Di antara sunnatullah, adalah ujian (al
ibtila). Tidak ada dalam kehidupan ini sepi dari ujian. Untuk memahami bahwa
ujian itu ketentuan Allah yang pasti terjadi, mari kita kembali kepada ayat2 Allah
agar kita mempunyai persepsi yang benar tentang ujian, sehingga kita mempunyai
sikap yang benar ketika menghadapi ujian Allah.
1. Ujian adalah sebuah realitas kemanusiaan
Setiap manusia pasti diuji oleh Allah SWT,
apakah ia orang beriman atau bukan, apakah ia orang kaya atau bukan. Sehingga
redaksi kata yang dipilih adalah al insan
QS Al Insan 2: Sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur (nuthfah) yang Kami hendak
mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia
mendengar dan melihat.
QS Al Mulk 2: Yang menjadikan mati dan
hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.
Ketika Allah menciptkan kematian dan
kehidupan adalah untuk menguji siapa dari manusia yang terbaik amalnya.
Setiap manusia pasti diuji oleh Allah,
dengan rasa sakit, haus, dan sebagainya
QS An Nisa 104: Dan janganlah kamu berhati
lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan, maka
sesungguhnya mereka pun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu rasakan,
sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan. Allah Maha
Mengetahui lagi Mahabijaksana.
Dalam peperangan, ketika orang muslim luka,
merasa sakit, begitu juga dengan yang non muslim. Semua sama.
Semua manusia sama, sehingga ketika kita
diuji, kita tidak merasa sebagai orang yang paling menderita.
2. Ujian adalah realitas keimanan
Setiap mukmin pasti diuji Allah untuk
mengetahui apakah imannya benar atau tidak, asli atau palsu.
QS Al Ankabut 2: Apakah manusia mengira
bahwa mereka dibiarkan hanya dengan mengatakan, "Kami telah beriman,” dan
mereka tidak diuji?
Ketika seseorang beriman, maka pasti ia
diuji oleh Allah SWT. Ternyata tidak selamanya ujian itu buruk. Tidak selamanya
ujian itu berupa sakit, karena sehat juga ujian. Tidak selamanya ujian itu
berupa kemiskinan, karena kaya juga ujian. Tidak selamanya kekalahan itu ujian,
karena kemenangan juga ujian, dstnya.
Ujian kemudahan justru lebih berat. Ketika
sehat, sedikit orang yang emngingat Allah, dan ketika sakit ia banyak mengingat
Allah. Ketika ia sulit, ia banyak mengingat Allah, dan ketika kaya, ia lupa
mengingat Allah, seperti halnya Qarun.
QS Ibrahim 6: Dan (ingatlah), ketika Musa
berkata kepada kaumnya: "Ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia
menyelamatkan kamu dari (Fir`aun dan) pengikut-pengikutnya, mereka menyiksa
kamu dengan siksa yang pedih, mereka menyembelih anak-anak laki-lakimu,
membiarkan hidup anak-anak perempuanmu; dan pada yang demikian itu ada cobaan
yang besar dari Tuhanmu".
Ketika Allah memberikan nikmat kepada Bani
Israil berupa keselamatan dari kejaran Firaun, justru di situ ujian yang
terbesar.
Ini memberikan pelajaran bagi kita
bahwasanya kesenangan itu juga ujian. Sehingga kita waspada ketika diberikan
kesenangan, kita harus tahu bahwa itu juga ujian.
Sungguh mengagumkan urusan orang beriman,
ketika diberi ujian dia sabar, dan itu baik baginya, dan ketika diberi nikmat
ia bersyukur.
3. Ujian adalah realitas dakwah
Setiap mukmin diwajibkan untuk berdakwah,
mengajak kepada Allah, dengan hikmah, dengan ansehat yang baik, dengan cara
berdiskusi yang terbaik, bukan dengan cara yang menyakiti seseorang.
Ternyata tidak ada profesi yang lebih baik
daripada dakwah. Tapi orang yang berdakwah itu pasti diuji Allah.
1. Diuji dari internal
Diuji dengan orang2 internal dirinya, orang
tua yang menyayanginya, anak2 yang membanggakannya, diuji dengan istrinya,
dengan saudara2nya, dengan harta benda miliknya.
Jika dia tidak lulus dari ujian ini, maka
akan keluar dari taat kepada Allah, dan ia menjadi orang yang fasik.
QS At Taubah 24: Katakanlah: “Jika
bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta
kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan
rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada
Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai
Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang fasik.
Jadi ada 8 perkara yang merupakan ujian
yang ebrasal dari internal aktifis dakwah:
1. bapak2nya
2. anak2nya
3. saudara2nya
4. istrinya
5. keluarga besarnya
6. Harta bendanya
7. Bisnisnya
8. Rumah2nya
Sehingga kita jumpai orang berdakwah
mengikuti selera masyarakat, bukan mengikuti aturan Allah. Kalau ini terjadi,
bisa2 kita tidak mendapatkan petunjuk dari Allah.
Ancaman Allah SWT bagi orang2 yang
berdakwah yang lebih menyintai dunia daripada Allah, Rasululllah dan berjuang
di jalan Allah, maka digunakan kata “bi amrihi”, yaitu sesuatu yang misterius
yang mengancam seseorang dalam berdakwah.
Ketika kita jujur dalam berdakwah,
komitmen, maka kita akan memilih jalan dakwah.
2. Ujian yang datang dari luar
Ujian yang berasal dari orang2 yang tidak
senang Islam, tidak senang Al Quran, yaitu berupa:
1. Ditangkap dan dipenjarakan,
2. Dibunuh
3. Diusir
QS Al Anfal 30: Dan (ingatlah), ketika
orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan tipu daya terhadapmu (Muhammad) untuk
menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka membuat
tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Allah adalah sebaik-baik
pembalas tipu daya.
Dan Allah mengingatkan dengan ungkapan “wa
idz” yang artinya, “ingatlah di saat itu”, ini adalah ketentuan Allah yang akan
berulang.
Ketika seseorang berdakwah, sesungguhnya ia
menyebarkan kasih sayang kepada orang seluruh dunia. Tapi ingatlah bahwa dakwah
bukanlah hamparan karpet merah. Karena dakwah akan mengganggu kesenangan
mereka, hobi mereka, dsbnya.
Rasulullah SAW, pernah mau dibunuh oleh
penduduk Quraisy, atas inisiatif dari setan yang berubah bentuk menjadi orang
tua dari daerah Najn. Dia memanas2i orang2 Quraisy agar membunuh Nabi. Begitu
pula realitas bagi para dai hingga saat ini.
3. Ujian adalah realitas ukuran
standarisasi
Ukuran untuk melihat siapa yang paling
tegar menghadapi ujian, itulah orang2 terbaik.
Dari Sa’ad bin Abi Waqqash, Nabi bersabda: “Manusia
yang paling dahsyat ujiannya adalah para nabi, kemudian orang2 yang shaleh,
kemudian orang2 yang baik setelah zaman para Nabi dan orang2 sholeh.”
Orang yang tegas dalam memegang agamanya,
maka akan ditambah lagi ujiannya. Kita pahami redaksi hadist ini, “ziidahalu,”
yaitu orang itu diuji lagi demi kebaikan dirinya.
Jadi ketika orang mukmin diuji oleh Allah,
lalu ia lulus ujian, maka ia akan lebih diuji lagi, dan ujian itu baik bagi dirinya,
agar ia lebih tegar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar