Minggu, 08 Maret 2015

Edisi Akhir Pekan: Al Ghuluw (Berlebih-lebihan)

 Kita membahas tema yang cukup ramai, tentang batu, terutama batu akik.

Satu muqoddimah yang selalu diulang-ulang, yaitu tidak ada permasalahan dalam hidup ini, pasti ada tuntunannya dalam Al Quran.

Al ghuluw, maknanya melampaui batas dan ketentuan. Setiap yang melampaui batas dan ketentuan Allah disebut al ghuluw.

Hadist riwayat Imam Ahmad, Nabi bersabda; “waspadalah kalian dari ghuluw, berlebihan dalam beragama, karena al ghuluw itu membinasakan orang2 terdahulu.

Kita menyintai batu akik dsbnya, tapi bila batu akik itu dipercaya bisa memberikan manfaat dan menghalau kejahatan dsbnya, maka ini termasuk syirik.

QS Al Baqarah 165: Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.

Oleh karena itu, Al Quran dan As Sunnah Nabawiyah memberikan peringatan agar kita tidak jatuh pada ghuluw, yaitu dengan cara:

1. Doa di setiap sholat, yaitu doa di ayat terakhir Al Fatihah. Bukan jalannya orang2 yang dimurkai dan bukan jalannya orang2 yang sesat. Di dalam tafsir, dikatakan bahwa orang2 yang dimurkai adalah Yahudi dan orang2 yang sesat adalah Nasrani. Kenapa demikian? Karena mereka berlebih-lebihan.

Jadi Yahudi, bangsa yang diberikan Taurat oleh Allah, dan Nasrani yang diberikan Injil, seharusnya mereka berada di dalam hidayah Allah, tapi karena mereka ghuluw, mereka menjadi musyrik

QS At Taubah 30-31:

30. Orang-orang Yahudi berkata, "Uzair itu putera Allah." Dan orang-orang Nasrani berkata, "Al Masih putera Allah.” Itulah ucapan yang keluar dari mulut mereka. Mereka meniru ucapan orang-orang kafir yang terdahulu. Allah melaknat mereka; bagaimana mereka sampai berpaling?

31. Mereka menjadikan orang-orang alim, dan rahib-rahibnya (ahli ibadahnya) sebagai tuhan selain Allah, dan (juga) Al Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Mahasuci Dia dari apa yang mereka persekutukan.


Mereka ghuluw kepada Uzair, kepada Isa, dan kepada guru-guru mereka dan menjadikan mereka seperti tuhan-tuhan mereka. Hukum Allah itu tidak ada basa basi, bila melakukan kejahatan, pasti akan Allah balas sesuai kejahatannya.

QS An Nisa 123: (Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu dan bukan (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab. Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan dibalas sesuai dengan kejahatan itu, dan dia tidak akan mendapatkan pelindung dan penolong selain Allah ,


2. Memberikan peringatan, jangan sampai kita melampaui batas. 
Mereka yang melampaui batas itu adalah orang-orang yang dzholim.

QS Al Baqarah 190: janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. 

Jadi kalau Allah sudah memberikan batas, ini halal ini haram, ini syirik, ini fitnah, maka kita harus berhati2 jangan melampui batas yang sudah ditetapkan itu.

3. Istiqomah.
Al Quran mengajak seluruh manusia, dan bahkan dimulai dari Rasulullah SAW agar istiqomah (komitmen) terhadap seluruh ajaran-ajaran Islam. Ajaran Islam dalam rumah tangga kita, dalam beragama, dalam berbangsa, bernegara, dalam berseni, dsbnya.

Terkadang ada orang yang mengatakan, "saya ini kan politikus, kalau saya komitmen dengan Islam, nanti saya tidak terpilih…" Naudzu billah… ini ghuluw.,,, Sama juga di dalam dunia ekonomi juga demikian. Sama juga dalam dunia media, dan sebagainya. Kapan pun dan dalam melaksanakan tugas apa pun, kita harus istiqomah dengan ajaran Islam.

Ketika ayat ini turun, sahabat bertanya pada Rasulullah, “kenapa engkau cepat beruban?” Jawab Rasulullah, Aku beruban karena ayat Hud 112.

QS Hud 112: Maka tetaplah engkau (Muhammad) di jalan yang benar, sebagaimana telah diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang bertobat bersamamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sungguh, Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.

Ketika orang-orang berlomba-lomba tentang batu akik, dan sebagainya, maka kita harus tetap komitmen, tidak terjatuh dalam syirik.

Pertanyaan #1. Apakah fenomena saat ini tentang batu akik, yang berupa ciptaan Allah, bukan hanya dikagumi keindahannya saja, tapi juga dipercaya mempunyai kemampuan tertentu. Bagaimana ustadz memandang hal tersebut?

Jawaban:

Fenomena seperti itu akan terulang ketika umat Islam tidak memahami Islam secara benar. Ini adalah ghuluw yang berkaitan dengan kepercayaan.

Mencintai ciptaan Allah adalah suatu yang wajar, tapi bila sudah masuk kepada keyakinan seperti kalau pakai batu akik ini bisa menjatuhkan orang, dll, ini sudah termasuk ghuluw.

Maka ketika Umar bin Khattab mencium Hajar Aswad, beliau berkata“Ya batu, saya tahu kamu tidak bisa memberikan manfaat dan tidak bisa memberikan bahaya. Seandainya saya tidak melihat Rasulullah mencium kamu, saya tidak mencium kamu."

Terhadap hajar aswad, batu yang terdapat di Kabah saja sikap kita seperti itu, apalagi terhadap batu-batu akik, yang sudah pasti tidak bisa memberikan mafaat dan kemalangan.

Kita harus tetap memahami, bahwa wilayah syirik itu bukan hanya ada dalam dunia perdukunan. Di dunia kedokteran sekalipun, jika mempercayai berlebihan bahwa yang menyembuhkan adalah dokter, teknologi, dsbnya, itu bisa terjatuh pada syirik.

Yang tidak kalah berbahayanya adalah ketika seseorang mencintai para tokoh para imamnya, sampai2 mempercayai bahwa imamnya itu ma’sum (terbebas dari kesalahan). Percaya bahwa setiap sesuatu yang dikatakan pemimpinnya harus diikuti, meski itu membahayakan kaum muslimin. Ini berbahaya.

Ghuluw itu bisa mengancam orang lain, karena ketika ia tidak bisa menerima orang yang menghina gurunya, atau tidak bisa menerima kepemimpinan orang lain yang bukan gurunya, lalu ia menyakiti orang lain, ini adalah hal yang berbahaya.

Pertanyaan #2. Tumbuhnya sekte-sekte yang akhirnya membuat mereka saling mengkultuskan guru dan pemimpin mereka, bahkan sampai menghalalkan darah ditumpahkan. Bagaimana kita melihat ini?

Jawaban:

Ini sesungguhnya tidak boleh terjadi, karena ini adalah ancaman, bukan hanya pada seseorang, tapi juga bagi bangsa dan Negara. Tidak boleh darah tumpah karena ada pandangan yang ghuluw bahwa imamnya pasti benar.

Ini hadir dari sebuah masyarakat yang sebagiannya berbuat maksiat, sehingga ketika sebagian yang lain berusaha untuk berdakwah, tidak didukung dan orang-orang berkata, “ah mereka juga berbuat maksiat.”

Umat Islam ditinggalkan, tidak didukung dalam dakwahnya, sehingga akhirnya umat islam termarginalkan.

Kita tidak setuju ada ummat Islam yang berbuat dosa, tapi kita juga tidak boleh membiarkan ummat Islam berjuang sendiri, baik dalam dunia pendidikan, politik, dsbnya, Ummat Islam yang berdakwah harus didukung oleh seluruh ummat Islam.

Seseorang tidak akan bisa menghadirkan solusi bila tidak ahu sebabnya. Maka kita harus mengetahui sebab ghuluw untuk mengetahui juga bagaimana nanti cara mengatasi ghuluw. Di antara sebab masyarakat itu menjadi ghuluw adalah:

1, Sebab-sebab yang bersifat historis, di antaranya sejarah kaum Murjiah dan Khawarij. Kedua-duanya berlebihan dalam menghadapi permasalahan. Di satu sisi, kaum Murjiah itu sangking cintanya pada penguasa, akhirnya selalu memberikan pembenaran. Mereka mengatakan, “tidak apa2 ia berbuat dzholim, dia kan masih Islam” sehingga seolah-olah mereka berkata “tidak apa2 berbuat maksiat.”

Di sisi lain, kaum Khawarij sangat keras menentang orang Islam yang berbuat dosa. Mereka mengkafirkan orang yang ebrbuat dosa besar itu, sehingga mengatakan halal harta bendanya, halal darahnya, dll. Ini ghurur juga, semula niatnya benar, supaya tidak ada pengkultusan kepada pemimpin, tapi lama2 mereka sendiri ghuluw juga.

Sampai-sampai ada yang mengkafirkan Abu Bakar, Umar, Utsman, Muawiyah, dan para sahabat lainnya. 

Kalau Umar saja dikatakan kafir, Muawiyah kafir, lalu bagaimana dengan kita?

Kaum Khawarih ini menggunakan penafsiran yang salah dari Al Maidah 44 untuk mengkafirkan para sahabat.

QS Al Maidah 44: Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.

Ali RA berkata, ayat ini benar, tapi penafsirannya yang salah.

Jangan sampai muncul pembenaran-pembenaran terhadap seorang pemimpin semata-mata dikarenakan ia dalam koalisi yang sama dengan dirinya.

2. Sebab-sebab yang berkaitan dengan pola pikir, pemahaman,

Ini muncul karena manhaj/metodologi untuk memahami Islam yang menyimpang.

Contoh dalam ekonomi, sangking semangatnya membangun ekonomi, sampai-sampai mengatakan bahwa riba itu boleh. Karena menafsirkan ayat tentang riba di bawah ini, bahwa kalau tidak berlipat ganda maka riba itu boleh.

QS Ali Imron 130: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.

Padahal riba itu biar pun sedikit tidak boleh, apalagi banyak.

Ada juga pemahaman yang mengatakan bahwa “guru saya tidak perlu lagi sholat.” Ada yang mengatakan bahwa maqom gurunya sudah tinggi, sehingga kalau sholat ruhnya ada di masjidil haram, dll. Ini mereka ghuluw dalam menafsirkan QS Al Hijr ayat terakhir (ayat 99), yang ditafsirkan secara salah, seolah-olah orang yang sudah tinggi tingkatan (maqom) ma’rifat (kedekatannya dengan Allah), tidak perlu lagi beribadah kepada Allah.

Kalau benar ada maqom (kedudukan) seperti itu, mestinya Rasulullah yang menempati level tertinggi, sedangkan Rasulullah masih tetap sholat berjamaah di masjid, puasa, dan sebagainya.

Pertanyaan #3. Bagaimana cara mengatasi ghuluw?

Jawaban:
Jangan sampai mencari solusi dari luar, tapi kita harus mengambil solusi dari sumber yang asli, yaitu Al Quran dan As Sunnah.

1. Tau iyyah (memberikan pemahaman, kepekaan)
Yaitu dengan cara:
a. Harus dengan sumber-sumber yang asli, yaitu Al Quran dan Al Hadist.
b. Harus secara syaamil (menyeluruh), yaitu ketika membahas tentang ghuluw, bukan hanya bahas batu akik, tapi semua jenis ghuluw. Kita harus peduli terhadap permasalahan yang membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara ini. Jangan menyampaikan kebenaran hanya setengah-setengah, dikarenakan merasa tidak enak terhadap seseorang. Jangan mengejar ridho manusia, yang tidak ada pangkalnya itu. Yang kita cari adalah ridho Allah.

2. Al Shultoh (kekuasaan)
Karena tidak semua permasalahan di dunia ini bisa diselesaikan dengan ceramah, tapi harus juga dengan kekuasaan,

Bisa kita lihat dalam peperangan melawan penjajah di Indonesia, para ulama tidak hanya berceramah saja, tapi ikut bangkit angkat senjata melawan penjajah.

Ketika suatu saat ada sebagian sahabat pergi ke sebuah pohon, kenang2an masa lalu, yaitu kenangan ketika mereka bersumpah (bai’at) di bawah pohon tersebut dengan Rasulullah. Melihat kejadian para sahabat pergi ke pohon tersebut untuk mengenang peristiwa bai’at, maka Umar bin Khattab menebang pohon tersebut. Karena khawatir nanti dipahami salah oleh generasi-generasi selanjutnya.

Sedangkan kepala daerah di Indonesia, bila ada sesuatu benda yang dianggap ada kaitannya dengan sejarah, malah dilanggengkan dengan dibuatkan monumen, dengan alasan memperhatikan warisan budaya, dikunjungi, dan dielu-elukan. Ini adalah satu kesalahan.

Maka harus ada kekuasaan yang berpihak pada aturan Allah, sehingga tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan seperti itu. Kalau tidak ada yang mau melakukan dakwah, maka akan terjadi kemungkaran. Karena ketika syirik dibiarkan, kita khawatir begal-begal akan bertambah banyak.

Ketika seseorang melihat kemungkaran, dan dia diam, maka dia adalah setan yang bisu.


Kita ingin dicintai oleh Allah, maka kita tidak bisa diam jika melihat kemungkaran, dan itu lah sebabnya kekuasaan sangat penting dalam mencegah kemaksiatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar