Memahami istilah yang berhubungan dengan
agama Islam, maka harus dikembalikan kepada pemahaman yang diberikan di dalam
ayat-ayat Al Quran dan di Sunnah Rasulullah.
Khilafah tampil dalam berbagai bentuk kata:
Khalifah -> QS Al Baqarah 30: Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi".
Khalaaifah (khalifah-khalifah) -> QS Yunus
73: dan Kami jadikan mereka itu pemegang kekuasaan
Khulafaa’ -> QS An Naml 62: dan yang
menjadikan kalian sebagai khalifah-khalifah bumi (khulafa’ al-ardh).
Istikhlaaf -> QS An Nuur 55: Dan Allah
telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan
amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa
dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka
berkuasa,
Mustakhlaf -> QS Al Hadiid: 7: Berimanlah
kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan nafkahkanlah sebagian dari apa-apa yang Dia
telah menjadikan kalian mustakhlaf (yang dijadikan sebagai khalifah)
terhadapnya.
Bahwa khilaafah adalah tema Quran, sehingga
cara memahaminya harus kembali kepada Al Quran dan Sunnah. Jangan memahaminya
berdasarkan kelompok tertentu, ormas tertentu, orang tertentu.
Apa yang dimaksud dengan khilaafah?
Secara Bahasa, khilaafah itu artinya
pengganti. Makanya Abu Bakar As Siddiq disebut khalifah, menggantikan
Rasulullah SAW.
Suatu ketika Abu Bakar dipanggil, “yaa
khalifatullah.” Lalu Abu Bakar mengoreksi, “jangan panggil saya seperti itu.
Saya adalah khalifaturrasuullah (pengganti Rasulullah).”
Sehingga jangan sampai yang ada di benak
kita ketika mendengar kata Khalifah, hanya kekuasaan saja, karena seperti itu
akan membuat penguasa yang ada saat itu menjadi tidak nyaman, merasa akan
ditumbangkan dsbnya. Padahal tidak seperti itu.
Makna Khalifah itu adalah:
1. Al Khilafatu Ubudiyatun wa Siyadah
(Khilafah adalah penghambaan hanya kepada Allah dan kepemimpinan)
Semua kita adalah pemimpin dan juga
sekaligus hamba. Seorang guru, dia adalah pemimpin di sekolahnya, tapi
sekaligus juga hamba Allah. Seorang pemimpin perusahaan adalah pemimpin di
perusahaannya, sekaligus juga hamba Allah.
Ketika Allah bicara tentang syarat
kepeminpinan, maka syarat ke-5 adalah hamba Allah.
Terjemah QS Al Anbiya 73: Dan Kami
menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan
perintah Kami, dan Kami wahyukan kepada mereka agar berbuat kebaikan, melaksanakan
shalat, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kami mereka menyembah.
Wakaanuu lanaa ‘aabidiin (dan hanya kepada
Kami mereka menyembah).
Jadi seorang pemimpin adalah petugasnya
Allah SWT, yang tugasnya hanya menjalankan perintah Allah.
Kenapa dikatakan ubudiyah, karena status
dia adalah hamba Allah, tidak akan berubah menjadi tuhan.
Allah menyebut Nabi Muhammad di surat Al
Isra’ ayat 1, sebagai ‘abdullah (hamba Allah). Karena di dalam perjalanan Isra’
dan Mi’raj, Nabi diistimewakan oleh Allah, perjalananannya jauh tapi hanya
dalam 1 malam. Allah muliakan dengan subhanalladzii asraa bi ‘abdihii (Maha
suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya).
Juga dalam menurunkan Al Quran, Allah tidak
menyebutkan Muhammad, tapi Allah sebutkan ‘abdihi, Tabarokalladzii nazzalal
furqoona ‘ala ‘abdihii (Maha Tinggi Allah yang telah menurunkan Furqon (Al
Quran) kepada hambaNya (Muhammad).
Panggilan yang memuliakan sebagai hamba
Allah ini bukan ditujukan hanya kepada Rasullullah saja, tapi juga kepada
hamba2 Allah yang rajin sholat malam (Qiyamul Lail), orang2 yang tawadhu dalam
berjalan di muka bumi, dll.
Al Furqan 63: wa ‘ibadurrahmaanilladziina yamsyuuna
‘alal ardhi (adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang
yang berjalan di bumi dengan rendah hati)
Jadi ketika berbicara tentang khilafah, itu
maksudnya meskipun seseorang adalah pemimpin, tapi dia tetap hamba Allah yang berkewajiban
untuk ibadah kepada Allah.
Jadi kalau sudah menjadi pemimpin sebuah Negara,
maka dia bukan pemimpin orang Islam saja, tapi juga seluruh rakyatnya.
Rasulullah ketika memimpin Negara, yang
dilindungi bukan hanya muslimin saja, tapi juga non-muslim. Rasulullah berkata,
“Barangsiapa yang menyakiti kafir dzimmy, maka ia telah melukai aku.”
Islam adalah agama rahmat. Islam melawan
kedhzoliman. Tidak ada pemaksaan dalam agama.
Jadi seluruh kinerjanya, kebijaksanaannya,
harus benar2 semata2 ibadah kepada Allah, bukan budaknya manusia lain, atau
bangsa lain, dsbnya.
Juga ia sebagai pemimpin. Seorang pemimpin
itu selalu menjaga kehormatan, dan membela rakyatnya. Makanya seorang pemimpin
harus tegas. Kalau ia telah dipilih sebagai pemimpin, maka ia harus menjadi
pemimpin yang melindungi seluruh rakyatnya, bukan hanya melindungi golongan
yang dulu mengutusnya saja.
Hubungan kita kepada Allah adalah sebagai
hamba, dan hubungan kita dengan rakyat adalah sebagai pemimpin.
Jangan sampai ketika kita menjadi pemimpin,
rakyat takut mengungkapkan pendapat, takut membela yang benar, dsbnya.
Seorang pemimpin harusnya membuat rakyatnya
tenang.
Pertanyaan #1. Ada sebagian masyarakat yang
tidak paham, yang mengatakan, “kalau misalnya masuk kepada Islam, maka dia
harus patuh pada pemimpinnya, bahwa jika pemimpin bilang A, maka harus ikut
kata pemimpinnya walau pemimpinnya itu salah.”
Bagaimana Islam memandang hal ini?
Jawab:
QS An Nisa 59: Yaa ayyulahhadziina aamanu,
athiiullah wa athii urrasuula wa ulil amri minkum (Wahai orang-orang beriman,
taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul, dan pemimpin di antara kalian).
Ini ayat yang berkaitan dengan masalah
kehidupan berbangsa dan bernegara, berkaitan dengan kepemimpinan.
Kalau tidak ikut petunjuk kebenaran itu
pasti sesat.
Ayat ini berbunyi, taatlah kepada Allah,
dan taatlah kepada Rasulullah, dan kepada pemimpin kalian. Begitu sampai pada “pemimpin
kalian,” tidak ada perintah “taatlah” di sebelumnya.
Ulama tafsir mengatakan, karena taat kepada
Allah dan Rasul itu mutlak, tidak ada tapi nya. Sedangkan taat kepada pemimpin
kita, apakah itu orang tua kita, pemimpin partai kita, guru kita, dsbnya taatnya
itu tidak mutlak.
Pada dasarnya yang wajib ditaati secara
mutlak adalah Allah dan RasulNya.
Pertanyaan #2. Banyak muslim yang awam
ketakutan dan berhati2 dengan masalah Khalifah.
Jawab:
Seluruh amal ibadah kita dan kita berjuang
melalui ajaran Islam yang bernama khilafah itu harus Islam. Tujuan Allah
menciptakan kita, adalah untuk melihat siapa yang paling baik amalnya. Kalau
dalam hal yang kecil saja kita harus ihsan (berbuat yang terbaik), apalagi
dalam berbangsa dan bernegara. Maka harus lebih baik lagi.
Allah mampu menjadikan Nabi sebagai
pemimpin di Makkah. Tapi kenapa hal itu tidak Allah wujudkan?
Ada sahabat yang tidak sabar, yang ingin
berperang saja saat masih di Mekkah. Tapi Rasulullah katakan, “tidak. Kita
belum diperintah untuk berperang. Jalankan dulu sholat dan zakat.”
Itu lah, pemimpin itu tidak mengikuti
perasaan. Walau perasaan itu memang penting, tapi tidak menjadikan itu sebagai
satu2nya pertimbangan.
Seorang Khalifah atau Nabi, maka seluruh
kebijakannya harus berdasarkan petunjuk Allah, bukan berdasarkan perasaan.
Hikmahnya pun hanya Allah yang Tahu, tapi
kita coba gali hikmahnya.
1. Padahal orang2 kafir sudah menawarkan
kekuasaan kepada Rasulullah, tapi Rasulullah menolak, karena kekuasaan itu
hanya alat, sedangkan yang lebih penting adalah bagaimana dakwah terus
berjalan.
2. Di dunia ini ada sunnatullah yang tidak
boleh kita lupakan, yaitu berprosess (at tadarruj).
Jangan kan bagi kita yang ingin mempunyai
kekuasaan, bahkan Allah dalam memnyiptakan langit dan bumi pun secara bertahap,
ada proses, padahal Allah mampu menjadikannya tanpa proses.
Hikmahnya adalah: agar manusia selalu
berproses.
Salah satu rahasianya adalah doa. Menghadapi
orang yang saat ini memusuhi Islam, tidak selalu dihadapi dengan perang, tapi
juga melalui doa.
Umar bin khattab masuk Islam karena
didoakan.
3. Kita jangan isti’jal (terburu2), ketika
menghadapi orang2 yang dzholim
Karena sunnatullah memberikan contoh, bahwa
tidak semua orang yang dzholim langsung diadzab oleh Allah. Termasuk Khalid bin
Walid, yang tadinya mendzholimi umat Islam , ternyata ke depannya dia menjadi
Pedang Allah membela ummat Islam.
Ini artinya, kita mendoakan, tapi juga
tidak boleh lari dari kewajiban memberi peringatan kepada orang yang dzholim.
Bila ada pilihan2, maka kenapa tidak
memilih yang lebih mudah.
Kapan kita harus bersabar, kapan kita harus
terus berproses, kapan kita harus tetap berdoa dan kapan kita harus berperang.
Jihad fii sabiilillah bukan satu2nya cara
untuk mencapai Khilafah.
Ketika Adam as diciptakan sebagai khalifah,
itu sebuah kemuliaan. Seolah2 malaikat itu iri dengan mengatakan, “mengapa
Engkau menjadikan manusia sebagai pemimpin?”
Al Khilafah juga tanggungjawab kita. Bukan
semata2 mendapatkan kekuasaan. Ketika saudara kita menjadi pemimpin, maka itu
juga tanggungjawab, bukan semata2 kehormatan dari Allah.
Karena dia akan dimintai pertanggungjawaban
kelak di akhirat.
Terjemah QS Al A’raf 6: Maka sesungguhnya
Kami akan menanyai umat-umat yang telah diutus rasul-rasul kepada mereka dan
sesungguhnya Kami akan menanyai (pula) rasul-rasul (Kami),
Rasul dan seluruh ummatnya, termasuk yg
menjadi khalifah, akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah.
Sehingga ketika menjadi khalifah, ia tidak
sewenang2
4. Memperbaiki dan Membangun
Jadi apa pun bentuk berbangsa dan
bernegara, maka kewajiban kita adalah memperbaiki bangsa dan Negara ini, bukan
merusak.
Khilafah adalah memperbaiki system ekonomi,
budaya, dsbnya.
Wa imaarah (dan membangun). Ketika Allah
menangkat manusia menjadi khalifah, maka tugasnya adalah imaarah (membangun).
Jangan sampai ketika berkuasa, justru harta
benda hilang, asset Negara dijual, dsbnya.
Justru asset Negara harusnya bertambah.
Kalau seseorang menjadi suami, harusnya
menambah warisan, bukan malah menjual2nya.
Ketika Islam berjaya menjadi pemimpin dunia,
bukan berarti kekayaan yang didapatkan itu diberikan ke Madinah, tapi Irak
dibangun, Andalusia dibangun, dstnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar