Terjemah QS Al Baqarah 188: Dan janganlah
sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan
yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim,
supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan
(jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.
1. Di dalam Islam, sesuatu yang haram, akan
tetap haram, walaupun seorang hakim telah memutuskan bahwa yang diputuskan itu
halal sesuai dengan yang dzhahir yang dia lihat.
Tidak akan yang haram itu menjadi halal,
karena hakim memutuskan dia menang. Meskipun yang menjadi hakim itu adalah
Rasulullah.
Di dalam hadist Riwayat Bukhari dan Muslim,
Nabi bersabda, “sesungguhnya kalian mengadu kepada saya, maka bisa jadi salah
satu di antara kalian, hujjahnya lebih kuat daripada yang lainnya, lalu aku
putuskan dia itu menang, karena itu yang terlihat secara dzhohir, maka hal yang
haram itu akan menjadikan dirinya dibakar di neraka. Terserah dia apakah akan
diambil atau tidak.”
Nabi sebelum memutuskan hukum, memberikan
arahan dulu, pencerahan dulu, agar jangan sampai yang ada di dalam benak orang
di dalam pengadilan ini adalah hanya menang, tapi harus lah tahu bahwa yang
terpenting adalah apakah halal atau haram. Sehingga Nabi slelau memberikan
pengarahan seperti di atas sebelum peradilan dimulai.
Inilah pentingnya kita tahu bahayanya
sesuatu yang haram. Walaupun keputusan hakim itu menentukan bahwa ia yang menang,
tapi yang haram tetaplah haram, walau keputusan hakim menyatakan itu halal.
Meskipun hakimnya itu Rasulullah, karena beliau memutuskan perkara itu sesuai
yang dzhohir2nya saja.
Islam menanamkan Al Quran dalam sanubari
kaum muslimin, tidak mementingkan menang tapi haram. Yang penting adalah harus halal.
Ketika seorang hakim memutuskan perkara
sesuai dzhohirnya, harus dipahami bahwa “Allah selalu mengawasi muslim” maka
harusnya muslim takut berbuat curang, sehingga yang ada di dalam pikirannya
bukan lah soal menang. Karena yang tahu
apa yang ada di dalam hati adalah Allah.
Yang harus lebih kita waspadai akan
bahayanya pekerjaan dan harta yang haram adalah orang2 yang kuat, memanfaatkan
kelemahan orang lain.
2. Seorang pemimpin, karena rakyatnya
bodoh, menipu rakyatnya. Alasannya, karena bangsa ini ingatannya pendek.
Hal ini bukan saja persoalan kepemimpinan
dalam bangsa dan Negara saja, tapi juga dalam keluarga. Yaitu ketika memakan
harta benda anak yatim, termasuk laki2 memakan harta benda istrinya, atau
saudara laki-laki memakan harta benda anak perempuannya. Itu semua dahsyat
adzabnya dari Allah.
Ketika kita menolong orang2 yang lemah,
pada dasarnya itu membawa barokah.
“Sesungguhnya kamu dimenangkan oleh Allah,
sebab ada orang2 yang lemah di antara kalian.”
Nabi adalah pemimpin yang paling terdepan
kepeduliaannya dengan orang yang lemah.
Beliau sangat perhatian dengan anak yatim
sehingga di akhirat nanti posisi beliau begitu dekat dengan mereka.
Beliau juga begitu perhatian dengan janda
beranak banyak, sehingga menikahi meereka, sedangkan yang dinikahi masih gadis
hanyalah Aisyah.
3. Seluruh energy di dunia ini milik rayat,
air, matahari, hasil bumi harusnya mudah diakses oleh rakyat.
4. Mengambil harta orang banyak
Jangan mentang2 harta ini punya orang
banyak, lalu kita mengambilnya. Korupsi itu adalah perbuatan yang merugikan
banyak orang. Kalau kita minta maaf, minta maaf kepada siapa?
Di antara orang yang berdosa kepada manusia
lalu bertobat, tidak cukup hanya dengan istighfar, tapi harus minta maaf lalu
mengembalikan harta yang dia ambil itu.
Korupsi itu dosa yang sangat besar. Dia
berdosa terhadap orang banyak. Harta orang banyak yang telah dia ambil. Maka
jangan sekali2 kita melakukan korupsi ini.
Oleh karena itu, datanglah Al Quran dengan
ancaman yang sangat dahsyat bagi orang yang mengambil ghanimah (rampasan perang)
secara halus, sehingga tidak diketahui orang2.
Terjemah QS Ali Imran 161: Barangsiapa yang
berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan
datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan
diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal,
sedang mereka tidak dianiaya.
Harta benda itu haram baik bagi pejabat
besar, maupun pegawai rendahannya, sama2 haram!
Jangan sampai orang yang diberikan jabatan,
kemudian jabatan itu digunakan untuk menipu rakyat, untuk mendapatkan hadiah
karena jabatannya. Seseorang yang mempunyai hati yang bersih, dia mengetahui
bahwa itu bukan hadiah, tapi itu adalah sogokan!
Sebagian rakyat memberikan hadiah kepada
Khalifah Umar bin Abdul Aziz, lalu beliau menolaknya, ketika ditolak, si
pemberi berkata, “sesungguhnya Rasulullah menerima hadiah, kenapa engkau tidak
menerimanya?” Jawabannya Umar, “sesungguhnya hadiah yang diberikan kepada Rasulullah
adalah benar2 hadiah, sedangkan hadiah yang diberikan kepada saya adalah riswah
(sogokan)!”
Pemimpin tahu bahwa ia diberikan hadiah
karena dia punya wewenang agar dia memberikan pertimbangan tertentu saat
menetapkan keputusan.
Nabi marah ketika melihat aturan Allah dilanggar.
Orang yang melihat kemungkaran lalu diam, maka dia adalah setan yang bisu.
Ibnu lub diyah, ketika datang dari tugasnya
membawa harta benda, berkata, “ini untuk kalian, dan ini hadiah untukku.” Maka
Nabi menolak perkataan itu.
Coba kalau seseorang itu hanya duduk2 saja
di rumah bapaknya, di rumah ibunya, artinya dia tidak pergi bekerja untuk
mengumpulkan zakat, apakah mungkin dia dapat hadiah? Tidak mungkin! Itu adalah
haram.
Itu dalam kehidupan sekarang disebut
sebagai gratifikasi.
Semoga kita semua tidak tergoda dengan
harta yang banyak kalau itu haram. Aamiin..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar