Jumat, 08 Mei 2015

Di Antara Sunnatullah adalah Ujian yang Berupa Keburukan dan Kebaikan

Menerima ujian yang berupa keburukan (asy syarr) dan kebaikan (al khair).

Allah mempertegas bahwa Allah menguji manusia berupa keburukan dan kebaikan.

Didahulukan keburukan, karena ini lah yang mudah ditangkap oleh manusia. Tapi ketika disebut kebaikan, tambahlah kecerdasan dalam manusia ini, bahwa

Ragam macam ujian berupa keburukan:

1. Sakit

2. Ada yang meninggal, ada yang hilang

3. Kemiskinan

4. Ujian2 lainnya (seperti dicaci orang, dimusuhi, selalu diawasi oleh orang2 tertentu).


Bukankah Allah Maha Pengaish dan Maha Penyayang, tapi kenapa menguji dengan ujian keburukan?

Kita sudah memahami bahwa sifat Allah Ar Rohman dan Ar Rahim. Di antara bentuk kasihsayang allah adalah dengan menguji manusia dengan keburukan, agar kita bersabar, karena kesabaran adalah modal yang luar biasa di dunia.

Orang yang berhasil mempertahankan rumah tangganya, padahal tantangannya begitu berat, adalah orang yang sabar.

Orang yang berhasil dalam penelitiannya adalah orang yang sabar

Orang yang sabar menghadapi berbagai sifat manusia, maka ia berhasil menjadi pemimpin.

Kita tidak usaah bersusah payah membuat sesuatu yang baru, karena hal itu merupakan pengulangan2 dari ajaran yang sudah al Quran ajarkan.

Sebaik2nya hamba Allah adalah Ayyub, karena dia selalu kembali kepada Allah.

Sungguh mengagumkan orang2 mukmin, karena ketika dia diuji dengan keburukan, dia tetap sabar.

Ketika Allah menguji hambaNya dengan keburukan, rasa takut, kelaparan, paceklik, redaksinya menggunakan kata “sedikit” karena menurut Al Quran ini hanya sedikit dibandingkan adzab Allah seluruhnya.

Terjemah QS Al Baqarah 155-157:
155. Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar,
156. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa mushibah, mereka mengucapkan:` Innaalillaahi wa innaa ilaihi raajiuun `
157. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.

Jadi korelasinya sangat jelas, antara keburukan, dengan kesabaran, dan berita gembira dari Allah.

Al Ibtila bil khoir. Ujian berupa kebaikan:

1. Kesehatan

2. Kekayaan

3. Kesejahteraan

4. Kenikmatan2 berbagai macam (mempunyai anak, diangkat jabatan, dipuji disenangi orang)

Ingat! Itu semua adalah ujian. Sehingga ketika dipuji, ingat kepada Allah.

Ujian yang berupa kemudahan, disebut oleh Allah dengan “adzhiim” (agung).

Ini berarti ujian kebaikan itu lebih besar daripada ujian keburukan.

Ulama tafsir mengatakan, ungkapan “wafii dzaalikum”

Di dalam Allah menyelamatkan kalian dari Firaun, itu merupakan ujian yang besar bagi kalian

Ketika diberikan kemudahan, kesehatan, rezeki yang banyak, ingat bahwa ini semua adalah ujian. Karena tidak sedikit orang2 yang bersenang2 dengan hal itu. Sudah berani meninggalkan sholat, atau tidak di awal waktu.

Ketika diberikan kemampuan membuat kebijakan, dia tidak berpihak kepada Al Quran, hanya untuk memenuhi kebutuhan2 perutnya.

Ingatlah bahwa itu merupakan ujian yang besar dari Allah.

Ujian manusia berupa perbedaan antara kita dengan saudara kita, tetangga kita, dsbnya.

Dalam keahliannya, anugerah yang diberikan Allah, berbeda. Berbeda dengan rezeki.
Jangankan kita dengan teman, atau orang yang jauh. Saudara kandung saja bisa berbeda2. Di antaranya misalnya, kegantengannya, suaranya, kepandaiannya, rezekinya, pangkatnya, kedudukan di masyarakatnya, berbeda setiap anak, padahal bapak ibunya sama. Padahal itu saudara kandung, apalagi dengan orang lain.

Ketika kita diuji dengan perbedaan2 di dalam dunia ini, kita tidak boleh merasa hasad, iri, dan bahkan menginginkan rezeki itu dicabut dari saudara kita. Itu tidak boleh.

Begitu juga dapat terjadi, di dalam satu partai, sama2 masuk 10 tahun tapi kemudian berbeda kedudukannya di dalam partai, itu merupakan hal yang biasa saja.

Sebaik2nya hamba Allah adalah Sulaiman, karena dia selalu mensyukuri nikmat2 Allah, sebagaimana Ayyub yang selalu bersabar dengan selalu kembali kepada Allah ketika ujian datang kepadanya.

Tujuannya adalah agar Nampak sejauh mana umat manusia ini dalam melaksanakan kewajibannya kepada Allah secara syar’i. Ketika dia diberikan harta lebih daripada saudaranya atau temannya, Jika ia mendapatkan ilmu, maka ilmu disyukuri dengan disampaikan kepada ummatnya. Karena dia tahu laknat Allah kepada orang yang menyembunyikan. Setiap sesuatu itu ada zakatnya. Ilmu ada zakatnya, yaitu disampaikan kepada seluruh manusia. Jangan ditutup2i, yang disampaikan ke masyarakat hanya yang menyenangankan saja. Jangan!

Semoga kita diberikan kemudahan untuk menyikapi ujian2 ini dengan benar. Aamiin..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar