Adalah sebuah keniscayaan bahwa manusia,
siapa pun orangnya, apa pun profesinya, pasti menerima ujian yang berupa asy
syarr (keburukan) dan khair (kebaikan)
QS Al Anbiya 35: Dan Kami menguji kalian
dengan keburukan dan kebaikan sebagai fitnah [ujian].
Di ayat ini didahulukan penyebutan keburukan sebagai ujian, karena ini lah yang
mudah ditangkap dalam benak manusia.
Biasanya manusia mudah memahaminya jika ujian disebuta dalam bentuk keburukan.
Lalu ditambah lagi ilmu manusia oleh Allah, bahwa ujian itu bukan hanya berupa keburukan, tapi juga kebaikan. Dan bahkan ujian kebaikan itu adalah ujian yang besar.
Biasanya manusia mudah memahaminya jika ujian disebuta dalam bentuk keburukan.
Lalu ditambah lagi ilmu manusia oleh Allah, bahwa ujian itu bukan hanya berupa keburukan, tapi juga kebaikan. Dan bahkan ujian kebaikan itu adalah ujian yang besar.
1. Ujian keburukan dapat berupa:
1. Sakit
2. Meninggal
3. Kefakiran
4. Ujian2 yang lainnya: dicaci orang,
dimusuhi orang, selalu diawasi oleh orang tertentu sehingga tidak nyaman.
Bukankan Allah Maha Pengasih dan Penyayang,
kenapa Allah Menguji HambaNya?
Antara Nama dan Sifat Allah, Ar Rohman dan
Ar Rohim. Di antara kasih sayang Allah kepada hambaNya adalah menguji dengan
keburukan. Di mana letak rahmatnya? Agar kita bersabar. Tidak ada keberhasilan
di dunia ini kecuali sabar.
Orang yang berhasil mempertahankan rumah
tangganya, padahal itu berat tantangannya, modalnya adalah sabar. Seseorang
berhasil menyelesaikan studinya, modalnya adalah sabar. Orang yang berhasil
dalam penelitiannya adalah sabar, dstnya.
Ketika diuji dengan kesulitan yang tidak
menyenangkan, lalu dia bersabar, maka ia mendapatkan kehormatan dari Allah.
Sebaik-baik hamba Allah yang sabar adalah Ayyub as.
QS Shaad 44: Sesungguhnya Kami dapati dia
(Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sungguh, dia sangat taat
(kepada Allah).
Sesungguhnya seluruh urusan dalam kehidupan
orang beriman adalah baik. Ketika diuji dengan keburukan ia bersabar, dan diuji
dengan kebaikan ia bersyukur.
Sehingga tidak ada kontradiksi antara sifat
Allah yang Maha Pengasih Maha Penyayang dengan ujian keburukan ini.
Di antara bentuk rahmat Allah, ketika Allah
SWT menguji hambaNya dengan keburukan, takut, kelaparan, kekeringan, paceklik,
redaksinya menggunakan syai’ (sedikit), karena hal itu masih terbilang kecil
dibandingkan dengan rahmat Allah yang begitu besar.
Al Baqarah 155-157:
155. Dan Kami pasti akan menguji kamu
dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan.
156. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada
orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka
berkata, sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali.
157. Mereka itu, akan dikurniakan atas
mereka anugerah-anugerah dari Tuhan mereka dan rahmat, dan mereka itulah
orang-orang yang akan mendapat petunjuk.
2. Ujian kebaikan, dapat berupa;
1. kesehatan
2. kecukupan
3. kesejahteraan
4. kenikmatan2 yang bermacam2: seperti
nikmat emmpunyai anak, ditingkatkan jabatannya, dipuji orang, dsbnya.
Tapi ingat, itu semata2 hanya ujian,
sehingga tidak terlena.
Ketika diuji dengan kesulitan, ia ingat
kepada Allah, tapi ketika diuji dnegan kekayaan, popularitas, tidak sedikit
yang jatuh melupakan Allah.
Bahwasanya ujian yang berupa kemudahan, disebut
Allah dengan ‘Adzhim (berat, besar, agung). Ternyata ujian yang berupa
kemudahan itu lebih berat.
QS Al Baqarah 49: Dan (ingatlah nikmat
Kami) ketika Kami menyelamatkan kamu dari (Fir'aun dan) pengikut-pengikut
Fir'aun. Mereka menimpakan siksaan yang sangat berat kepadamu. Mereka
menyembelih anak-anak laki-lakimu dan membiarkan hidup anak-anak perempuanmu.
Pada yang demikian itu terdapat cobaan yang besar dari Tuhanmu
Ketika kita diberi ujian berupa kesehatan,
kemenangan, kemudahan, sehingga kita tidak lalai. Karena tidak sedikit orang
yang tergila2 dan lalai, sehingga yang diperjuangkan bukan lah ajaran Allah. Berani
meninggalkan sholat, menyia-nyiakan ibadah. Lupa keberpihakannya kepada Islam,
sehingga yang dikejar2 adalah kebutuhan materinya, lupa dengan kebutuhan
ruhiyahnya.
Ketika kita diuji dengan kemudahan,
ingatlah bahwa itu adalah ujian yang besar.
3. Ujian berupa perbedaan
Kita dibuat dalam perbedaan. Allah menguji
manusia dalam keahliannya, anugrah Allah berbeda dalam rezekinya.
Jangankan dengan tetangga, saudara kandung
saja bisa berbeda2. Rezekinya, kegantengannya, kecakepannya, suaranya, dsbnya,
padahal bapak ibunya sama.
Ini memberikan pemahaman bahwa Allah
menguji kita dengan perbedaan2. Rezekinya, pangkatnya, hartanya, kedudukan di
masyarakatnya, semuanya berbeda2.
Ketika kita diuji oleh Allah dengan
perbedaan2 dalam hal2 duniawi ini, maka kaum mukmin tidak boleh iri dengki.
Diuji juga dengan as sulthon (kekuasaan).
Sama2 masuk organisasi, mungkin sudah 10 tahun, tapi kekuasaannya berbeda,
padahal satu ormas, padahal satu partai. Ketika kita memahami ini adalah ujian
Allah SWT, ini menjadikan peluang untuk menjadikan diri kita terbaik, dan yang
terbaik adalah sabar.
Ketika Sulaiman as diuji dengan kekuasaan
yang sangat luas, kekayaan yang menumpuk, pasukan yang sangat banyak, maka ia
jawab ujian itu dengan rasa syukur kepada Allah dengan terus mengingat Allah.
Sebaik2nya hamba Allah yang bersyukur
adalah Sulaiman, karena ia selalu mensyukuri nikimat2 Allah, sebagaimana Ayyub
yang sabar dengan ujian kesulitan.
QS Shaad 30: Dan kepada Dawud Kami
karuniakan (anak bernama) Sulaiman, dia adalah sebaik-baik hamba. Sungguh, dia
sangat taat (kepada Allah).
Untuk apa adanya selisih, jarak antara diri
kita dengan saudara kita? Tujuannya adalah agar nampak sejauh mana umat manusia
ini dalam melaksanakan kewajibannya terhadap Allah SWT, terhadap Al Quran dan
As Sunnah. Ketika diberikan harta, sejauh mana ia berinfak. Ketika manusia diberi
harta yang lebih oleh Allah, lalu infak nya lebih banyak, berarti ia lulus. Ketika ia memiliki
ilmu yang lebih, ia berikan ilmu itu tanpa ditutup2i, maka ia lulus. Karena ia
tahu, menyembunyikan ilmu akan mendapatkan laknat Allah, laknatnya malaikat.
QS Al Baqarah 159: Sesungguhnya orang-orang
yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan
(yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al
Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (mahluk) yang
dapat melaknati.
Orang yang diberikan kebaikan ilmu, maka ia
sampaikan. Ilmu ada zakatnya, yaitu disampaikan. Jangan disampaikan hanya yang
menyenangkan masyarakat, sedangkan yang lainnya ditutup2i.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar