Kita membahas tema yang cukup ramai,
tentang batu, terutama batu akik.
Satu muqoddimah yang selalu diulang-ulang,
yaitu tidak ada permasalahan dalam hidup ini, pasti ada tuntunannya dalam Al
Quran.
Al ghuluw, maknanya melampaui batas dan
ketentuan. Setiap yang melampaui batas dan ketentuan Allah disebut al ghuluw.
Hadist riwayat Imam Ahmad, Nabi bersabda; “waspadalah
kalian dari ghuluw, berlebihan dalam beragama, karena al ghuluw itu
membinasakan orang2 terdahulu.
Kita menyintai batu akik dsbnya, tapi bila
batu akik itu dipercaya bisa memberikan manfaat dan menghalau kejahatan dsbnya,
maka ini termasuk syirik.
QS Al Baqarah 165: Dan di antara manusia
ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka
mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang
beriman amat sangat cintanya kepada Allah.
Oleh karena itu, Al Quran dan As Sunnah Nabawiyah
memberikan peringatan agar kita tidak jatuh pada ghuluw, yaitu dengan cara:
1. Doa di setiap sholat, yaitu doa di ayat
terakhir Al Fatihah. Bukan jalannya orang2 yang dimurkai dan bukan jalannya
orang2 yang sesat. Di dalam tafsir, dikatakan bahwa orang2 yang dimurkai adalah
Yahudi dan orang2 yang sesat adalah Nasrani. Kenapa demikian? Karena mereka
berlebih-lebihan.
Jadi Yahudi, bangsa yang diberikan Taurat
oleh Allah, dan Nasrani yang diberikan Injil, seharusnya mereka berada di dalam
hidayah Allah, tapi karena mereka ghuluw, mereka menjadi musyrik
QS At Taubah 30-31:
30. Orang-orang Yahudi berkata,
"Uzair itu putera Allah." Dan orang-orang Nasrani berkata, "Al
Masih putera Allah.” Itulah ucapan yang keluar dari mulut mereka. Mereka
meniru ucapan orang-orang kafir yang terdahulu. Allah melaknat mereka;
bagaimana mereka sampai berpaling?
31. Mereka menjadikan orang-orang alim, dan
rahib-rahibnya (ahli ibadahnya) sebagai tuhan selain Allah, dan (juga) Al
Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha
Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Mahasuci Dia dari apa
yang mereka persekutukan.
Mereka ghuluw kepada Uzair, kepada Isa, dan
kepada guru-guru mereka dan menjadikan mereka seperti tuhan-tuhan mereka. Hukum
Allah itu tidak ada basa basi, bila melakukan kejahatan, pasti akan Allah balas sesuai kejahatannya.
QS An Nisa 123: (Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu dan bukan (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab. Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan dibalas sesuai dengan kejahatan itu, dan dia tidak akan mendapatkan pelindung dan penolong selain Allah ,
2. Memberikan peringatan, jangan sampai
kita melampaui batas.
Mereka yang melampaui batas itu adalah orang-orang yang
dzholim.
QS Al Baqarah 190: janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.
Jadi kalau Allah sudah memberikan batas,
ini halal ini haram, ini syirik, ini fitnah, maka kita harus berhati2 jangan
melampui batas yang sudah ditetapkan itu.
3. Istiqomah.
Al Quran mengajak seluruh manusia, dan
bahkan dimulai dari Rasulullah SAW agar istiqomah (komitmen) terhadap seluruh
ajaran-ajaran Islam. Ajaran Islam dalam rumah tangga kita, dalam beragama,
dalam berbangsa, bernegara, dalam berseni, dsbnya.
Terkadang ada orang yang mengatakan, "saya ini kan politikus, kalau saya komitmen
dengan Islam, nanti saya tidak terpilih…" Naudzu billah… ini ghuluw.,,, Sama juga di dalam dunia ekonomi juga demikian. Sama juga dalam dunia media, dan sebagainya. Kapan pun dan dalam melaksanakan tugas apa pun, kita harus istiqomah dengan ajaran Islam.
Ketika ayat ini turun, sahabat bertanya
pada Rasulullah, “kenapa engkau cepat beruban?” Jawab Rasulullah, Aku beruban
karena ayat Hud 112.
QS Hud 112: Maka tetaplah engkau (Muhammad)
di jalan yang benar, sebagaimana telah diperintahkan kepadamu dan (juga) orang
yang bertobat bersamamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sungguh, Dia Maha
Melihat apa yang kamu kerjakan.
Ketika orang-orang berlomba-lomba tentang batu
akik, dan sebagainya, maka kita harus tetap komitmen, tidak terjatuh dalam
syirik.
Pertanyaan #1. Apakah fenomena saat ini
tentang batu akik, yang berupa ciptaan Allah, bukan hanya dikagumi keindahannya
saja, tapi juga dipercaya mempunyai kemampuan tertentu. Bagaimana ustadz
memandang hal tersebut?
Jawaban:
Fenomena seperti itu akan terulang ketika
umat Islam tidak memahami Islam secara benar. Ini adalah ghuluw yang berkaitan
dengan kepercayaan.
Mencintai ciptaan Allah adalah suatu yang
wajar, tapi bila sudah masuk kepada keyakinan seperti kalau pakai batu akik ini
bisa menjatuhkan orang, dll, ini sudah termasuk ghuluw.
Maka ketika Umar bin Khattab mencium
Hajar Aswad, beliau berkata“Ya batu, saya tahu kamu tidak bisa memberikan manfaat dan tidak
bisa memberikan bahaya. Seandainya saya tidak melihat Rasulullah mencium kamu,
saya tidak mencium kamu."
Terhadap hajar aswad, batu yang terdapat di Kabah saja sikap kita seperti itu, apalagi terhadap batu-batu akik, yang sudah pasti tidak bisa memberikan mafaat dan
kemalangan.
Kita harus tetap memahami, bahwa wilayah syirik itu bukan hanya ada dalam dunia perdukunan. Di dunia kedokteran sekalipun, jika mempercayai
berlebihan bahwa yang menyembuhkan adalah dokter, teknologi, dsbnya, itu bisa terjatuh pada syirik.
Yang tidak kalah berbahayanya adalah ketika
seseorang mencintai para tokoh para imamnya, sampai2 mempercayai bahwa imamnya
itu ma’sum (terbebas dari kesalahan). Percaya bahwa setiap sesuatu yang dikatakan pemimpinnya harus diikuti, meski
itu membahayakan kaum muslimin. Ini berbahaya.
Ghuluw itu bisa mengancam orang
lain, karena ketika ia tidak bisa menerima orang yang menghina gurunya, atau tidak bisa menerima kepemimpinan
orang lain yang bukan gurunya, lalu ia menyakiti orang lain, ini adalah hal yang berbahaya.
Pertanyaan #2. Tumbuhnya sekte-sekte yang akhirnya membuat mereka saling mengkultuskan guru dan pemimpin mereka, bahkan sampai menghalalkan darah ditumpahkan. Bagaimana kita melihat ini?
Jawaban:
Ini sesungguhnya tidak boleh terjadi,
karena ini adalah ancaman, bukan hanya pada seseorang, tapi juga bagi bangsa dan
Negara. Tidak boleh darah tumpah karena ada pandangan yang ghuluw bahwa imamnya
pasti benar.
Ini hadir dari sebuah masyarakat yang
sebagiannya berbuat maksiat, sehingga ketika sebagian yang lain berusaha untuk berdakwah, tidak didukung dan orang-orang berkata, “ah mereka juga berbuat maksiat.”
Umat Islam ditinggalkan, tidak didukung dalam dakwahnya, sehingga akhirnya umat islam termarginalkan.
Kita tidak setuju ada ummat Islam yang berbuat
dosa, tapi kita juga tidak boleh membiarkan ummat Islam berjuang sendiri, baik
dalam dunia pendidikan, politik, dsbnya, Ummat Islam yang berdakwah harus didukung oleh seluruh ummat Islam.
Seseorang tidak akan bisa menghadirkan
solusi bila tidak ahu sebabnya. Maka kita harus mengetahui sebab ghuluw untuk mengetahui juga bagaimana nanti cara mengatasi ghuluw. Di antara sebab masyarakat itu menjadi ghuluw adalah:
1, Sebab-sebab yang bersifat historis, di
antaranya sejarah kaum Murjiah dan Khawarij. Kedua-duanya berlebihan dalam
menghadapi permasalahan. Di satu sisi, kaum Murjiah itu sangking cintanya pada
penguasa, akhirnya selalu memberikan pembenaran. Mereka mengatakan, “tidak apa2
ia berbuat dzholim, dia kan masih Islam” sehingga seolah-olah mereka berkata “tidak
apa2 berbuat maksiat.”
Di sisi lain, kaum Khawarij sangat keras
menentang orang Islam yang berbuat dosa. Mereka mengkafirkan orang yang ebrbuat
dosa besar itu, sehingga mengatakan halal harta bendanya, halal darahnya, dll. Ini
ghurur juga, semula niatnya benar, supaya tidak ada pengkultusan kepada
pemimpin, tapi lama2 mereka sendiri ghuluw juga.
Sampai-sampai ada yang mengkafirkan Abu Bakar, Umar,
Utsman, Muawiyah, dan para sahabat lainnya.
Kalau Umar saja dikatakan kafir,
Muawiyah kafir, lalu bagaimana dengan kita?
Kaum Khawarih ini menggunakan penafsiran yang salah dari Al Maidah 44 untuk mengkafirkan para sahabat.
QS Al Maidah 44: Barangsiapa yang tidak
memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah
orang-orang yang kafir.
Ali RA berkata, ayat ini benar, tapi penafsirannya
yang salah.
Jangan sampai muncul pembenaran-pembenaran
terhadap seorang pemimpin semata-mata dikarenakan ia dalam koalisi yang sama
dengan dirinya.
2. Sebab-sebab yang berkaitan dengan pola
pikir, pemahaman,
Ini muncul karena manhaj/metodologi untuk memahami
Islam yang menyimpang.
Contoh dalam ekonomi, sangking semangatnya
membangun ekonomi, sampai-sampai mengatakan bahwa riba itu boleh. Karena
menafsirkan ayat tentang riba di bawah ini, bahwa kalau tidak berlipat ganda
maka riba itu boleh.
QS Ali Imron 130: Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu
kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.
Padahal riba itu biar pun sedikit tidak
boleh, apalagi banyak.
Ada juga pemahaman yang mengatakan bahwa “guru
saya tidak perlu lagi sholat.” Ada yang mengatakan bahwa maqom gurunya sudah
tinggi, sehingga kalau sholat ruhnya ada di masjidil haram, dll. Ini mereka
ghuluw dalam menafsirkan QS Al Hijr ayat terakhir (ayat 99), yang ditafsirkan
secara salah, seolah-olah orang yang sudah tinggi tingkatan (maqom) ma’rifat
(kedekatannya dengan Allah), tidak perlu lagi beribadah kepada Allah.
Kalau benar ada maqom (kedudukan) seperti
itu, mestinya Rasulullah yang menempati level tertinggi, sedangkan Rasulullah
masih tetap sholat berjamaah di masjid, puasa, dan sebagainya.
Pertanyaan #3. Bagaimana cara mengatasi
ghuluw?
Jawaban:
Jangan sampai mencari solusi dari luar,
tapi kita harus mengambil solusi dari sumber yang asli, yaitu Al Quran dan As
Sunnah.
1. Tau iyyah (memberikan pemahaman,
kepekaan)
Yaitu dengan cara:
a. Harus dengan sumber-sumber yang asli,
yaitu Al Quran dan Al Hadist.
b. Harus secara syaamil (menyeluruh), yaitu
ketika membahas tentang ghuluw, bukan hanya bahas batu akik, tapi semua jenis
ghuluw. Kita harus peduli terhadap permasalahan yang membahayakan kehidupan
berbangsa dan bernegara ini. Jangan menyampaikan kebenaran hanya
setengah-setengah, dikarenakan merasa tidak enak terhadap seseorang. Jangan mengejar
ridho manusia, yang tidak ada pangkalnya itu. Yang kita cari adalah ridho
Allah.
2. Al Shultoh (kekuasaan)
Karena tidak semua permasalahan di dunia
ini bisa diselesaikan dengan ceramah, tapi harus juga dengan kekuasaan,
Bisa kita lihat dalam peperangan melawan
penjajah di Indonesia, para ulama tidak hanya berceramah saja, tapi ikut
bangkit angkat senjata melawan penjajah.
Ketika suatu saat ada sebagian sahabat
pergi ke sebuah pohon, kenang2an masa lalu, yaitu kenangan ketika mereka bersumpah
(bai’at) di bawah pohon tersebut dengan Rasulullah. Melihat kejadian para
sahabat pergi ke pohon tersebut untuk mengenang peristiwa bai’at, maka Umar bin
Khattab menebang pohon tersebut. Karena khawatir nanti dipahami salah oleh
generasi-generasi selanjutnya.
Sedangkan kepala daerah di Indonesia, bila
ada sesuatu benda yang dianggap ada kaitannya dengan sejarah, malah
dilanggengkan dengan dibuatkan monumen, dengan alasan memperhatikan warisan
budaya, dikunjungi, dan dielu-elukan. Ini adalah satu kesalahan.
Maka harus ada kekuasaan yang berpihak pada
aturan Allah, sehingga tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan seperti itu.
Kalau tidak ada yang mau melakukan dakwah, maka akan terjadi kemungkaran.
Karena ketika syirik dibiarkan, kita khawatir begal-begal akan bertambah
banyak.
Ketika seseorang melihat kemungkaran, dan
dia diam, maka dia adalah setan yang bisu.
Kita ingin dicintai oleh Allah, maka kita
tidak bisa diam jika melihat kemungkaran, dan itu lah sebabnya kekuasaan sangat
penting dalam mencegah kemaksiatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar