Islam adalah ajaran yang realistis dan idealis.
Realitasnya, sebagian kaum muslimin, ada
yang tidak cukup dengan istri satu, sehingga kita tidak boleh membiarkan
sesorang yang akhirnya berbuat zina, karena takut cemoohan orang lain bila ia
poligami.
Idealisnya, dia harus berbuat adil kepada
istri-istrinya.
Karena jika tidak berlaku adil di tengah2
istrinya, yang menjadi korban bukan hanya istri saja, tapi juga anak cucu,
mertua, orang tua, dll. Karena pernikahan bukan ikatan antara dua orang saja,
tapi dua keluarga besar.
Solusi bila ada masalah dalam keluarga
adalah membicarakannya dengan melibatkan pihak keluarga istri. Manajemen
keluarga bisa dilihat di ayat sbb:
QS An Nisa 34-35:
34. Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi
kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian
yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian
dari harta mereka. Maka perempuan-perempuan yang saleh, adalah mereka yang taat
kepada Allah dan menjaga diri ketika suaminya tidak ada, karena Allah telah
menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz,
hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur
(pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi, jika mereka
menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya
Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.
35. Dan jika kamu khawatirkan terjadi
persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam (juru damai) dari
keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang
hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada
suami-istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti.
Bagi saudaraku yang memberanikan dirinya
menikahi istri lebih dari 1, sadarilah bahwa yang mengalami kedholiman bila
kita tidak adil, bukan cuma istri kita, tapi keluarga istri kita juga. Jangan
sampai untuk mendapatkan hak kita yaitu untuk beristri lebih dari satu, menjadi
mengantarkan kita tidak berbuat tidak adil. Bukankah tujuan pernikahan adalah
menciptkan keluarga yang sakinah (membawa ketenangan)?
Ketika Allah menyuruh kita berbuat adil,
tapi di ayat lain, Allah mengatakan “kalian tentu tidak akan mampu berbuat adil”.
Ini tentu bukan kontradiksi
QS An Nisa 129: Dan kalian tidak akan mampu
untuk berbuat adil di antara istri2 kamu, walau kalian sudah berusaha
semaksimal mungkin.
Bagaimana di satu sisi Allah menyuruh kita
berbuat adil, tapi di ayat lain, Allah meniadakan kemampuan berbuat adil kepada
istri-istri.
Sopan santun etika kita sebagai muslim dalam
memahami Al Quran, adalah kita yakin bahwa tidak mungkin terjadi kontradiksi
dalam ayat-ayat Al Quran. Cara memahaminya adalah: adil yang dituntut oleh Al
Quran, di mana kita dituntut kepada istri2 kita adalah, keadilan yang bersifat
dzhohir yang memang dalam ruang lingkup kemampuan manusia. Adil dalam
memberikan pakaian, rumah, dan dalam hal2 yang sifatnya materi lainnya. Dhzolim
dalam hal ini, berarti kita melakukan dosa besar.
Keadilan yang di luar kemampuan manusia,
seperti rasa cinta, kasih sayang, dll ini sudah barang tentu itu di luar
kemampuan manusia, karena rasa cinta adalah hak prerogatif dari Allah. Maka
dari itu Rasulullah adalah suami yang paling adil kepada istri-istrinya, akan
tetapi beliau mengakui dan berdoa, yang diabadikan dalam hadist diriwayatkan
Abu Dawud dalam bab nikah, menggilir istri2: “Ya Allah, inilah bagianku,
kemampuan aku berbuat adil untuk menggilir, oleh karena itu jangan lah Engkau
menghukumku dalam sesuatu yang Engkau miliki sedangkan aku tidak memilikinya.”
Beliau mengaku di hadapan Allah SWT, bahwa
masalah cinta, kasih sayang itu tempatnya di hati, dan yang menguasia seluruh
hati manusia adalah Allah. Sehingga jangan sampai perasaan kita, apakah perasaan
kita sebagai perempuan, atau kah sebagai bapak, menolak hukum Allah dengan
alasan ayat ini, bahwa tidak mungkin bisa berbuat adil terhadap istri2 kalian
meskipun kalian bersungguh2. Di sini harus dipahami, bahwa pemahamannya
berbeda, yaitu yang dimaksud adalah tidak boleh dzholim dalam keadilan yang
bersifat dzhohir, tapi keadilan dalam bentuk cinta, tidak ada yang mampu.
Rumah tangga yang dibangun di atas
kedzholiman, adalah rumah tangga yang menunggu kehancurannya, meski tidak
hancur di dunia, dia akan hancur di akhirat. Lakukan keadilan itu agar
diberkahi oleh Allah. Karena pernikahan bukan hanya pertemuan secara fisik,
tapi pernikahan mempunyai misi yang utama, di antaranya adalah:
Tarbiyah auladiyah, membangun anak2 kita
menjadi calon pemimpin2 bangsa, “waj ‘alnaa lil muttaqiina imaamaa” (Ya Allah,
jadikan anak2 kami pemimpin orang2 yang bertaqwa).
Tarbiyah wiqoiyah, mendidik keluarga kita
agar punya tindakan prefentif agar tidak terjatuh ke dalam neraka. Semakin
banyak keluarga kita maka akan semakin banyak tanggung jawab kita, ketika dia
tidak adil, maka di akhirat seorang suami akan berjalan miring.
Semoga keluarga kita semua diberikan taufik
menegakkan keadilan. Wallahua’lam bish showwab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar