Minggu, 26 April 2015

Edisi Akhir Pekan 26 April 2015: Jihad di antara Realita dan Idealita

Di antara problematika umat manusia adalah tidak mengembalikan terminologi ke istilah aslinya. Ketika istilah2 Islam ini tidak dikembalikan ke dalam sumber aslinya, maka akan terjadi kerancuan dalam memahaminya. Akan terjadi kemusykilan, ketika realita yang tidak sesuai dengan idealita.

Jihad adalah kata yang berasal dari jim, ha, dan dal, yang maknanya adalah letih, capek, dan sulit. Artinya, orang yang melakukan jihad itu letih, capek, berat, sulit. Sudah berjihad, tapi kemudian dicap teroris dan sebagainya.
Juga di antara makna lainnya adalah kesungguhan dan kekuatan. Jadi orang yang berjihad itu adalah orang yang bersungguh2.

Memahami jihad jangan berdasarkan makna Bahasa saja. Karena kalau memahami secara bahasa saja, bisa berbahaya. Seperti misalnya kalau memahami sholat hanya secara Bahasa saja, sholat yang secara Bahasa bermakna doa itu, maka orang itu akan mengatakan bahwa saya sholat cukup dengan berdoa saja. Atau kalau memahami Islam dari segi Bahasa saja, maka Islam dimaknai secara berserah diri saja. Ini bahaya.

Makna jihad secara istilah adalah mendayagunakan seluruh upaya potensi kita untuk memerangi orang kafir, tujuannya adalah menegakkan kalimatullah. Ini penting, tujuannya bukan untuk dikatakan sebagai pemberani.

Dari dua pendekatan ini. Bisa kita pahami bahwa jihad punya medan/lapangan yang luas. Sehingga selain tujuan untuk perang, tapi juga berkaitan secara umum/luas, dalam rangka taat pada Allah SWT.

Ini bisa dilihat di hadist, bahwasanya Nabi bersabda, “orang yang berjihad adalah orang yang bersungguh2 agar dirinya itu benar2 taat kepada Allah.”

Ketika saudaraku bersungguh2 agar anaknya menjadi anak yang sholeh, ini juga termasuk makna jihad.

Ketika saudaraku berdakwah agar manusia mengikuti ajaran Allah, dengan cara bersungguh2, itu juga termasuk jihad.

Ketika saudaraku ada yang bersungguh2 mendirikan sholat di masjid, maka itu juga termasuk jihad.

Tapi jangan sampai menyingkirkan makna jihad yang perang. Yang mengatakan bahwa makna jihad itu bersungguh2, tapi meniadakan arti perang, maka dia telah mendholimi makna jihad. Karena ulama tafsir sepakat bila ada makna jihad yang dipertegas dengan fi sablillah, itu maknanya adalah perang.

QS Ash Shaf 10-11:
10. Wahai orang-orang yang beriman! Maukah kamu Aku tunjukkan suatu perdagangan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?

11. (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu, jika kamu mengetahui.


Tapi bila kata jihad dilepas tidak ada kata “fi sabilillah,” maka jihad yang dimaksud itu adalah bersungguh2 secara umum seperti di dalam QS Al Ankabut 6.

Terjemah QS Al Ankabut 6: Dan barang siapa berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu untuk dirinya sendiri.

Ketika kita bersungguh2 dalam mencari nafkah, maka manfaat kerja sungguh itu akan kita sendiri yang merasakan.

Ketika kita bersungguh2 menuntut ilmu, maka kita sendiri yang akan mendapatkan manfaatnya, dstnya.

Membahayakan dalam kehidupan beragama dan juga berbangsa dan bernegara, yaitu suatu ungkapan yang dinisbahkan kepada Rasulullah, bahwa setelah pulang dari Perang Badar itu disebut sebagai jihad yang kecil, “kami baru pulang dari jihad yang kecil, dan menuju jihad yang besar, yaitu melawan hawa nafsu.”

Ungkapan ini sering disampaikan oleh para penceramah bahkan di TV, sebagai sebuah hadist. Ini sangat membahayakan, karena:
1.    Orang ini berbohong kepada para Nabi.
Barangsiapa yang membohongi aku, maka tempatnya adalah neraka. Padahal itu ungkapan dari Ibrahim ibnu Abi Ablah. Dia adalah orang yang berbohong. Ulama2 hadist menerangkan hal ini, seperti Imam Nawawi, Imam Suyuthi, dll.
2.    Al jihad adalah puncak perjuangan di dalam Islam, tapi di dalam ungkapan ini disebut sebagai kecil.

Pertanyaan #1. Sebagian besar orang mungkin tidak paham bahwa itu hanya ungkapan, bukan hadist. Lalu bagaimana tingkatan jihad itu? Apakah di Negara yang adem ayem, atau di Negara yang sedang bergejolak seperti Palestina?

Selain kita memahami Al Quran dan Sunnah, kita juga harus mengenali medan/lapangan.

Kita harus bisa membedakan jihad antara di Palestina dengan di Indonesia saat ini.

Ketika Palestina, bumi Allah, bumi kaum muslimin, kiblat pertama umat islam, dirampas dengan senjata, maka kita juga angkat senjata.

Begitu juga ulama kita di Indonesia ketika dijajah dengan senjata pada zaman dulu, maka ulama kita juga angkat senjata.

Ketika saat ini umat Islam di Indonesia diperangi dengan ghozwul fikri (perang pemikiran), maka cara melawannya juga dengan pemikiran, bukan dengan angkat senjata.

Pertanyaan #2. Pemuda2 kita ada yang sedang semangat untuk menuntut ilmu, sehingga ketika mereka salah masuk ke pengajian, mereka mengangkat senjata di negri yang aman.

Bagaimana dengan kondisi di zaman Rasulullah dan sahabat2?

Jawab:
Keinginan bangsa ini, terutama pemuda pemudi kita untuk belajar Islam, bergabung dengan jamaah pengajian, sudah patut kita syukuri. Tapi keinginan berbuat baik saja tidak cukup. Harus dituntun agar tidak salah jalan. Di sinilah kewajiban para ulama memberikan pencerahan.

Agar tidak terjebak, maka:
1.    Kita harus tahu kualitas seorang ustadz.
Pada zaman dahulu, bila ada orang mengatakan, “Qoola Rasulullah (berkata Rasulullah)”, maka orng2 tidak akan segera percaya. Akan ditanyakan siapa sanadnya.
Maka dari itu di Al Quran banyak dikatakan, yas aluunaka, yang artinya: mereka menanyakan kepadamu (Muhammad).

Semua orang harus ada gurunya. Nabi saja berguru melalui jibril, jadi jangan percaya kepada orang yang mengatakan bahwa dia belajar sendiri.

2.    Bunuh diri di dalam perang adalah konyol.
Walau begitu, perlu diteliti dulu, apakah orang yang meletakkan bom di tubuhnya itu adalah sebuah tindakan bunuh diri atau bukan. Bom bunuh diri itu arti aslinya adalah bom syahid, tapi karena ada orang2 yang tidak suka dengan istilah Islam, maka diganti dengan bom bunuh diri. Tapi konteks bom syahid ini adalah ketika di daerah perang.

Ketika ada orang yang mengatakan, kasihan orang yang berjihad ini, dengan berkata, “kasihan orang ini menceburkan dirinya dalam kebinasaan,” seperti QS Al Baqarah 195: “dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan,”
Ada seorang Sahabat yang berdiri dan mengatakan, “ayat itu turun justru ketika kita sahabat Anshar sibuk dengan harta benda kita dengan meninggalkan jihad.”
Justru ayat itu untuk dikatakan kepada orang yang meninggalkan jihad.

Tapi realitasnya di saat ini,adalah bom sana bom sini, dan yang mati bukan hanya orang2 kafir tapi juga saudaranya yang muslim.

Negara kita bukan negri yang sedang berperang, jadi harus memahami medan.


Pertanyaan #3. Tadi aksi tersebut dikatakan karena mereka katanya tidak rela ada orang kafir. Sebenarnya, apa saja tingkatan orang kafir itu?

Jawab:

1.    Kafir harby (kafir yang memerangi kaum muslimin). Seperti di Palestina sekarang.
2.    Kafir dzimmy (kafir yang dilindungi oleh pemerintahan Islam, tapi karena dia dilindungi, dia juga wajib membayar jizyah, dan itu adil, karena muslim yang kaya juga wajib bayar zakat.)

Jadi yang diperangi adalah yang memerangi Nabi SAW. Sedangkan yang kafir dzimmy itu tidak boleh diganggu, tidak boleh dipaksa masuk Islam. Sehingga mereka merasa aman.

Jadi jangan sampai umat Islam dan umat lainnya ditakut2i seolah2 kalau umat yang Islam yang memimpin akan terjadi kekacauan.

Kita hidup di zaman modern ini ada kekhasan. Yaitu pertarungan kita adalah pertarungan media. Siapa yang menguasai media, maka dia menguasai dunia.

Jihad yang suci dikaitkan2 dengan radikal, teroris. Maka ulama berkewajiban memberikan penjelasan agar tidak terjadi kesalahan dalam memahami jihad ini.

Apa bedanya orang berjihad dengan teroris?
1.    Jihad itu membangun, sementara teroris itu menghancurkan.
Rasulullah dan diteruskan hingga ke ulama2 kita, ketika angkat senjata melawan Belanda adalah dalam rangka membangun Indonesia.
Ketika Belanda, Inggris menjajah, mereka menghancurkan negeri yang dijajah, jadi siapa yang teroris sebenarnya?

2.    Jihad itu menyatukan umat, teroris itu memecah belah umat
Jihad fi sabilillah dikaitkan dalam Al Quran dengan membebaskan orang2

QS An Nisa 105: Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang yang lemah, baik laki-laki, perempuan maupun anak-anak yang semuanya berdoa, "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang penduduknya zalim. Berilah kami pelindung dari sisi-Mu, dan berilah kami penolong dari sisi-Mu"

Itulah beda antara jihad dengan teroris. Teroris memecah belah umat. Bangsa Indnesia mayoritas beragama Islam, pemerintah dan rakyatnya sama2 beragama Islam. Mereka demo agar pemerintah dan rakyat saling berantam. Siapa teroris yang sebenarnya?

Innamal mukminuuna ikhwah. (Sesungguhnya setiap orang beriman itu bersaudara)

Itulah bedanya antara orang berjihad dengan teroris.


Jadi kalau ada orang yang mengangkat bendera jihad, tapi kok kerjanya memecah belah umat, mengafirkan orang yang bukan golongannya, maka itu bukan jihad.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar