Senin, 27 April 2015

Petunjuk (Hidayah) dan Kesesatan

Kali ini kita akan bicara tentang Sunnatullah (kaidah kehidupan yang telah ditentukan oleh Allah) dalam masalah petunjuk (hudaa) dan kesesatan (dholaal).

Ketika seseorang diberikan nasehat oleh saudaranya, dia mengatakan, “saya ini belum mendapatkan petunjuk.”

Pertanyaannya, “apakah benar ia belum mendapatkan petunjuk, atau memang ia tidak mau.”

Terjemah QS Al Baqarah 120: Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)".

Yahudi dan Nashara tidak akan ridho kepadamu wahai Muhammad, berarti juga tidak akan ridho terhadap Al Quran dan Islam. Mereka tidak menginginkan eksistensi Islam. Ketika mereka berkuasa, mereka akan memadamkan cahaya Allah. Sampai kapan mereka tidak akan ridho? Yaitu sampai kamu mau mengikuti pola pikir mereka. Sesungguhnya petunjuk Allah adalah petunjuk yang sebenarnya.

Ini mengandung sekian banyak kurikulum kehidupan:

1. Petunjuk Allah adalah petunjuk yang sebenarnya.
Siapa pun yang mengikuti petunjuk Allah dalam hidup ini, baik itu dalam hal berkeluarga, bermasyarakat, bernegara, dalam hal pendidikan, politik, ekonomi, dsbnya, maka ia akan benar2 mendapat petunjuk. Sementara arahan yang bukan dari Allah, adalah bukan petunjuk, meskipun seluruh dunia mengatakan bahwa itu petunjuk.

QS Yunus 32: famaadza ba’dal haqqi illadh dholaal (maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan)

Selama dia mengikuti petunjuk Allah, itulah petunjuk yang sebenarnya.

Inna hudaLLahi huwal huda (sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk yang sebenarnya). Di sini kedua2nya menggunakan isim makrifat. Menunjukkan untuk membatasi, sehingga tidak ada petunjuk selain petunjuk Allah SWT.

2. Ketika disebut petunjuk Allah atau Islam, maka seluruhnya adalah petunjuk.
Jangan sampai seperti ini. Ada orang yang mengaku beragama Islam, dia mau mengakui sholat, haji, puasa, menikah, tapi dia tidak mau politiknya, jihadnya, ekonominya, dsbnya. Ketika politik, ia cari jalur lain. Ketika ekonomi, dia cari jalur lain.

3. Petunjuk Allah pasti benar dan menyeluruh.
Ketika kita mengetahui dan meyakini petunjuk Allah, maka di antara sifatnya adalah PASTI BENAR. Tidak ada yang relatif dalam ajaran Islam. Kecuali bila kita mengatakan, ini pemahaman saya tentang Islam, maka itu bisa benar dan bisa juga salah.

Itu sebabnya kenapa kita selalu minta kepada Allah agar selalu diberikan jalan yang lurus di dalam sholat. Ihdinash shiroothal mustaqiim. Padahal kita sudah beragama Islam, kenapa masih minta ditunjukkan jalan yang lurus?

Karena kebutuhan kita terhadap ajaran Islam, tidak sebatas ketika di awal kita masuk Islam, tapi kebutuhan kita terhadap ajaran Islam adalah kontinyu. Kita dalam kondisi apa pun membutuhkan petunjuk Allah. Dan petunjuk Allah itu adalah menyeluruh. Jangan sampai ketika meminta petunjuk Allah, yang ada di kepala kita semata2 hanya dalam hal meminta rezeki saja.

Jangan sampai ia membaca surat Al Waqiah dalam rangka meminta rezeki, tapi kandungan surat itu sendiri tidak diamalkannya.

Di antara petunjuk Al Quran dalam ayat ini dikatakan, “walan tardhaa ankal yahuudu walan nashooro.”

Ini memberikan pemahaman kepada kita tentang karakter yahudi dan nasrani, siang malam mereka berpikir dan bekerja, bagaimana umat Islam mengikuti mereka dalam pola pikir, pola hidup, militer, ekonomi dsbnya.

4. Kita diajarkan oleh Allah untuk waspada jangan sampai mengekor, menjadi subordinasi Yahudi dan Nashara.

Petunjuk Allah itu bernama Dienul Islam.

Terjemah QS Al Fath 28: Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama.

Jadi petunjuk Allah itu, yaitu ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW, adalah petunjuk yang benar. Sehingga tidak boleh ada orang mengaku beragam Islam tapi ragu terhadap Islam. Tidak sedikit ajaran Islam yang dia ragukan, dan dia menuduh orang2 yang mengikuti ajaran Islam sebagai radikal dsbnya.

Ketika Islam adalah agama petunjuk, berarti risalah kita umat Islam adalah risalah petunjuk. Maka berbahagialah umat manusia ketika umat Islam memimpin dunia, karena mereka akan dipimpin untuk menuju kepada Allah SWT. Apalagi agama adalah nasehat. Ketika ada yang berbuat salah, akan diingatkan. Ketika ada yang melenceng, maka akan diluruskan, dsbnya.

Tapi ingat, risalah ini yang merupakan petunjuk Allah, jangan disangka akan diterima oleh seluruh manusia.

Ketika Allah mengutus RasulNya untuk membawa ajaran yang benar, orang2 kafir tidak menyukainya.

Kebencian itu adalah sebuah diskursus aqidah. Orang Islam menyintai Iman, Islam, Al Quran, dan Sunnah, itu adalah hadiah dari Allah.

Kita orang Islam harusnya karakternya adalah mengikuti Islam, bukan Islam yang kita buat agar mengikuti selera kita, dengan alasan realistis. Siapa yang lebih tahu tentang realitas, melebihi dari Allah yang menciptakan kita. Tidak kita pungkiri Indonesia memiliki kekhasan, tapi kekhasan itu yang harus mengikuti ajaran Allah. Kalau ajaran Allah yang dipaksakan mengikuti kekhasan suatu bangsa, maka akan hancur ajaran ini.

Tidak mungkin Sang Pencipta harus mengikuti hambaNya.

Jangan sampai ada sebuah dikotomi antara kebangsaan dan Al Haqq (kebenaran).

Bagaimana kalau ada orang yang meninggalkan petunjuk Allah?

Barangsiapa meninggalkan petunjuk Allah, maka Allah akan membiarkan. Sebenarnya Allah sayang kepada seluruh makhlukNya, tapi mereka yang tidak mau. Sebagaimana Nabi mengatakan, seluruh umatku masuk syurga, kecuali yang tidak mau. Siapa yang tidak mau, ya Rasulullah? Barangsiapa yang mengikuti petunjukku maka dia masuk syurga, dan yang tidak mau mengikuti petunjukku itu yang tidak mau masuk syurga.


Semoga kita semua dimudahkan oleh Allah SWT menerima petunjuk Allah. Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar