itu akan mendapat azab yang pedih.”
Manusia tidak akan putus asa dari rahmat
Allah, kecuali jika hatinya tertutup, terputus dari hubungan dengan Allah.
Ketika hati manusia terbuka, selalu
komunikasi dengan Allah, maka ia akan selalu optimis. Seperti halnya ketika Abu
Bakar ash shiddiq hanya berdua dengan Rasulullah di dalam gua tsur, ia diberi
optimisme dari Rasuluillah, dengan kalimat “Innallooha ma ana” (sesungguhnya
Allah bersama saya).
Ketika putus asa itu adalah sifatnya orang
kafir, dan sifat ini bisa menyeret kepada adzab, maka sudah barang tentu tidak
ada keraguan bahwa sifat ini buruk. Sehingga tidak boleh ada orang yang mengaku
dirinya Islam tapi ia putus asa.
Kadang2 seseorang itu untuk menggambarkan
bahwa ia peduli pada bangsa, ia malah memberikan ungkapan yang tidak optimis,
“Siapa pun pemimpinnya Negara ini akan bangkrut. Semua manusia sudah rusak”
Tidak boleh seperti itu. Jika ada yang mengatakan seperti itu, maka
sesungguhnya dialah yang rusak. Dia yang menghancurkan bangsa. Kita harus
optimis! Karena yang pesimis itu hanya orang-orang kafir. Karena yang punya
sifat putus asa itu hanya orang kafir. Orang beriman harus optimis. Tidak boleh
memvonis bangsanya rusak, tidak boleh memvonis pemimpinnya rusak. Tinggal
memilih, apakah kita mau mencintai orang-orang baik, mau memilih pemimpin-pemimpin
yang baik. Kita yakin Allah selalu bersama kita, yang penting kita selalu
bersungguh-sungguh memproduksi kebaikan-kebaikan.