Selasa, 26 Mei 2015

Di antara Sunnatullah adalah Ujian yang Berupa Keburukan dan Kebaikan

Adalah sebuah keniscayaan bahwa manusia, siapa pun orangnya, apa pun profesinya, pasti menerima ujian yang berupa asy syarr (keburukan) dan khair (kebaikan)

QS Al Anbiya 35: Dan Kami menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai fitnah [ujian].

Di ayat ini didahulukan penyebutan keburukan sebagai ujian, karena ini lah yang mudah ditangkap dalam benak manusia. 

Biasanya manusia mudah memahaminya jika ujian disebuta dalam bentuk keburukan. 

Lalu ditambah lagi ilmu manusia oleh Allah, bahwa ujian itu bukan hanya berupa keburukan, tapi juga kebaikan. Dan bahkan ujian kebaikan itu adalah ujian yang besar.

1. Ujian keburukan dapat berupa:

1. Sakit
2. Meninggal
3. Kefakiran
4. Ujian2 yang lainnya: dicaci orang, dimusuhi orang, selalu diawasi oleh orang tertentu sehingga tidak nyaman.

Bukankan Allah Maha Pengasih dan Penyayang, kenapa Allah Menguji HambaNya?

Antara Nama dan Sifat Allah, Ar Rohman dan Ar Rohim. Di antara kasih sayang Allah kepada hambaNya adalah menguji dengan keburukan. Di mana letak rahmatnya? Agar kita bersabar. Tidak ada keberhasilan di dunia ini kecuali sabar.

Orang yang berhasil mempertahankan rumah tangganya, padahal itu berat tantangannya, modalnya adalah sabar. Seseorang berhasil menyelesaikan studinya, modalnya adalah sabar. Orang yang berhasil dalam penelitiannya adalah sabar, dstnya.

Ketika diuji dengan kesulitan yang tidak menyenangkan, lalu dia bersabar, maka ia mendapatkan kehormatan dari Allah. Sebaik-baik hamba Allah yang sabar adalah Ayyub as.

QS Shaad 44: Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sungguh, dia sangat taat (kepada Allah).

Sesungguhnya seluruh urusan dalam kehidupan orang beriman adalah baik. Ketika diuji dengan keburukan ia bersabar, dan diuji dengan kebaikan ia bersyukur.

Sehingga tidak ada kontradiksi antara sifat Allah yang Maha Pengasih Maha Penyayang dengan ujian keburukan ini.

Di antara bentuk rahmat Allah, ketika Allah SWT menguji hambaNya dengan keburukan, takut, kelaparan, kekeringan, paceklik, redaksinya menggunakan syai’ (sedikit), karena hal itu masih terbilang kecil dibandingkan dengan rahmat Allah yang begitu besar.

Al Baqarah 155-157:
155. Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan.
156. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka berkata, sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali.
157. Mereka itu, akan dikurniakan atas mereka anugerah-anugerah dari Tuhan mereka dan rahmat, dan mereka itulah orang-orang yang akan mendapat petunjuk.

2. Ujian kebaikan, dapat berupa;

1. kesehatan
2. kecukupan
3. kesejahteraan
4. kenikmatan2 yang bermacam2: seperti nikmat emmpunyai anak, ditingkatkan jabatannya, dipuji orang, dsbnya.

Tapi ingat, itu semata2 hanya ujian, sehingga tidak terlena.

Ketika diuji dengan kesulitan, ia ingat kepada Allah, tapi ketika diuji dnegan kekayaan, popularitas, tidak sedikit yang jatuh melupakan Allah.

Bahwasanya ujian yang berupa kemudahan, disebut Allah dengan ‘Adzhim (berat, besar, agung). Ternyata ujian yang berupa kemudahan itu lebih berat.

QS Al Baqarah 49: Dan (ingatlah nikmat Kami) ketika Kami menyelamatkan kamu dari (Fir'aun dan) pengikut-pengikut Fir'aun. Mereka menimpakan siksaan yang sangat berat kepadamu. Mereka menyembelih anak-anak laki-lakimu dan membiarkan hidup anak-anak perempuanmu. Pada yang demikian itu terdapat cobaan yang besar dari Tuhanmu

Ketika kita diberi ujian berupa kesehatan, kemenangan, kemudahan, sehingga kita tidak lalai. Karena tidak sedikit orang yang tergila2 dan lalai, sehingga yang diperjuangkan bukan lah ajaran Allah. Berani meninggalkan sholat, menyia-nyiakan ibadah. Lupa keberpihakannya kepada Islam, sehingga yang dikejar2 adalah kebutuhan materinya, lupa dengan kebutuhan ruhiyahnya.

Ketika kita diuji dengan kemudahan, ingatlah bahwa itu adalah ujian yang besar.

3. Ujian berupa perbedaan

Kita dibuat dalam perbedaan. Allah menguji manusia dalam keahliannya, anugrah Allah berbeda dalam rezekinya.

Jangankan dengan tetangga, saudara kandung saja bisa berbeda2. Rezekinya, kegantengannya, kecakepannya, suaranya, dsbnya, padahal bapak ibunya sama.

Ini memberikan pemahaman bahwa Allah menguji kita dengan perbedaan2. Rezekinya, pangkatnya, hartanya, kedudukan di masyarakatnya, semuanya berbeda2.

Ketika kita diuji oleh Allah dengan perbedaan2 dalam hal2 duniawi ini, maka kaum mukmin tidak boleh iri dengki.

Diuji juga dengan as sulthon (kekuasaan). Sama2 masuk organisasi, mungkin sudah 10 tahun, tapi kekuasaannya berbeda, padahal satu ormas, padahal satu partai. Ketika kita memahami ini adalah ujian Allah SWT, ini menjadikan peluang untuk menjadikan diri kita terbaik, dan yang terbaik adalah sabar.

Ketika Sulaiman as diuji dengan kekuasaan yang sangat luas, kekayaan yang menumpuk, pasukan yang sangat banyak, maka ia jawab ujian itu dengan rasa syukur kepada Allah dengan terus mengingat Allah.

Sebaik2nya hamba Allah yang bersyukur adalah Sulaiman, karena ia selalu mensyukuri nikimat2 Allah, sebagaimana Ayyub yang sabar dengan ujian kesulitan.

QS Shaad 30: Dan kepada Dawud Kami karuniakan (anak bernama) Sulaiman, dia adalah sebaik-baik hamba. Sungguh, dia sangat taat (kepada Allah).

Untuk apa adanya selisih, jarak antara diri kita dengan saudara kita? Tujuannya adalah agar nampak sejauh mana umat manusia ini dalam melaksanakan kewajibannya terhadap Allah SWT, terhadap Al Quran dan As Sunnah. Ketika diberikan harta, sejauh mana ia berinfak. Ketika manusia diberi harta yang lebih oleh Allah, lalu infak nya lebih banyak, berarti ia lulus. Ketika ia memiliki ilmu yang lebih, ia berikan ilmu itu tanpa ditutup2i, maka ia lulus. Karena ia tahu, menyembunyikan ilmu akan mendapatkan laknat Allah, laknatnya malaikat.

QS Al Baqarah 159: Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati.

Orang yang diberikan kebaikan ilmu, maka ia sampaikan. Ilmu ada zakatnya, yaitu disampaikan. Jangan disampaikan hanya yang menyenangkan masyarakat, sedangkan yang lainnya ditutup2i.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar