Selasa, 21 April 2015

Jalan Kemandirian (1)

Islam adalah agama kemerdekaan. Agama yang benar2 memperhatikan kemerdekaan ummat manusia. Tidak mungkin sebuah bangsa merdeka kalau dia tidak mandiri dalam kehidupan. Bagaimana agar bangsa yang kita cintai ini mandiri, di antaranya:

1. Mendayagunakan dg baik seluruh sumber daya yang telah diberikan oleh Allah SWT

Jangan sampai ada potensi sumber daya yang ada di negri ini disia2kan. Apakah itu bersifat ekonomi, materi, fisik, dsbnya. Semuanya harus digunakan dalam rangka menyejahterakan rakyat. Tidak boleh sedikitpun disia2kan. Bahkan wajib untuk menjaganya, karena itu adalah amanah. Begitu banyak ayat2 Al Quran yang mengingatkan kita semua tentang amanah.

Terjemah QS An Nisa 58: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya

Bila diabaikan amanah ini, maka kita berdosa, dan yang paling besar dosanya adalah pemimpinnya.

Terjemah QS Al Anfal 27: Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu

Selain sumberdaya itu adalah amanah, dia juga nikmat yang wajib kita syukuri dan merupakan kaidah kehidupan. Bangsa mana pun yang pandai mensyukuri nikmat Allah, maka akan menjadi bangsa yang maju dan mandiri.

Kaidah syukur: “Siapa pun yang mensyukuri nikmat Allah maka akan Allah tambahkan nikmat2 baru.”

Terjemah QS Ibrahim 7: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih"

Pertanyaannya, apa tandanya bahwa kita benar2 bersyukur pada Allah.

1. Pengakuan bahwasanya seluruh nikmat itu benar2 datang dari Allah.
2. Mendayagunakan dengan sebaik2nya seluruh nikmat2 Allah dalam rangka taat kepada Allah SWT.
Kita diberikan lautan, hutan, rakyat yang aslinya memiliki sopan santun yang tinggi, seharusnya didayagunakan sebaik2nya.

Jangan sampai terbalik. Ketika diberikan al istiqlal, malah memperbanyak titik2 kemaksiatan. Itu bukan mensyukuri kemerdekaan Indonesia. Itu justru mengotori kemerdekaan Indonesia.

Banyaknya ulama, banyaknya orang2 yang soleh, itu harus dimotivasi, didukung untuk memperbanyak kegiatan untuk memberikan pencerahan pada ummat. Adanya ulama, para ustadz, itu adalah nikmat yang sangat besar bagi sebuah bangsa dan Negara, karena Negara itu akan diberikan berkah oleh Allah SWT.

Apa jadinya kalau ada seseorang atau sekelompok orang yang tidak mensyukuri nikmat Allah?

Jawabannya, bukan dikurangi nikmatnya, tapi Allah jawab “sesungguhnya adzabKu sangat pedih.”

Adzab itu bisa berupa banjir, tanah longsor, manusia yang makin brutal, pemimpin yang dzalim, rakyat tidak taakt pada pemimpinnya, begal di mana2. Na’udzubillahi min dzalik.

Kalau sebegitu pentingnya kita memberdayakan seluruh sumber daya yang ada di bumi ini, maka kalau ada yang menyia-nyiakan, itu pasti mendapatkan adzab dari Allah.

Terjemah QS Al An’am 140: Sesungguhnya rugilah orang yang membunuh anak-anak mereka, karena kebodohan lagi tidak mengetahui dan mereka mengharamkan apa yang Allah telah rezeki-kan pada mereka dengan semata-mata mengada-adakan terhadap Allah. Sesungguhnya mereka telah sesat dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.

Sebuah bangsa yang menyia2kan potensi manusia, atau pun sumber daya lainnya, divonis oleh Allah sebagai:
1. rugi
2. bodoh, walau seandairnya seluruh dunia menganggapnya pakar.
3. mengharamkan apa yang telah Allah rezekikan kepada mereka
4. pembohong
5. sesat
6. orang2 yang tidak mendapatkan petunjuk

Kalau Allah menghalalkan binatang ternak, maka jangan sampai ada manusia yang menyia2kan ciptaan Allah dengan mengharamkannya.

Nabi SAW mengingatkan kita semua akan kewajiban intifa’ (mendayagunakan setiap potensi yang diberikan Allah) walau pun kelihatannya remeh.

Mari kita lihat Rasulullah SAW, pemimpin kita, yang harus kita teladani seluruh aspek kehidupannya. Ketika beliau melewati kambing yang telah menjadi bangkai. Sahabat menjawab, “Ya Rasulullah itu adalah kambingnya Maulah.” Lalu nabi menjawab, “Yang haram itu bangkai kambing untuk dimakan, tapi kulitnya yang sudah disamak sedemikian rupa, itu sangat baik.”

Hadist ini muttafaq alaihi

Logika seseorang mungkin berpikir, itu kan sudah bangkai, ya sudah dikubur saja, tapi Rasulullah memerintahkan untuk ambil kulitnya dan disamak.

Bagaiamna seandainya Nabi hidup di bumi Indonesia, melihat hutan dan loahan yang kosong tidak dimanfaatkan. Jangan kan kambing spt di hadist tadi, bahkan makanan yang jatuh atau pun nempel di jari2 kita, harus kita makan setelah dibersihkan, agar tidak dimakan oleh setan.

Jangan kan hutan, jangan kan laut, sisa makanan di jari jemari kita saja tidak boleh disia2kan.

Mengenai pertanian, dikatakan, “barang siapa yang punya sebidang tanah, maka wajib baginya menanamnya. Jika tidak, maka berikan kepada saudarnya untuk menanamnya, atau dengan bagian mudharrabah.”


Betapa banyaknya tanah yang masih nganggur tidak digarap di tanah air kita, padahal dikatakan banyak pengangguran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar