Kalau boleh diumpamakan bahwa seorang imam
itu diibaratkan dalam tubuh manusia, seperti jantung, sehingga dapat
dibayangkan betapa sangat luar biasa pentingnya peran imam. Negara ini walau
pun kaya raya, Allah berikan kekayaan yang luar biasa, emas lautan, dsbnya,
kalau pemimpinnya tidak tegas, maka sangat bahaya.
Pertanyaannya, bagaimana Al Quran berbicara
tentang pemimpin yang dikehendaki oleh Allah, sehingga masyarakatnya bangga
terhadap pemimpinnya.
QS Al Anbiya 73: Dan Kami menjadikan mereka
itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, dan
Kami wahyukan kepada mereka agar berbuat kebaikan, melaksanakan shalat,
menunaikan zakat, dan hanya kepada Kami mereka menyembah.
Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat di atas, bahwa
pemimpin yang diridhoi oleh Allah adalah yang:
1. selalu memberi petunjuk dengan
berdasarkan perintah Allah, dan mangajak manusia kepada Allah.
2. memproduksi kebaikan2, maka dia akan
tegas karena sulit dicari-cari kesalahannya. Tidak boleh pemimpin itu diam
saja. Di mana ada kebaikan, maka di situ memproduksi kebaikan. Maka buktikan
legalitas formal itu bahwa ia benar2 memproduksi kebaikan
3. selalu mendirikan sholat. Sholat berarti
seseorang lebih berkomunikasi dengan Allah. Jika seseorang sudah dekat dengan
Allah, maka ia tidak bisa ditekankan oleh pihak mana pun, karena Allah adalah
kuat. Bila seluruh kekuatan dunia bersatu padu, tapi di hadapan Allah mereka
kecil.
4. membayar zakat. Zakat ini membuat
rakyatnya sejahtera. Negara mana pun yang pemimpinnya membayar zakat dan
diikuti rakyatnya, maka rakyatnya sejahtera
5. mereka hanya menjadi budak, hamba2 Allah.
Bagaimana kita menjadikan Al Quran sebagai
pedoman bagi pemimpin, yang tegas.
Al Quran hadir di tengah2 umat manusia,
untuk menjadikan umat sebagai ukhrijat linnaas, umat terbaik yang ditampilkan
di depan umat amnesia, oleh sebab itu harus dipimpin oleh pemimpin yang
diridhoi oleh Allah. Seperti apa kah kriteria pemimpin itu?
Seorang pemimpin yang tegas, yang tidak
bisa diintervensi oleh pihak2 mana pun oleh tekanan-tekanan, baik dari dalam
dan luar negri, maka harus benar2 menjadi hamba Allah, tidak menjadi hamba
lainnya.
Seseorang tidak akan memahami betapa dalamnya
redaksi Al Quran, kalau dia tidak memahami “hal yang didahulukan” dan “hal yang
diakhirkan”.
Wakaanuu lanaa aabidin..Dan mereka hanya
beribadah kepada Kami.
Allah mendahulukan "lana" daripada "aabidiin", sehingga penjelasannya adalah: “dan mereka hanya hamba-hamba Kami”
Seorang pemimpin memang dipilih rakyatnya,
tapi tidak boleh jadi budak rakytanya
Seorang pemimpin memang dibiyayi oleh orang
lain, tapi ia tidak boleh jad
QS Al Ahzab 1: Hai Nabi bertaqwalah kamu
kepada Allah, dan jangan kamu taat kepada orang2 kafir dan munafiq.
Ketika Nabi diperintahkan untuk bertaqwa
kepada Allah dan jangan sekali2 taat kepada orang2 kafir, apakah kafir
musyrikin atau pun kafir Yahudi dan Nasrani.
Yang memenangkan Anda adalah Allah, maka
harus menjadi budaknya Allah saja, jangan menjadi budak yang lainnya. Pemimpin seperti ini, seluruh perjuangannya akan jelas dilindungi oleh Allah.
Bagaimana agar pemimpin itu tegas, kita
tidak bicara tentang orang lain, ini juga berbicara tentang kita. Diri kita sendiri juga
adalah pemimpin. Seluruh pemimpin akan ditanya tentang sesuatu yang
dimpimpin.
Pertanyaan #1. Terkait kasus Bali Nine, ada
2 orang yang sudah divonis hukuman mati, tapi belum juga dieksekusi, dan ada sebagian
orang mensinyalir bahwa pemerintah kita takut, bagaimana pak Kiyai memandangnya?
Jawaban:
Kita harus memahami karakter kehidupan ini,
yaitu karakter orang2 kafir yang sampai kapan pun akan saling menolong sesama mereka.
QS Al Anfal 73: Orang-orang kafir itu
sebagiannya menjadi penolong sebagian lainnya.
QS Al Baqarah 120: Orang-orang Yahudi dan
Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka
Sebenarnya, Negara mana pun kalau umat
Islam benar2 menegakkan Islam, maka umat agama yang lainnya di negri itu juga
terlindungi. Haram hukumnya berbuat dzholim kepada orang kafir dzimmy.
Hadist: “Barangsiapa yang menyakiti kafir
dzimmy maka dia telah melukai aku.”
Narkoba telah membunuh banyak orang, dan
kenapa itu tidak dikatakan telah membunuh manusia?
Kalau perampok begal dibunuh oleh
masyarakat, maka media mengatakan bahwa “masyarakat main hakim sendiri,” tapi
ketika perampok membunuh korban, tidak ada yang mengatakan, “perampok main
hakim sendiri.”
Pemerintah harus cepat mengeksekusi, karena
setan itu membisiki, baik setan dalam negri maupun setan luar negri. Setan
manusia, maupun setan jin.
QS Al An’am 112: Dan demikianlah Kami
jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis)
manusia dan (dan jenis) jin.
Bisikan manusia itu lebih membahayakan
daripada bisikan setan jin, sehingga di ayat di atas disebutkan lebih dahulu. Maka
dari itu pemimpin yang tegas harus segera mengeksekusi vonis yang
ditetapkannya, agar tidak tergoda oleh bisikan-bisikan manusia.
Ada hukuman mati yang dijatuhkan kepada
bangsa Indonesia sendiri dan sudah vonis dan dilaksanakan.
Jadi, karakter pemimpin yang pertama
adalah, harus tegas.
Pertanyaan #2. Pemimpin itu tidak hanya
Presiden, tapi termasuk diri kita sendiri. Misalkan ini di Negri Antah
Berantah, Presidennya, diberi pilihan, mau Negara mu disebut sebagai Negara teroris,
atau menjadikan satu orang warga negaramu sebagai teroris. Tentunya pemimpin
kemungkinan akan memilih menjadikan satu warganya itu dikorbankan daripada
seluruh warganya yang terkena. Bagaimana pendapat Pak Kiyai?
Jawaban:
Kita yakin betul sejarah pasti akan
berulang, sudah ada contohnya.
Kita ingat, ketika satu saja warga
perempuannya diganggu oleh Yahudi, seorang pemimpin yang tegas, menginstruksikan
perang kepada Yahudi. Padahal itu hanya satu perempuan saja, sudah sedemikian tegasnya
pemimpin untuk membela rakyatnya.
Kita bayangkan, seandainya pemimpin kita bisa
tegas seperti itu.
1. Kemandirian politik, ekonomi, senjata,
dan kemandirian2 yang lain sehingga tidak bisa diintervensi.
Padahal Indonesia ini kaya, tidak hampa
harta, tidak hampa asset. Kita punya minyak, punya emas, dsbnya. Tapi kenapa
kita susah untuk tegas? Karena kita tidak punya kemandirian.
Umar Bin Khtabba kedatangan seorang temannya
yang membawa orang asing dan mengatakan, “ya Umar, ini ahli tata Negara.” Umar
bilang. “pergi! Karena kita punya banyak ahil tata Negara.”
Kita bukan saja tidak tegas, tapi juga kita
menggunakan bahasa2 yang tidak tegas, seperti hutang yang disebut sebagai
bantuan.
Pemimpin yang tegas, harus menjadi
hamba-hamba Allah, dan bukan hamba dari Negara lain, bukan hamba dari Rakyatnya
dll. Dia menjadi budaknya Allah, tapi ia menjadi pemimpin untuk rakyatnya.
Bangsa ini adalah bangsa pejuang, dulu berjuang
dengan Belanda, Jepang, Portugis, tapi kenapa sekarang menjadi tidak PD, tapi
yang benar adalah bukan PD, tapi PA (Percaya pada Allah).
Jadi, karakter pemimpin yang kedua adalah
Kemandirian.
Pertanyaan #3. Aksi mengumpulkan koin,
penjualan batu akik dan sebagainya untuk mengembalikan hutang dari Negara tetangga
itu, sebenarnya adalah bentuk kemandirian. Tapi kenapa tidak juga pemerintah
berani mengeksekusi?
Jawaban:
Karakter yang ketiga adalah, As Sajaa’ah
(keberanian). Seseorang di dunia ini ketika dia mengaku sebagai orang Islam,
konsekuensinya ia harus berani.
Al Maidah 54: Hai orang-orang yang beriman,
barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya maka kelak Allah akan
mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya,
yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min, yang bersikap keras
terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut
kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya
kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi
Maha Mengetahui.
Ketika seseorang murtad, maka Allah akan mendatangkan
generasi baru yang:
1. dipercaya oleh Allah, dan mereka ini hanya
yang berani-berani saja.
2. sopan santun kepada orang muslim,
3. tegas mempunyai izzah di depan orang
kafir
4. berjihad di jalan Allah,
5. tidak takut dengan orang2 yang mencela.
Kalau soal kematian itu, semua manusia akan
mati, maka tidak berjuang pun juga mati. Kalau memang begitu, kanepa tidak kita
tidak memilih mati yang terbaik, jangan takut berbuat baik!
Kalau ada yang berbuat maksiat, maka ada
syaikh yang mengatakan, “wahai Hamba Allah, takutlah kepada Allah. Kita tinggal
di bumi Allah, jadi kalau tidak mau mengikuti Allah, jangan tinggal di bumi
Allah.”
Allah berikan kita dengan kasus Bali Nine,
dan reaksi rakyat yang cepat, semoga pemimpin kita dapat segera bertindak
tegas. Dan himbauan ini juga berlaku untuk diri kita, untuk segera kita
memeriksa diri sendiri, apakah kita sudah menjadi pemimpin yang baik?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar