Senin, 03 November 2014

Pelajaran2 Hijrah dalam Kehidupan

Kalau ingin pemimpin itu hebat, memimpin suatu keluarga, organisasi, Negara dengan hebat, ikuti langkah yang dilakukan Rasulullah SAW ketika hijrah dari Mekkah ke Madinah. Apa saja pelajaran hijrah yang bisa dipetik untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik?

1. Urgensi Masjid dalam Kehidupan ini
Membangun masjid merupakan skala prioritas dalam membangun sebuah masyarakat/Negara.
Begitu Rasulullah hijrah dari Mekkah ke Madinah, apa yang pertama kali dibangun? Yaitu Masjid. Karena:

a. di masjid seperti ini lah eksistensi keimanan kaum muslimin, dibuktikan.
Hadist: “Apabila kamu melihat seseorang membiasakan ke masjid, saksikan bahwa imannya benar.”
Ketika masjid itu benar2 dikunjungi, berbahagialah, semoga iman kita kita diakui oleh Allah, SWT.

b. masjid itu dibangun di atas takwa.
Kalau kita menginginkan diri dan keluarga kita adalah orang2 bertaqwa, jadilah penduduk masjid. Kalau bangsa ini ingin menjadi bangsa beriman dan bertaqwa sehingga turun barokah dari langit, jadikanlah masjid sebagai pusat kegiatan.

QS At Taubah 108:”sungguh masjid dibangun di atas ketaqwaan.”
Jangan sampai masjid2 terkotori oleh acara2 yang tujuannya jauh daripada taqwa. Seluruh ibadah kita, sholat kita, ibadah kita, harus menuju pada taqwa.

Apa itu taqwa?
Tahukah kamu bagaimana kalau ada seseorang berjalan di atas jalan yang sempit, licin, banyak durinya? Jawabannya: kita super hati2
Taqwa itu akan membangun jalan menjauhkan diri dari adzab Allah, dengan cara melaksanakan seluruh perintah2 Allah dan menjauhi seluruh larangan Allah.

c. Masjid melahirkan pemimpin2 yang hebat.
Bukankah Nabi SAW adalah pemimpin terhebat di dunia, dan beliau adalah ahli masjid. Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Umar bin Abdul Aziz, semuanya adalah ahli masjid.
Ketika Al Quran mengungkapkan kata rijal, itu adalah menunjukkan ketokohan seseorang. Sepert iyang disebutkan di At Taubah 108 tadi.

2. Mempersaudarakan
Tidak ada satu pun orang yang tidak merasa diperhatikan oleh Rasulullah. Apa urgensi persaudaraan?
Ukhuwwah atau persaudaraan itu bukti keimanan seseorang. Sesungguhnya orang2 beriman itu bersaudara.

Iman dan ukhuwwah itu dua hal yang tidak bisa berpisah. Kalau kita mengaku beriman, maka kita bersuadara. Kalau kita bersaudara, maka iman itu adalah landasannya. Perkumpulan, kalau ikatannya bukan iman, maka perkumpulan itu akan pecah. Karena ikatannya adalah kepentingan, sedangkan kepentingan manusia itu beerbeda2.

Persaudaraan, perkawainan, oraganisasi, Negara, itu bisa berpecah karena tidak didasari oleh iman, maka ikatan2 yang didasari oleh keperintingan2 seperti itu tidak akan panjang
Di antara pilar yang memperkuat sebuah bangsa, adalah iman. Di dalam negri Madinah itu ada Yahudi, adaNasrani, ada musyrikin, di luar Negri Madinah ada Romawi dan musuh2 lainnya. Bagaimana Negara yang dipimpin nabi itu bisa kokoh, karena Negara yang dipimpin nabi dilandaskan atas dasar iman.

Yang pertama2 dibangun nabi ketika membangun Madinah adalah mempersaudarakan orang2 beriman. Salman yang dari Persia, Mushab yang dari Mekkah, semuanya dipersaudarakan.
Persaudaraan itu bukan sebatas diceramahkan, tapi bagaimana ia benar2 terwujud, karena setiap ajaran Allah pasti bisa terwujud, tinggal kita mau atau tidak.

Persaudaraan itu harus didirikan dengan dasar:

a. wahdatul ghooyah (kesatuan orientasi).
wamaa kholaqtul jinna wal insa illaa liya’ budu (tujuannya adalah beribadah pada Allah).

b. wahdatul mahdah (kesatuan prinsip)
Sahabat2 Rasulullah dating dari kelas yang berbeda-beda berbeda2 pula warna kulitnya, tapi bersatu dalam satu prinsip, yaitu laa ilaa ha illallaah.
Barang siapa yang bersikap dengan prinsip laa ilaa ha illallah, pasti akan masuk syurga. Tapi kalimat thoyyibah ini bukan sekedar diucapkan, tapi juga dipahami dan dijalankan.

c. wahdatul manhaj (kesatuan jalan yang jelas/kurikulum/ajaran)
Apa pun manhajnya,(jalannya/ajarannya), maka datangnya dari Allah dan Rasululullah. Mungkin saya berbeda dengan yang lainnya, pemimpin yang satu berbeda dengan pemimpin yang lainnya, itu tidak apa2. Karena ketika berbeda, acuannya adalah sama, yaitu Allah dan Rasulullah.

QS An Nisa 59: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Akhir. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”
Kalau dikembalikan kepada manusia, manusia punya hawa nafsu, manusia bisa disogok. Tapi ketika dikembalikan kepada Allah dan Rasulullah, maka semuanya akan bersatu.

Ketika kita diperintahkan taat pada Allah dan Rasulullah, ada kata “athii u” (taatliah), ini menunjukkan ketaatan yang mutlak kepada Allah dan Rasul. Tapi ketika perintah taat kepada pemimpin (ulil amri), tidak ada kata “athii u.” Kita wajib taat pada pemimpin kita selama perintahnya itu tidak berupa maksiat (dalam hal apa pun, baik itu politik, ekonomi, budaya pendidikan), tapi bila bertentangan dengan syariat (aturan) Allah, maka tidak wajib taat.
Kita harus tahu kapan kita taat pada pemimpin, kapan kita mengkritisi, menasehati, dsb

d. adanya kesatuan ikatan
Apa ukurannya bahwa kita ini sudah berukuhuwwah?
Tingkat ukhuwwah yang paling tinggi adalah itsar (mendahulukan saudaranya).
Tingkat ukhuwwah paling rendah adalah salaamatus sodri (hatinya lapang, tidak ada kedengkian) terhadap saudaranya. Itulah ukuran paling minim dalam persaudaraan. Sehingga tidak ada lagi sesama muslim itu saling mencurigai, menuduh, dsbnya.

Semoga kita menjadi umat yang saling bersaudara sehingga turun rahmat Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar