Minggu, 30 November 2014

Sifat-Sifat Orang Kafir dalam Kehidupan Dunia

Al Quranul Karim banyak menejlaskan sifat-sifat orang kafir di berbagai ayat. Hal ini bukan lah suatu kebetulan, karena Al Quran disucikan dari segala bentuk kebetulan. Dicantumkannya sifat-sifat orang kafir ini agar kaum muslimin waspada. Karena bila kaum muslimin mengikutinya, maka akan mendapatkan adzab yang sama dengan orang-orang kafir.

1. Hati mereka terkunci, telinga mereka tuli, dan penglihatan mereka tertutup.

Sehingga mereka tidak bisa melihat, mendengar kebenaran, sehingga tertutup lah seluruh jendela-jendela hidayah Allah, sehingga di mana pun berada, tetap dalam kekufurannya. Tidak ada perubahan dalam diri mereka, baik dinasehati maupun tidak dinasehati.

QS Al Baqarah 6: ''Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan (indar) atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman.

Mereka punya hati, telinga, tapi tidak digunakan untuk mendengar Al Quran, sehingga mereka tuli. Setiap ajaran Allah, mereka tentang. Setiap dakwah Nabi, mereka tentang.

QS An Nisa 155: “Maka (Kami lakukan terhadap mereka beberapa tindakan), disebabkan mereka melanggar perjanjian itu, dan karena kekafiran mereka terhadap keterangan-keterangan Allah dan mereka membunuh nabi-nabi tanpa (alasan) yang benar dan mengatakan: "Hati kami tertutup". Bahkan, sebenarnya Allah telah mengunci mati hati mereka karena kekafirannya, karena itu mereka tidak beriman kecuali sebahagian kecil dari mereka”

Ini bukan terjadi hanya pada orang-orang kafir zaman sekarang, tapi juga terjadi pada orang-orang kafir zaman dahulu.

QS Al A’rof 101: “Negeri-negeri (yang telah Kami binasakan) itu, Kami ceritakan sebagian dari berita-beritanya kepadamu. Dan sungguh telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, maka mereka (juga) tidak beriman kepada apa yang dahulunya mereka telah mendustakannya. Demikianlah Allah mengunci mata hati orang-orang kafir.”

Ketika mereka mendustakan ayat-ayat Allah, yang demikian itulah Allah akan mengunci, menyegel hati orang-orang kafir sehingga mereka tidak beriman.

2. Mengikuti Nenek Moyang Mereka Tanpa Terlebih Dahulu Dipikirkan

Mereka terjatuh pada fanatisme terhadap apa yang sudah dilakukan kakek nenek moyang mereka. Jika diajak untuk mengikuti Al Quran dan Sunnah Rasulullah, maka jawaban mereka,”kami mengikuti apa yang telah diajarkan bapak-bapak kami, nenek moyang kami. Tahu apa kamu, kamu kan anak kemarin sore.”

QS Al Baqoroh 170: Dana apabila dikatakan kepada mereka orang-orang kafir, ikutilah Al Quran, maka jawaban mereka, “tetapi kami mengikuti apa yang dijumpai bapak-bapak kami, nenek moyang kami.” Dan apakah ketika bapak mereka nenek moyang mereka tidak mendapat petunjuk, apakah mau mengikuti mereka?

Lebih bahaya lagi kalau pemikiran ini dilegitimasi oleh hukum, dengan alasan “melestarikan budaya nenek moyang kita.” Seolah-olah kalau sudah budaya nenek moyang itu sudah pasti benar. Padahal ukuran kebenaran adalah dengan Al Quran dan Sunnah Rasullah.

Budaya yang benar memang harus kita lestarikan, dan ukuran kebenaran adalah ajaran Allah dan Sunnah Rasulullah.

Ibnu Abbas ra mengatakan, Nabi memanggil orang-orang Yahudi untuk masuk ke dalam agama yang penuh rahmat ini. Nabi memotivasi agar mereka mengikuti ajaran Islam. Nabi memperingatkan hal ini, agar mereka tidak diadzab Allah. Jawaban mereka, “tapi kami cukup mengikuti nenek moyang kami. Karena mereka lebih baik.”

Ukuran kebaikan itu tidak jelas bagi orang-orang kafir,

Meskipun ayat2 ini turun kepada orang Yahudi, tapi hal ini berlaku juga untuk seluruh manusia. Yang menjadi pegangan kita dalam memahami teks-teks Al Quran, adalah penjelasan yang umum dan bukan sebab yang khusus. Karena Al Quran diturunkan untuk seluruh umat manusia bukan hanya untuk di zaman tertentu.

Islam adalah agama yang mengajak manusia untuk berpikir, bukan dengan fanatisme buta.

Ada sifat yang sangat membahayakan, yaitu sifat-sifat orang kafir yang kita harus menjauh dari sifat tersebut.

3. Putus Asa dari Rahmat Allah.

Kita jumpai di dunia, meskipun Negara yang modern itu dikatakan maju, tapi di sana angka bunuh dirinya tertinggi. Ketika menghadapi masalah, mereka bunuh diri, karena mereka berputus asa dari rahmat Allah.

Ketika manusia tidak percaya bahwa Allah bersama hambaNya dan bahwa Allah mampu mengatasi segala masalah manusia, maka manusia itu berputus asa.

QS Yusuf 87: “Dan jangan lah kalian berputus asa dari rahmat Allah, karena sesungguhnya tidak berputus asa dari rahmat Allah kecuali orang-orang kafir.”

Karena mereka kafir (tertutupi) sehingga tidak bisa melihat luasnya rahmat Allah

QS Al Ankabut 23: “Dan orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Allah dan pertemuan dengan-Nya, mereka berputus asa dari rahmat-Ku, dan mereka itu akan mendapat azab yang pedih.”

Manusia tidak akan putus asa dari rahmat Allah, kecuali jika hatinya tertutup, terputus dari hubungan dengan Allah.

Ketika hati manusia terbuka, selalu komunikasi dengan Allah, maka ia akan selalu optimis. Seperti halnya ketika Abu Bakar ash shiddiq hanya berdua dengan Rasulullah di dalam gua tsur, ia diberi optimisme dari Rasuluillah, dengan kalimat “Innallooha ma ana” (sesungguhnya Allah bersama saya).

Ketika putus asa itu adalah sifatnya orang kafir, dan sifat ini bisa menyeret kepada adzab, maka sudah barang tentu tidak ada keraguan bahwa sifat ini buruk. Sehingga tidak boleh ada orang yang mengaku dirinya Islam tapi ia putus asa.


Kadang2 seseorang itu untuk menggambarkan bahwa ia peduli pada bangsa, ia malah memberikan ungkapan yang tidak optimis, “Siapa pun pemimpinnya Negara ini akan bangkrut. Semua manusia sudah rusak” Tidak boleh seperti itu. Jika ada yang mengatakan seperti itu, maka sesungguhnya dialah yang rusak. Dia yang menghancurkan bangsa. Kita harus optimis! Karena yang pesimis itu hanya orang-orang kafir. Karena yang punya sifat putus asa itu hanya orang kafir. Orang beriman harus optimis. Tidak boleh memvonis bangsanya rusak, tidak boleh memvonis pemimpinnya rusak. Tinggal memilih, apakah kita mau mencintai orang-orang baik, mau memilih pemimpin-pemimpin yang baik. Kita yakin Allah selalu bersama kita, yang penting kita selalu bersungguh-sungguh memproduksi kebaikan-kebaikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar