Di antara ruang lingkup keadilan yang
diwajibkan oleh Allah SWT untuk ditegakkan adalah adil dalam takaran dan
timbangan.
QS Al An’am 152: Dan sempurnakanlah takaran
dan timbangan dengan adil. Kami tidak membebani sesorang melainkan menurut
kesanggupannya.
Ketika ini merupakan instruksi Allah untuk
menegakkan keadilan dalam takaran dan timbangan, maka ini adalah instruksi yang
besar. Tidak ada instruksi di dalam dunia ini yang lebih besar daripada
instruksi Allah. Dan sebaliknya, ketika instruksi Allah dilanggar, yang terjadi
adalah kerusakan.
Ketika pelaku2 ekonomi tidak adil dalam
timbangan dan takaran, yang terjadi adalah kekacauan.
Keadilan ini dimaksudkan adanya kesamaan al
haqq antara pembeli dan penjual. Yang menjual mendapatkan harga, dan yang
membeli mendapatkan timbangan yang benar, barang yang benar. Sehingga sama2
mendapatkan saling ridho.
Inilah bedanya ekonomi syariat dengan yang
bukan syariat, ada kebahagiaan yang bernama ridho.
Karena sulit untuk mendapatkan keridhoan
bila salah satunya didholimi.
Adil dalam takaran dan timbangan adalah
sebuah perkara yang diwajibkan dalam keadilan dan kebenaran. Jika kita
menegakkan keadilan, maka dia menegakkan kebenaran.
Adil dalam bab takaran dan timbangan ini
berkaitan dengan Al Haqq (kebenaran), sebagaimana hubungan keadilan dengan
kebenaran dalam seluruh aspek kehidupan, tidak hanya dalam masalah takaran dan
timbangan saja.
Wa aw fuu wa kaila wal miizaana bil qisthi.
Di sini Allah emmerintahkan kita di dalam
timbangan secara penuh (wafa’). Tidak boleh mengurangi timbangan, karena itu
menjauhkan dari keberkahan.
Mungkin orang kelihatan untung secara
nominal, tapi hidupnya tidak bahagia, anaknya nakal, rumah tangganya tidak
harmonis, dikarenakan uang yang didapatkan tidak halal dari timbangan yang
tidak adil.
Di antara keistimewaan ajaran Al Quran
adalah mensinkronkan antara idealita dengan realita. Artinya, kita sebagai
seorang muslim seideal mungkin dalam bisnis, seluruh zuhud harus dilakukan agar
timbangan itu teliti, takaran itu benar. Tapi bila seluruh usaha sudah
dijalankan, lalu masih kurang tepat, maka kita minta ampun kepada Allah.
Laa yukallifullahu nafsan illaa wu ‘ahaa
Allah tidak membebani di luar kemampuan.
Itu tandanya hal2 yang di luar kemampuan
kita, dimaafkan.
Yang tidak boleh adalah, menganggap remeh
timbangan. Kita harus berupaya dengan sungguh2 agar berlaku adil dalam takaran.
Bila masih ada kekurangan, maka Allah berfirman, laa yukallifullahu nafsan
illaa wus ‘ahaa…
Ini yang dimaksud dengan seimbang antara idealism
dengan realisme.
Dalam menimbang ketokohan seseorang, dalam
menentukan sikapnya, kebijakannya, keberpihakannya, juga harus adil, karena
Islam mempunyai timbangan yang benar. Itu juga harus dilakukan sepenuh2nya.
Setelah kita berupaya semaksimal mungkin,
semoga ketidakmampuan kita itu diampuni Allah. Kita tidak boleh melakukan
dengan sisa2, tapi harus seoptimal mungkin.
Apa urgensi berbuat adil dalam takaran dan
timbangan? Penting kita ketahui agar kita selalu termotivasi untuk terus
berlaku adil.
1. Memenuhi timbangan dan takaran secara
adil adalah sepuluh wasiat Allah
Al An ‘am 151-153:
151. Katakanlah: "Marilah kubacakan
apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu
mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu
bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami
akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati
perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang
tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu
yang diwasiatkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami (nya).
152. Dan janganlah kamu dekati harta anak
yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan
sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban
kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata,
maka hendaklah kamu berlaku adil kendati pun dia adalah kerabat (mu), dan
penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diwasiatkan Allah kepadamu agar kamu
ingat,
153. dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini
adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan
(yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang
demikian itu diwasiatkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.
Ini adalah sepuluh wasiat Allah, sehingga
di bagian penutup ayatnya selalu disebutkan, dzaalikum wassho lukum bihi (yang
demikian itu diwasiatkan Allah kepadamu). Ungkapan wassho (wasiat) lebih
mendalam daripada perintah.
Ketika orang mau meninggal dunia, dia
kumpulkan anaknya, saudaranya, maka ia berwasiat. Sudah barang tentu wasiat ini
lebih penting daripada yang lain.
2. Ancaman Allah atas ketidak adilan,
adalah neraka Wail
QS Al Muthoffifiin 1: Wailull lil
muthoffifiin (kecelakaan besarlah bagi orang2 yang berbuat curang)
Neraka wail, kebijaksanaan bagi orang2 yang
berbuat curang.
Fenomena ketidakadilan dalam takaran ini,
bila terjadi di tengah2 masyarakat, maka masyarakat ini berhak untuk
dihancurkan oleh Allah.
Masyarakat yang curang dalam timbangannya,
dalam ekonominya, maka Negara itu akan hancur. Hancur bukan secara ekonomi saja
tapi juga dalam moral masyarakatnya.
Negara adalah yang paling bertanggungjawab,
jangan sampai ada rakyat yang terdholimi dengan tidak adilnya takaran itu.
Maka Rasulullah, orang yang paling sibuk
ibadahnya itu, tidak ada alasan untuk mengatakan, “saya tidak ada waktu” untuk memeriksa
langsung bisnis di pasar. Ketika ada orang yang menyimpan barangnya sedemikian
rupa supaya tidak kelihatan cacatnya, maka Nabi menegurnya.
Ini peringatan kepada kita, agar rakyat
jujur dalam bisnisnya, maka Negara harus benar2 memeriksa langsung.
Ketika kita membaca ayat waylullill
muthaffifin… Al Quran ketika berbicara tentang akhirat, bukan sebatas akhirat,
tapi ada efeknya juga di dunia. Sehingga manusia tidak berani berbuat curang di
dunia, karena takut masuk neraka wail.
3. Keadilan bagi semua.
Adil untuk pembeli, penjual, rakyat,
pemerintahnya, bagi semuanya.
Semoga kita semua diberikan taufiq dan
hidayah oleh Allah, sehingga kita bisa berlaku adil dan diberi keberkahan oleh
Allah SWT. Aamiin..