Ternyata mereka melihat kehidupan dunia ini
sebatas kulitnya, sebatas apa yang nampak di dunia ini, yaitu berupa bangunan,
makanan, minuman, pakaian. Mereka lupa dengan apa yang sebenarnya ada di dunia
ini, bahwa dunia ini adalah ujian, dan akan berakibat pada kehidupan
akhiratnya.
QS Ar Rum 7: “Mereka hanya
mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan)
akhirat adalah lalai.”
Mereka mengetahui cara membuat pesawat
terbang, mobil, gedung yang tinggi. Mereka tahu yang zhahir-zhahir (yang tampak
bentuknya) saja, tapi mereka tidak tahu mana yang membahayakan dan mana yang tidak
membahayakan. Senjata yang dibuat mestinya hanya untuk memberantas yang jahat,
tapi juga dipakai untuk membantai kaum muslimin.
Mereka lalai dari kehidupan akhirat.
Ulama tafsir mengatakan, “lalai dari
kehidupan akhirat” merupakan isyarat bahwa Allah mencela kehidupan dunia dari
orang-orang kafir. Yang dicela adalah sudut pandang/cara mereka melihat
kehidupan dunia, yaitu dunia hanya untuk dunia. Sehingga kalau mereka gagal,
lantas mereka bunuh diri. Orang Islam tidak boleh mengikuti kelalaian ini.
Ungkapan lalai (al ghaflah) dari kehidupan
akhirat adalah perbuatan kriminal yang membahayakan. Kenapa lalai dari
kehidupan akhirat itu sangat berbahaya? Karena orang yang lalai tidak punya
paradigma yang jelas. Timbangannya eror. Sesuatu yang buruk dianggap baik.
Sesuatu yang merusak, malah dianggap hobi, dsbnya. Orang yang lalai akan
menimbang sebuah peristiwa dengan timbangan yang salah. Menimbang ketokohan
bisa lalai. Seorang durjana bisa dianggap pahlawan. Itu karena timbangannya
sudah eror.
Allah menciptakan dunia ini dengan visi
misi yang jelas, yaitu untuk memproduksi kebaikan-kebaikan dan hasilnya akan
didapatkan seutuhnya di akhirat. Ketika orang kafir tidak memperhatikan akhirat
maka orang kafir akan mewujudkan kehidupan dunianya dengan melakukan segala
cara.
Persepsi Orang Kafir Terhadap Harta
Orang-orang beriman ketika melihat harta
benda, maka mereka melihatnya dari persepsi yang benar, bahwa harta sekedar
hiasan, dan juga harta sebagai ujian. Sehingga harta bendanya digunakan dalam
rangka kebaikan-kebaikan. Sebagaimana orang beriman juga melihat harta benda
sebagai alat untuk membangun dunia dan akhiratnya. Orang2 beriman melihat harta
bendanya dengan seimbang.
Cara pandang orang-orang beriman melihat
harta benda, berbeda dengan cara pandang orang2 kafir, dikarenakan memang
referensinya berbeda.
1. Harta benda sebagai gengsi (kebanggaan)
Orang-orang kafir melihat harta benda itu
sebagai nilai dan gengsi (kebanggaan). Mereka bisa menuhankan harta benda. Jadi,
ukuran kehormatan dilihat dari al maal (harta). Sehingga untuk mendapatkan
kehormatan (harta benda) itu, mereka gunakan berbagai cara, meskipun harus mengeruk
kekayaan bangsa lain, merampas kekayaan bangsa muslim, dsbnya.
QS Saba’ 35: “Dan mereka
berkata: "Kami lebih banyak mempunyai harta dan anak-anak (daripada kamu)
dan kami sekali-kali tidak akan diazab.”
Persepsi mereka adalah seperti ini. “Mana
mungkin kami disiksa, buktinya saya diberikan kekuasaan, harta dan anak yang
banyak.”
Ternyata persepsi yang awalnya dihinggapi
orang-orang kafir ini, lama kelamaan menular ke orang-orang beriman. Melihat seseorang
malah melihat hartanya. Sehingga tidak sedikit orang-orang di dunia ini yang
kagum dengan orang kafir, dikarenakan seleranya sudah sama, yaitu memandang
harta benda itu sebagai segala-galanya.
Hal ini dituturkan di dalam Al Quran Surat
Al Kahfi 32-44, yaitu kisah orang yang mempunyai dua kebun (shohibul jannatain)
yang luas, dia mengganggap dirinya lebih baik, dengan berkata, “saya lebih
banyak harta benda daripada kamu dan saya lebih mulia.”
QS Al Kahfi 32-44: “Dan berikanlah kepada mereka sebuah perumpamaan dua orang
laki-laki, Kami jadikan bagi seorang di antara keduanya (yang kafir) dua buah
kebun anggur dan kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon korma dan di
antara kedua kebun itu Kami buatkan ladang. Kedua buah kebun itu menghasilkan
buahnya, dan kebun itu tiada kurang buahnya sedikitpun, dan Kami alirkan sungai
di celah-celah kedua kebun itu, dan dia mempunyai kekayaan besar, maka ia
berkata kepada kawannya (yang mukmin) ketika bercakap-cakap dengan dia:
"Hartaku lebih banyak dari pada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih
kuat".
Padahal bagi orang beriman yang punya
pegangan yang jelas, yaitu referensinya Al Quran, mestinya mengetahui bahwa tidak
ada hubungannya antara harta benda dengan kemuliaan di hadapan Allah. Harta
benda diberikan Allah kepada siapa pun, baik itu kepada orang kafir, muslim, apakah
orang itu benar, atau pun salah.
Jadi kalau ada orang kaya yang mendapatkan
hartanya dengan cara maksiat, lalu ditegur oleh seorang muslim dan ia menjawab
“bagaimana mungkin saya dimurkai Allah, buktinya saya kaya, justru kamu itu
yang dilaknat karena kamu miskin.”
Naudzubillahi min dzaalik.
2. Harta akan membuatnya kekal di dunia.
Mereka mengira bahwa harta benda itu bisa
menjadikan mereka kekal. Sehingga mereka menghalalkan segala cara untuk
mengeruk kekayaan sebanyak-banyaknya, meskipun harus merampok, menjajah Negara
lain.
Di dalam surat Al Humazah, Allah
menjelaskan bagaimana orang-orang kafir yang siang malamnya hanya dipakai untuk
menghitung harta benda. Mereka mengira bahwa harta bendanya itu bisa menjadikan
dia kekal, mengantarkannya pada tingkatan keabadian di dunia ini. Seolah2 jika
ia telah menguasai harta benda, ia bisa kekal di dunia ini. Maka Allah sebut; “yah
sabu anna maa lahuu akh ladah” (dia mengira hartanya itu bisa mengekalkannya).
Ini memberikan kinayah (kiasan) atau
sindirian, bahwasanya orang2-orang kafir itu tenggelam dalam nafsunya,
bersenang2 tanpa batas, seolah2 dia tidak akan mati.
Orang yang tahu bahwa dirinya akan mati,
tidak mungkin berani berbuat maksiat.
3. Kikir, bakhil terhadap harta.
Mencintai harta benda dengan cinta yang
gila, sehingga berpikiran kalau sedikit saja harta bendanya berkurang, dia
pikir dia akan mati, bakhil! Maka orang yang bakhil itu menderita, dia hitung-hitung
terus harta bendanya
QS An Nisa 37: "(Yaitu)
orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir, dan
menyembunyikan karunia Allah yang telah diberikan-Nya pada mereka. Dan Kami
telah menyediakan untuk orang-orang kafir siksa yang menghinakan".
Di ayat di atas Allah mulai dengan kata “Alladziina”
ini maknanya untuk umum, yaitu siapa saja. Siapa saja yang kikir, yang pelit,
yang hartanya tidak digunakan untuk berjuang di jalan Allah, apalagi ia sampai
menghalang-halangi manusia untuk berbuat baik, berinfak di jalan Allah, dan
menyembunyikan nikmat Allah yang diberikan padanya, maka orang2 kafir itu akan
disiksa dengan siksa yang menghinakan.
Orang yang berbuat kikir seperti itu adalah
orang-orang kafir yang menutupi nikmat Allah, sehingga ketika perbuatan ini
hina, Allah akan balas dengan kehinaan
Semoga kita semua dijadikan oleh Allah
sebagai orang-orang yang cerdas, yang tidak tertipu dengan harta benda.
Aamiin..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar