Jumat, 29 Mei 2015

Adil dalam Takaran dan Timbangan

Di antara ruang lingkup keadilan yang diwajibkan oleh Allah SWT untuk ditegakkan adalah adil dalam takaran dan timbangan.

QS Al An’am 152: Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak membebani sesorang melainkan menurut kesanggupannya.

Ketika ini merupakan instruksi Allah untuk menegakkan keadilan dalam takaran dan timbangan, maka ini adalah instruksi yang besar. Tidak ada instruksi di dalam dunia ini yang lebih besar daripada instruksi Allah. Dan sebaliknya, ketika instruksi Allah dilanggar, yang terjadi adalah kerusakan.

Ketika pelaku2 ekonomi tidak adil dalam timbangan dan takaran, yang terjadi adalah kekacauan.

Keadilan ini dimaksudkan adanya kesamaan al haqq antara pembeli dan penjual. Yang menjual mendapatkan harga, dan yang membeli mendapatkan timbangan yang benar, barang yang benar. Sehingga sama2 mendapatkan saling ridho.

Inilah bedanya ekonomi syariat dengan yang bukan syariat, ada kebahagiaan yang bernama ridho.

Karena sulit untuk mendapatkan keridhoan bila salah satunya didholimi.

Adil dalam takaran dan timbangan adalah sebuah perkara yang diwajibkan dalam keadilan dan kebenaran. Jika kita menegakkan keadilan, maka dia menegakkan kebenaran.

Adil dalam bab takaran dan timbangan ini berkaitan dengan Al Haqq (kebenaran), sebagaimana hubungan keadilan dengan kebenaran dalam seluruh aspek kehidupan, tidak hanya dalam masalah takaran dan timbangan saja.

Wa aw fuu wa kaila wal miizaana bil qisthi.

Di sini Allah emmerintahkan kita di dalam timbangan secara penuh (wafa’). Tidak boleh mengurangi timbangan, karena itu menjauhkan dari keberkahan.

Mungkin orang kelihatan untung secara nominal, tapi hidupnya tidak bahagia, anaknya nakal, rumah tangganya tidak harmonis, dikarenakan uang yang didapatkan tidak halal dari timbangan yang tidak adil.

Di antara keistimewaan ajaran Al Quran adalah mensinkronkan antara idealita dengan realita. Artinya, kita sebagai seorang muslim seideal mungkin dalam bisnis, seluruh zuhud harus dilakukan agar timbangan itu teliti, takaran itu benar. Tapi bila seluruh usaha sudah dijalankan, lalu masih kurang tepat, maka kita minta ampun kepada Allah.

Laa yukallifullahu nafsan illaa wu ‘ahaa

Allah tidak membebani di luar kemampuan.

Itu tandanya hal2 yang di luar kemampuan kita, dimaafkan.

Yang tidak boleh adalah, menganggap remeh timbangan. Kita harus berupaya dengan sungguh2 agar berlaku adil dalam takaran. Bila masih ada kekurangan, maka Allah berfirman, laa yukallifullahu nafsan illaa wus ‘ahaa…

Ini yang dimaksud dengan seimbang antara idealism dengan realisme.

Dalam menimbang ketokohan seseorang, dalam menentukan sikapnya, kebijakannya, keberpihakannya, juga harus adil, karena Islam mempunyai timbangan yang benar. Itu juga harus dilakukan sepenuh2nya.

Setelah kita berupaya semaksimal mungkin, semoga ketidakmampuan kita itu diampuni Allah. Kita tidak boleh melakukan dengan sisa2, tapi harus seoptimal mungkin.

Apa urgensi berbuat adil dalam takaran dan timbangan? Penting kita ketahui agar kita selalu termotivasi untuk terus berlaku adil.

1. Memenuhi timbangan dan takaran secara adil adalah sepuluh wasiat Allah

Al An ‘am 151-153:

151. Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu yang diwasiatkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami (nya).

152. Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendati pun dia adalah kerabat (mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diwasiatkan Allah kepadamu agar kamu ingat,

153. dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diwasiatkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.

Ini adalah sepuluh wasiat Allah, sehingga di bagian penutup ayatnya selalu disebutkan, dzaalikum wassho lukum bihi (yang demikian itu diwasiatkan Allah kepadamu). Ungkapan wassho (wasiat) lebih mendalam daripada perintah.

Ketika orang mau meninggal dunia, dia kumpulkan anaknya, saudaranya, maka ia berwasiat. Sudah barang tentu wasiat ini lebih penting daripada yang lain.

2. Ancaman Allah atas ketidak adilan, adalah neraka Wail

QS Al Muthoffifiin 1: Wailull lil muthoffifiin (kecelakaan besarlah bagi orang2 yang berbuat curang)

Neraka wail, kebijaksanaan bagi orang2 yang berbuat curang.

Fenomena ketidakadilan dalam takaran ini, bila terjadi di tengah2 masyarakat, maka masyarakat ini berhak untuk dihancurkan oleh Allah.

Masyarakat yang curang dalam timbangannya, dalam ekonominya, maka Negara itu akan hancur. Hancur bukan secara ekonomi saja tapi juga dalam moral masyarakatnya.

Negara adalah yang paling bertanggungjawab, jangan sampai ada rakyat yang terdholimi dengan tidak adilnya takaran itu.

Maka Rasulullah, orang yang paling sibuk ibadahnya itu, tidak ada alasan untuk mengatakan, “saya tidak ada waktu” untuk memeriksa langsung bisnis di pasar. Ketika ada orang yang menyimpan barangnya sedemikian rupa supaya tidak kelihatan cacatnya, maka Nabi menegurnya.

Ini peringatan kepada kita, agar rakyat jujur dalam bisnisnya, maka Negara harus benar2 memeriksa langsung.

Ketika kita membaca ayat waylullill muthaffifin… Al Quran ketika berbicara tentang akhirat, bukan sebatas akhirat, tapi ada efeknya juga di dunia. Sehingga manusia tidak berani berbuat curang di dunia, karena takut masuk neraka wail.

3. Keadilan bagi semua.

Adil untuk pembeli, penjual, rakyat, pemerintahnya, bagi semuanya.

Semoga kita semua diberikan taufiq dan hidayah oleh Allah, sehingga kita bisa berlaku adil dan diberi keberkahan oleh Allah SWT. Aamiin..


Tidak ada komentar:

Posting Komentar