Kali ini kita akan bicara tentang Sunnatullah
(kaidah kehidupan yang telah ditentukan oleh Allah) dalam masalah petunjuk
(hudaa) dan kesesatan (dholaal).
Ketika seseorang diberikan nasehat oleh
saudaranya, dia mengatakan, “saya ini belum mendapatkan petunjuk.”
Pertanyaannya, “apakah benar ia belum
mendapatkan petunjuk, atau memang ia tidak mau.”
Terjemah QS Al Baqarah 120: Orang-orang
Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama
mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang
benar)".
Yahudi dan Nashara tidak akan ridho
kepadamu wahai Muhammad, berarti juga tidak akan ridho terhadap Al Quran dan
Islam. Mereka tidak menginginkan eksistensi Islam. Ketika mereka berkuasa,
mereka akan memadamkan cahaya Allah. Sampai kapan mereka tidak akan ridho?
Yaitu sampai kamu mau mengikuti pola pikir mereka. Sesungguhnya petunjuk Allah
adalah petunjuk yang sebenarnya.
Ini mengandung sekian banyak kurikulum
kehidupan:
1. Petunjuk Allah adalah petunjuk yang
sebenarnya.
Siapa pun yang mengikuti petunjuk Allah
dalam hidup ini, baik itu dalam hal berkeluarga, bermasyarakat, bernegara,
dalam hal pendidikan, politik, ekonomi, dsbnya, maka ia akan benar2 mendapat
petunjuk. Sementara arahan yang bukan dari Allah, adalah bukan petunjuk,
meskipun seluruh dunia mengatakan bahwa itu petunjuk.
QS Yunus 32: famaadza ba’dal haqqi illadh
dholaal (maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan)
Selama dia mengikuti petunjuk Allah, itulah
petunjuk yang sebenarnya.
Inna hudaLLahi huwal huda (sesungguhnya
petunjuk Allah itulah petunjuk yang sebenarnya). Di sini kedua2nya menggunakan
isim makrifat. Menunjukkan untuk membatasi, sehingga tidak ada petunjuk selain
petunjuk Allah SWT.
2. Ketika disebut petunjuk Allah atau
Islam, maka seluruhnya adalah petunjuk.
Jangan sampai seperti ini. Ada orang yang
mengaku beragama Islam, dia mau mengakui sholat, haji, puasa, menikah, tapi dia
tidak mau politiknya, jihadnya, ekonominya, dsbnya. Ketika politik, ia cari
jalur lain. Ketika ekonomi, dia cari jalur lain.
3. Petunjuk Allah pasti benar dan
menyeluruh.
Ketika kita mengetahui dan meyakini
petunjuk Allah, maka di antara sifatnya adalah PASTI BENAR. Tidak ada yang relatif
dalam ajaran Islam. Kecuali bila kita mengatakan, ini pemahaman saya tentang
Islam, maka itu bisa benar dan bisa juga salah.
Itu sebabnya kenapa kita selalu minta kepada
Allah agar selalu diberikan jalan yang lurus di dalam sholat. Ihdinash shiroothal
mustaqiim. Padahal kita sudah beragama Islam, kenapa masih minta ditunjukkan
jalan yang lurus?
Karena kebutuhan kita terhadap ajaran
Islam, tidak sebatas ketika di awal kita masuk Islam, tapi kebutuhan kita
terhadap ajaran Islam adalah kontinyu. Kita dalam kondisi apa pun membutuhkan
petunjuk Allah. Dan petunjuk Allah itu adalah menyeluruh. Jangan sampai ketika
meminta petunjuk Allah, yang ada di kepala kita semata2 hanya dalam hal meminta
rezeki saja.
Jangan sampai ia membaca surat Al Waqiah
dalam rangka meminta rezeki, tapi kandungan surat itu sendiri tidak diamalkannya.
Di antara petunjuk Al Quran dalam ayat ini
dikatakan, “walan tardhaa ankal yahuudu walan nashooro.”
Ini memberikan pemahaman kepada kita
tentang karakter yahudi dan nasrani, siang malam mereka berpikir dan bekerja,
bagaimana umat Islam mengikuti mereka dalam pola pikir, pola hidup, militer,
ekonomi dsbnya.
4. Kita diajarkan oleh Allah untuk waspada
jangan sampai mengekor, menjadi subordinasi Yahudi dan Nashara.
Petunjuk Allah itu bernama Dienul Islam.
Terjemah QS Al Fath 28: Dialah yang
mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar dimenangkan-Nya
terhadap semua agama.
Jadi petunjuk Allah itu, yaitu ajaran Islam
yang dibawa oleh Rasulullah SAW, adalah petunjuk yang benar. Sehingga tidak
boleh ada orang mengaku beragam Islam tapi ragu terhadap Islam. Tidak sedikit
ajaran Islam yang dia ragukan, dan dia menuduh orang2 yang mengikuti ajaran
Islam sebagai radikal dsbnya.
Ketika Islam adalah agama petunjuk, berarti
risalah kita umat Islam adalah risalah petunjuk. Maka berbahagialah umat
manusia ketika umat Islam memimpin dunia, karena mereka akan dipimpin untuk
menuju kepada Allah SWT. Apalagi agama adalah nasehat. Ketika ada yang berbuat
salah, akan diingatkan. Ketika ada yang melenceng, maka akan diluruskan,
dsbnya.
Tapi ingat, risalah ini yang merupakan
petunjuk Allah, jangan disangka akan diterima oleh seluruh manusia.
Ketika Allah mengutus RasulNya untuk
membawa ajaran yang benar, orang2 kafir tidak menyukainya.
Kebencian itu adalah sebuah diskursus
aqidah. Orang Islam menyintai Iman, Islam, Al Quran, dan Sunnah, itu adalah
hadiah dari Allah.
Kita orang Islam harusnya karakternya
adalah mengikuti Islam, bukan Islam yang kita buat agar mengikuti selera kita,
dengan alasan realistis. Siapa yang lebih tahu tentang realitas, melebihi dari
Allah yang menciptakan kita. Tidak kita pungkiri Indonesia memiliki kekhasan,
tapi kekhasan itu yang harus mengikuti ajaran Allah. Kalau ajaran Allah yang
dipaksakan mengikuti kekhasan suatu bangsa, maka akan hancur ajaran ini.
Tidak mungkin Sang Pencipta harus mengikuti
hambaNya.
Jangan sampai ada sebuah dikotomi antara
kebangsaan dan Al Haqq (kebenaran).
Bagaimana kalau ada orang yang meninggalkan
petunjuk Allah?
Barangsiapa meninggalkan petunjuk Allah,
maka Allah akan membiarkan. Sebenarnya Allah sayang kepada seluruh makhlukNya,
tapi mereka yang tidak mau. Sebagaimana Nabi mengatakan, seluruh umatku masuk
syurga, kecuali yang tidak mau. Siapa yang tidak mau, ya Rasulullah?
Barangsiapa yang mengikuti petunjukku maka dia masuk syurga, dan yang tidak mau
mengikuti petunjukku itu yang tidak mau masuk syurga.
Semoga kita semua dimudahkan oleh Allah SWT
menerima petunjuk Allah. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar