Sabtu, 25 April 2015

Edisi Akhir Pekan 25 April 2015: Membuka Makna Daulah Khilafah

Memahami istilah yang berhubungan dengan agama Islam, maka harus dikembalikan kepada pemahaman yang diberikan di dalam ayat-ayat Al Quran dan di Sunnah Rasulullah.

Khilafah tampil dalam berbagai bentuk kata:

Khalifah -> QS Al Baqarah 30: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi".

Khalaaifah (khalifah-khalifah) -> QS Yunus 73: dan Kami jadikan mereka itu pemegang kekuasaan

Khulafaa’ -> QS An Naml 62: dan yang menjadikan kalian sebagai khalifah-khalifah bumi (khulafa’ al-ardh).

Istikhlaaf -> QS An Nuur 55: Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa,

Mustakhlaf -> QS Al Hadiid: 7: Berimanlah kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan nafkahkanlah sebagian dari apa-apa yang Dia telah menjadikan kalian mustakhlaf (yang dijadikan sebagai khalifah) terhadapnya.

Bahwa khilaafah adalah tema Quran, sehingga cara memahaminya harus kembali kepada Al Quran dan Sunnah. Jangan memahaminya berdasarkan kelompok tertentu, ormas tertentu, orang tertentu.

Apa yang dimaksud dengan khilaafah?

Secara Bahasa, khilaafah itu artinya pengganti. Makanya Abu Bakar As Siddiq disebut khalifah, menggantikan Rasulullah SAW.


Suatu ketika Abu Bakar dipanggil, “yaa khalifatullah.” Lalu Abu Bakar mengoreksi, “jangan panggil saya seperti itu. Saya adalah khalifaturrasuullah (pengganti Rasulullah).”

Sehingga jangan sampai yang ada di benak kita ketika mendengar kata Khalifah, hanya kekuasaan saja, karena seperti itu akan membuat penguasa yang ada saat itu menjadi tidak nyaman, merasa akan ditumbangkan dsbnya. Padahal tidak seperti itu.

Makna Khalifah itu adalah:

1. Al Khilafatu Ubudiyatun wa Siyadah (Khilafah adalah penghambaan hanya kepada Allah dan kepemimpinan)

Semua kita adalah pemimpin dan juga sekaligus hamba. Seorang guru, dia adalah pemimpin di sekolahnya, tapi sekaligus juga hamba Allah. Seorang pemimpin perusahaan adalah pemimpin di perusahaannya, sekaligus juga hamba Allah.

Ketika Allah bicara tentang syarat kepeminpinan, maka syarat ke-5 adalah hamba Allah.

Terjemah QS Al Anbiya 73: Dan Kami menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, dan Kami wahyukan kepada mereka agar berbuat kebaikan, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kami mereka menyembah.

Wakaanuu lanaa ‘aabidiin (dan hanya kepada Kami mereka menyembah).

Jadi seorang pemimpin adalah petugasnya Allah SWT, yang tugasnya hanya menjalankan perintah Allah.

Kenapa dikatakan ubudiyah, karena status dia adalah hamba Allah, tidak akan berubah menjadi tuhan.

Allah menyebut Nabi Muhammad di surat Al Isra’ ayat 1, sebagai ‘abdullah (hamba Allah). Karena di dalam perjalanan Isra’ dan Mi’raj, Nabi diistimewakan oleh Allah, perjalananannya jauh tapi hanya dalam 1 malam. Allah muliakan dengan subhanalladzii asraa bi ‘abdihii (Maha suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya).

Juga dalam menurunkan Al Quran, Allah tidak menyebutkan Muhammad, tapi Allah sebutkan ‘abdihi, Tabarokalladzii nazzalal furqoona ‘ala ‘abdihii (Maha Tinggi Allah yang telah menurunkan Furqon (Al Quran) kepada hambaNya (Muhammad).

Panggilan yang memuliakan sebagai hamba Allah ini bukan ditujukan hanya kepada Rasullullah saja, tapi juga kepada hamba2 Allah yang rajin sholat malam (Qiyamul Lail), orang2 yang tawadhu dalam berjalan di muka bumi, dll.

Al Furqan 63: wa ‘ibadurrahmaanilladziina yamsyuuna ‘alal ardhi (adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati)

Jadi ketika berbicara tentang khilafah, itu maksudnya meskipun seseorang adalah pemimpin, tapi dia tetap hamba Allah yang berkewajiban untuk ibadah kepada Allah.

Jadi kalau sudah menjadi pemimpin sebuah Negara, maka dia bukan pemimpin orang Islam saja, tapi juga seluruh rakyatnya.

Rasulullah ketika memimpin Negara, yang dilindungi bukan hanya muslimin saja, tapi juga non-muslim. Rasulullah berkata, “Barangsiapa yang menyakiti kafir dzimmy, maka ia telah melukai aku.”

Islam adalah agama rahmat. Islam melawan kedhzoliman. Tidak ada pemaksaan dalam agama.

Jadi seluruh kinerjanya, kebijaksanaannya, harus benar2 semata2 ibadah kepada Allah, bukan budaknya manusia lain, atau bangsa lain, dsbnya.

Juga ia sebagai pemimpin. Seorang pemimpin itu selalu menjaga kehormatan, dan membela rakyatnya. Makanya seorang pemimpin harus tegas. Kalau ia telah dipilih sebagai pemimpin, maka ia harus menjadi pemimpin yang melindungi seluruh rakyatnya, bukan hanya melindungi golongan yang dulu mengutusnya saja.

Hubungan kita kepada Allah adalah sebagai hamba, dan hubungan kita dengan rakyat adalah sebagai pemimpin.

Jangan sampai ketika kita menjadi pemimpin, rakyat takut mengungkapkan pendapat, takut membela yang benar, dsbnya.

Seorang pemimpin harusnya membuat rakyatnya tenang.

Pertanyaan #1. Ada sebagian masyarakat yang tidak paham, yang mengatakan, “kalau misalnya masuk kepada Islam, maka dia harus patuh pada pemimpinnya, bahwa jika pemimpin bilang A, maka harus ikut kata pemimpinnya walau pemimpinnya itu salah.”

Bagaimana Islam memandang hal ini?

Jawab:

QS An Nisa 59: Yaa ayyulahhadziina aamanu, athiiullah wa athii urrasuula wa ulil amri minkum (Wahai orang-orang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul, dan pemimpin di antara kalian).

Ini ayat yang berkaitan dengan masalah kehidupan berbangsa dan bernegara, berkaitan dengan kepemimpinan.

Kalau tidak ikut petunjuk kebenaran itu pasti sesat.

Ayat ini berbunyi, taatlah kepada Allah, dan taatlah kepada Rasulullah, dan kepada pemimpin kalian. Begitu sampai pada “pemimpin kalian,” tidak ada perintah “taatlah” di sebelumnya.

Ulama tafsir mengatakan, karena taat kepada Allah dan Rasul itu mutlak, tidak ada tapi nya. Sedangkan taat kepada pemimpin kita, apakah itu orang tua kita, pemimpin partai kita, guru kita, dsbnya taatnya itu tidak mutlak.

Pada dasarnya yang wajib ditaati secara mutlak adalah Allah dan RasulNya.

Pertanyaan #2. Banyak muslim yang awam ketakutan dan berhati2 dengan masalah Khalifah.

Jawab:

Seluruh amal ibadah kita dan kita berjuang melalui ajaran Islam yang bernama khilafah itu harus Islam. Tujuan Allah menciptakan kita, adalah untuk melihat siapa yang paling baik amalnya. Kalau dalam hal yang kecil saja kita harus ihsan (berbuat yang terbaik), apalagi dalam berbangsa dan bernegara. Maka harus lebih baik lagi.

Allah mampu menjadikan Nabi sebagai pemimpin di Makkah. Tapi kenapa hal itu tidak Allah wujudkan?

Ada sahabat yang tidak sabar, yang ingin berperang saja saat masih di Mekkah. Tapi Rasulullah katakan, “tidak. Kita belum diperintah untuk berperang. Jalankan dulu sholat dan zakat.”

Itu lah, pemimpin itu tidak mengikuti perasaan. Walau perasaan itu memang penting, tapi tidak menjadikan itu sebagai satu2nya pertimbangan.

Seorang Khalifah atau Nabi, maka seluruh kebijakannya harus berdasarkan petunjuk Allah, bukan berdasarkan perasaan.

Hikmahnya pun hanya Allah yang Tahu, tapi kita coba gali hikmahnya.

1. Padahal orang2 kafir sudah menawarkan kekuasaan kepada Rasulullah, tapi Rasulullah menolak, karena kekuasaan itu hanya alat, sedangkan yang lebih penting adalah bagaimana dakwah terus berjalan.

2. Di dunia ini ada sunnatullah yang tidak boleh kita lupakan, yaitu berprosess (at tadarruj).

Jangan kan bagi kita yang ingin mempunyai kekuasaan, bahkan Allah dalam memnyiptakan langit dan bumi pun secara bertahap, ada proses, padahal Allah mampu menjadikannya tanpa proses.

Hikmahnya adalah: agar manusia selalu berproses.

Salah satu rahasianya adalah doa. Menghadapi orang yang saat ini memusuhi Islam, tidak selalu dihadapi dengan perang, tapi juga melalui doa.

Umar bin khattab masuk Islam karena didoakan.


3. Kita jangan isti’jal (terburu2), ketika menghadapi orang2 yang dzholim

Karena sunnatullah memberikan contoh, bahwa tidak semua orang yang dzholim langsung diadzab oleh Allah. Termasuk Khalid bin Walid, yang tadinya mendzholimi umat Islam , ternyata ke depannya dia menjadi Pedang Allah membela ummat Islam.

Ini artinya, kita mendoakan, tapi juga tidak boleh lari dari kewajiban memberi peringatan kepada orang yang dzholim.

Bila ada pilihan2, maka kenapa tidak memilih yang lebih mudah.

Kapan kita harus bersabar, kapan kita harus terus berproses, kapan kita harus tetap berdoa dan kapan kita harus berperang.

Jihad fii sabiilillah bukan satu2nya cara untuk mencapai Khilafah.

Ketika Adam as diciptakan sebagai khalifah, itu sebuah kemuliaan. Seolah2 malaikat itu iri dengan mengatakan, “mengapa Engkau menjadikan manusia sebagai pemimpin?”

Al Khilafah juga tanggungjawab kita. Bukan semata2 mendapatkan kekuasaan. Ketika saudara kita menjadi pemimpin, maka itu juga tanggungjawab, bukan semata2 kehormatan dari Allah.

Karena dia akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat.

Terjemah QS Al A’raf 6: Maka sesungguhnya Kami akan menanyai umat-umat yang telah diutus rasul-rasul kepada mereka dan sesungguhnya Kami akan menanyai (pula) rasul-rasul (Kami),

Rasul dan seluruh ummatnya, termasuk yg menjadi khalifah, akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah.

Sehingga ketika menjadi khalifah, ia tidak sewenang2

4. Memperbaiki dan Membangun

Jadi apa pun bentuk berbangsa dan bernegara, maka kewajiban kita adalah memperbaiki bangsa dan Negara ini, bukan merusak.
Khilafah adalah memperbaiki system ekonomi, budaya, dsbnya.

Wa imaarah (dan membangun). Ketika Allah menangkat manusia menjadi khalifah, maka tugasnya adalah imaarah (membangun).

Jangan sampai ketika berkuasa, justru harta benda hilang, asset Negara dijual, dsbnya.
Justru asset Negara harusnya bertambah.

Kalau seseorang menjadi suami, harusnya menambah warisan, bukan malah menjual2nya.


Ketika Islam berjaya menjadi pemimpin dunia, bukan berarti kekayaan yang didapatkan itu diberikan ke Madinah, tapi Irak dibangun, Andalusia dibangun, dstnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar