Islam adalah agama kelembutan dan agama
kasih sayang. Ini bisa kita lihat dari redaksi Al Quranul karim, yang seolah2
menyatakan bahwa risalah (ajaran) Islam itu isinya hanyalah kasih sayang.
1. Terjemah QS Al Anbiya 107: Tidak lah Kami
mengutus kamu wahai Muhammad, kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta.
Di sini Allah menghadirkan redaksi “maa”
dan “illaa” yang menggambarkan kekhususan.
Ini menggambarkan bahwa inti ajaran Islam
adalah rahmah (kasih sayang).
2. Allah adalah Maha Penyayang, Maha
Lembut, Maha Haliim (santun). Ketika ajaran Islam datang dari Allah yang Maha
Lembut, Maha Kasih Sayang, maka Islam itu sendiri adalah kelembutan dan kasih
sayang. Bahkan setiap kegiatan kita diawali dengan Bismillahirrohmaanirrohiim.
Ini menggambarkan bahwa dominasi ajaran Islam
adalah kelembutan.
3. Al Quran adalah kitab kelembutan, kitab
kasih sayang.
Yaitu karena:
a. Ayat yang pertama kita baca hingga
khatam 30 juz, adalah bismillahirrohmaanirrohiim, berbeda dengan ayat yang
pertama turun yang berbunyi “iqro’”
Ini menggambarkan hubungan komunikasi
antara Allah dengan hambaNya adalah hubungan cinta, hubungan kasih sayang,
hubungan kemesraan.
Ini menjelaskan kenapa ayat pertama yang
dibaca saat membaca Al Quran adalah bismillahirrohmanirrohim
b. Rasulullah adalah orang yang lemah
lembut
Terjemah QS At Taubah 128: Sungguh telah
datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya
penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat
belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.
Rouf adalah orang yang memiliki perasaan
sayang, iba, belas kasihan.
Rohim adalah orang yang memiliki rasa kasih
sayang secara menyeluruh.
Kelembutan ada di mana2, kasih sayang ada
di mana2, itu adalah karakteristik ajaran Islam. Ketika kita bicara tentang
kelembutan, kasih sayang, jangan sampai kita persempit dengan selera kita, atau
selera manusia, atau selera kelompok tertentu.
Bahwa rahmatnya Islam, kelembutannya Islam,
mencangkup seluruh apa saja yang diperintahkan oleh Allah. Ketika kita
melaksanakan seluruh perintah Allah, maka itu adalah bentuk rahmat Allah kepada
kita.
Kalau perintah Allah itu ada yang kita
anggap berat, hal itu bukan berarti perintah itu bukan rahmat. Tidak!
Misalkan perintah sedekah, ada orang yang
berat melaksanakannya. Padahal di dalam sedekah, yang ada hanya lah rahmat.
Bagi yang menerima sedekah, itu menjadi rahmat, dan bagi yang memberikan
sedekah juga rahmat. Yang memberi sedekah akan dibersihkan hartanya dengan cara
bersedekah.
Kemudian juga puasa, ketika ini perintah yang
datangnya di musim yang panas, kita tidak boleh menganggap bahwa perintah ini
menyiksa dan bukan rahmat.
Dakwah juga rahmat, jihad juga rahmat.
Jangan sampai manusia membeda2kan. Kalau pernikahan, barulah ia sebut rahmat,
sedangkan perintah jihad disebut radikal. Ini salah. Jihad yang dicontohkan
Rasulullah SAW adalah rahmat. Apa jadinya kalau ulama2 dan pahlawan2 kita tidak
berjuang melawan penjajah? Rahmat Allah melingkupi dimensi yang sangat luas.
Kasih sayang Allah, kelembutan Allah, juga
ada di dalam larangan Allah.
Contohnya zina. Orang zina pasti dilingkupi
perasaan bersalah, dihantui dengan perasaan berdosa, dsbnya. Perbuatan zina,
korupsi, menjual asset bangsanya kepada bangsa lain, dsbnya itu akan
menimbilkan perasaan tidak nyaman. Maka dari itu, Allah melarang kita melakukan
tindakan2 tersebut, dan semua larangan itu adalah rahmat Allah. Jangan sampai
rahmat Allah dibatasi dengan kecenderungan hati kita.
Allah dalam Hadist Qudsi:
“RahmatKu itu sangat luas, lebih luas daripada
murkaKu.”
Bayangkan, orang yang berada selama puluhan
tahun berada di dunia yang gelap. Begitu dia sadar, masuk Islam, taat pada
Allah SWT, maka dosa2nya itu diampuni Allah.
“Orang yang bertobat meninggalkan dosa2nya,
seolah2 tidak pernah berdosa.”
Seluruh yang dilarang oleh Allah, pasti
membahayakan manusia.
Kita menjauhi korupsi, menjauhi berbuat
dzholim, menjauhi menjual minuman keras, dsbnya.
Jangan sampai rahmat Allah dibatasi dengan
sebatas yang kita senangi. Padahal seluruh ajaran Allah adalah rahmat.
Pertanyaan #1. Suri tauladan dari pemimpin2
kita. Dia menjadi contoh bagi generasi selanjutnya. Barangkali ada sebagian
dari mereka khilaf, sehingga kata2 kasar mereka terpapar di media.
Jawaban;
Lagi2 sebelum menjawab sebuah pertanyaan,
tidak ada permasalahan di dunia ini, pasti ada jawaban di dalam Al Quran dan
Sunnah. Tinggal kegigihan kita saja, apakah mau mengikutinya.
Islam adalah agama kasih sayang, dan juga
agama keteladanan.
Keteladanan sebelum kita memimpin,
keteladanan sebelum kita berdakwah.
Faqod kaana fii rosulullahi uswatun
hasanah.
Setiap pemimpin di dunia ini, apakah ia
kepala keluarga, ketua RT, kepala partai, kepala daerah, dsbnya, haruslah
menjadi teladan yang baik.
Sampai ada istilah “setiap anak perempuan
kagum pada ayahnya”
Ketika kita bicara, maka orang pertama yang
kita kritisi adalah diri kita sendiri. Sehingga kita tidak merasa suci, tidak
merasa benar. Termasuk yang harus kita kritis adalah teladan kita dalam
berbicara, teladan dalam menghadapi perbedaan. Perbedaan tidak boleh menjadikan
kita berlaku kasar kepada orang lain.
Terjemah QS Ali Imran 159: Maka disebabkan rahmat
dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu
bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.
Itu seorang Nabi, yang diperintahkan untuk
tetap lemah lembut kepada orang yang berbeda pendapat, apalagi kita yang baru
belajar Islam. Wahai eksekuttif, wahai para pemimpin, jadilah teladan yang baik
dalam menentukan arah dalam berbangsa dan bernegara.
Ketika kita menjadi teladan dalam diri
kita, keluarga kita, partai kita, sehingga orang yang semula mau berbuat tidak
baik, malah berbalik akan menjadi baik kepada kita.
Ketika pembebasan kota Mekkah, Nabi tidak
dendam, dan membebaskan para orang kafir Quraisy.
Tidak betul, dengan mengatakan, bahwa jika
tidak lembut maka tidak diikuti, jika lembut tidak ditakuti, tidak!
Lembut tidak menjadi lembek.
Ada saatnya tegas dan ada juga saatnya
lembut.
Kalau kita berkata kasar, orang akan lari.
Ada seorang Syeikh yang jenggotnya panjang,
karena mengikuti Sunnah. Lalu ada orang yang datang mengatakan, “anjing saya
lebih baik daripada jenggot kamu.” Syeikh itu menjawab, “kamu benar. Kalau
jenggot saya ini bukan atas dasar Sunnah Rasul, maka jenggot saya ini hina.
Tapi kalau jenggot saya ini atas perintah Rasul, maka jenggot ini lebih baik
dari anjing kamu.”
Pertanyaan #2. Ketika kita menghadapi
problematika kehidupan, bagaimana tahapan kelembutan?
Jawaban:
Kelembutan dimulai dari keimanan. Itu
kelembutan yang asli, yang tulus, adalah energy yang luas biasa.
Para Sahabat mengatakan Kami ini adalah
generasi yang bicara tentang iman sebelum segala2nya.
2. Kelembutan bukan berarti loyo, lemah.
Dengan alasan lemah lembut, sehingga
disadap negaranya, diambil asset Negaranya, dsbnya. Bukan demikian. Lemah
lembut bukan berarti lemah.
Rasulullah adalah secara umum lemah lembut,
tapi untuk hal yang berkaitan dengan hukum keadilan, Rasulullah sangat tegas.
Ketika Usamah bin Zaid, orang yang sangat dicintai
oleh Rasulullah SAW, melobi Nabi agar tidak menegakkan hukuman potong tangan
kepada orang yang mencuri, jawab Rasulullah, “Wallahi (demi Allah), kalau
Fathimah mencuri, saya sendiri yang memotong tangannya.”
Jangan sampai dengan alasan lemah lembut,
lalu menunda2 hukuman mati.
Rasulullah adalah sosok teladan. Di mana
seseorang bisa berbohong di hadapan orang lain selama beberapa jam, tapi bila
ia di dalam keluarga, ia tidak bisa berbohong setiap hari selama bertahun2. Namun,
Rasulullah memberikan teladan. Beliau terus menerus berkata baik. Ini dikatakan
oleh Anas bin Malik.
Anas bin malik, ia menjadi pembantu
Rasulullah, mengatakan, “saya selama 10 tahun bekerja, tidak pernah mendengar
Rasuullah berkata kasar.” Kelemahlembutan itu bisa memotivasi seseorang,
mendorong seseorang menjadi terasah kemampuannya. Seperti Anas bin Malik, meski
ia seorang pembantu, tapi ia bisa hafal ribuan hadist. Mana ada pembantu di
zaman sekarang yang bisa sampai hafal seperti itu.
Rumah tangga adalah madrasah pertama,
mendidik keluarga untuk lemah lembut.
Rasulullah mempunyai wewenang yang luar
biasa, tapi ternyata tidak memanfaatkan wewenangnya. Kehebatan ini terus
dikenang orang meski Rasulullah telah wafat.
Ketika seseorang komitmen dengan ajaran Islam,
meskipun orangnya sudah meninggal, tapi amal baiknya masih hidup. Itu lah
kenapa dikatakan bahwa orang yang syahid itu tidak dikatakan telah mati,
melainkan ia masih hidup. Yaitu ia masih terus dikenang orang-orang karena
amal2 kebaikannya.
Jangan sampai kita orang Islam, malah
bangga dengan orang kafir, bangga dengan orang yang menghujat Rasul. Padahal
contoh suri teladan yang terbaik adalah Rasulullah.
Al Quran tidak bergerak sendiri. Harus ada
yang menggerakkan. Yang menggerakkan adalah Rasulullah SAW.
Pertanyaan #3. Apa korelasi antara
perbedaan dengan kelemahlembutan?
Jawaban:
Di antara sunnatullah dalam kehidupan ini
adalah keragaman dalam kehidupan. Ada bangsa berbeda, budaya berbeda, dll. Apa
yang pertama yang harus kita lakukan?
a. Kita harus menghormati budaya apa pun di
dunia ini.
Kita harus menghargai budaya apa pun yang
ada di dunia ini yang tidak bertentangan dengan Islam.
Dalam menutup aurat, tidak harus sama
dengan orang Arab.
Budaya
b. Jangan kita mudah menghujat, mencaci
maki, budaya atau bahkan mungkin keyakinan yang menyimpang.
Perkara kita tidak setuju dengan
penyimpangan, itu tetap kita tidak setuju, tapi jangan caci maki.
Terjemah QS Al An’am 108: Dan janganlah
kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka
nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.
Kalau ada kebudayaan, tradisi tertentu yang
berbeda dengan Islam, jangan dihujat. Para aktifits dakwah dari Yaman, ketika
datang ke Indonesia, mendapati nenek moyang kita saat itu masih menyembah
berhala, tradisi2 yang syirik, dsbnya, mereka tidak menghujat nenek moyang
kita, tapi mereka berdakwah dengan lemah lembut, dan akhirnya para walisongo ini berhasil mendakwahi mereka.
c. Dakwah
Terjemah QS An Nahl 125: Serulah (manusia)
kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka
dengan cara yang lebih baik.
Kerja dakwah itu harus dioptimalkan. Kita
diperintahkan mendakwahkan Islam ini dengan hikmah (dengan cara mengikuti
Rasulullah) dan nasehat yang hasanah (yang baik).
Jika ada orang yang menasehati, kemudian
yang dinasehati malah marah2, bisa jadi bukan salah orang yang dinasehati itu
kenapa tidak mau menerima nasehat, tapi jangan2 karena nasehatnya itu tidak
hasanah (baik).
Nabi mampu untuk membalas orang yang
meludahi beliau, tapi Nabi tidak membalas, dan justru ketika orang itu sakit
malah dijenguk.
Kalau masih berdebat, jangan cari menang.
Jadi berdebatlah dengan cara terbaik. Kalau seminar, diskusi, bukan hanya baik,
tapi harus lebih baik.
Terjemah QS: Al Ankabut 46: Dan janganlah
kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang baik, kecuali
dengan orang-orang yang zalim di antara mereka, dan katakanlah, "Kami
telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang
diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhan kamu satu; dan hanya kepada-Nya kami
berserah diri (taat).
Dengan ahli kitab saja kita diperintahkan
ketika berdebat harus dengan cara yang baik, apalagi dengan sesama muslim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar