Selasa, 07 April 2015

Petunjuk Al Quran mengenai Harta

Kita tidak bisa hidup terlepas dari harta. Tapi bagaimana agar harta ini benar2 menjadi nikmat, dan tidak berubah menjadi fitnah (cobaan) dan bencana. Seperti apa petunjuk Al Quran tentang harta?

Allah memandang kefakiran (kemiskinan) untuk mendapatkan harta adalah sebagai bala’ (ujian) dan hukuman bagi orang yang kufur terhadap nikmat Allah. Ketika orang/bangsa tidak mensyukuri nikmat Allah, mereka malah memperbanyak hiburan2 yang menjadikan anak2 mereka menjadi tawuran, maka diubahlah negri tersebut ditimpa krisis keuangan, dll. Ini bisa kita lihat dalam QS An Nahl 112.

Terjemah QS Nahl 112: Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.

Di sini Allah menghadirkan kata “matsaal” (perumpamaan), tapi ini bukan sekedar keindahan Bahasa, tapi berupa realitas kehidupan yang tidak terbantahkan. Betapa dulunya negri ini adalah negri yang aman tentram, yang tua menyintai yang muda, negri yang subur makmur, tapi kini semuanya berubah! Kenapa? Karena dijelaskan di dalam Al Quran, bahwa mereka kufur terhadap nikmat2 Allah.

Al Quran adalah nikmat terbesar, tapi Al Quran diragukan. Manusia yang sesungguhnya kecil ini berani menggurui Allah, dengan mengatakan bahwa Al Quran tidak lagi berguna saat ini. Astaghfiruollahl ‘adhim, dari mana dia bisa berpikir seperti itu sementara dia masih mengaku beragama Islam.

Bagaimana Sunnah memandang tentang harta?

Nabi bersabda diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari Amr bin ‘Ash ra, beliau berkata: “Sebaik2nya harta itu adalah harta yang dimiliki oleh orang yang soleh.”

Di sini Nabi mengatakan bahwa harta itu baik. Kapan harta itu benar2 baik? Yaitu ketika berada di tangan orang yang benar2 soleh. Di tangan orang yang sholat, yang rajin menyantuni anak2 sholeh, yang tanggap terhadap kesulitan orang lain, dsbnya.

Esensinya, harta itu adalah sebuah kebaikan. Karena membangun masjid butuh harta, membangun militer yang kuat butuh harta, dsbnya. Tapi dibutuhkan harta yang baik. Kebaikan maupun keburukan sebuah harta itu tidak mutlak. Ada juga kalanya harta menjadi buruk, manakala cara mencarinya salah, atau penggunaannya salah.

Harta menjadi kebaikan ketika ia menjadi sarana untuk menutupi kebutuhan2 kita. Kebutuhan pribadi, bangsa dan Negara, kebutuhan pendidikan, dsbnya. Harta yang untuk sodakoh, haji, dan berjihad di jalan Allah, untuk emmbangun negri ini, adalah khair.

Harta, walau itu sebuah kebaikan, jangan sampai terjadi, harta menjadi berhala baru yang disembah selain Allah SWT.

Jika dalam memilih seseorang untuk menjadi pemimpin, itu dikarenakan harta; atau seseorang itu menikah karena harta; atau menghormati orang lain hanya karena harta, dsbnya, ini semua akan menjadi fitnah (cobaan).

Terjemah QS Al Anfal 28: Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah ada pahala yang besar.

Harta yang membahayakan adalah harta yang melalaikan kita dari mengingat Allah. Peringatan dari Allah, bahwa harta dan anak2 dapat melalaikan manusia dari mengingat Allah.

Terjemah QS Al Munafiqun 9: Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah harta bendamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Dan barang siapa berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.

Jadi di dalam Al Quran itu, orang yang rugi, bukanlah orang yang kehabisan harta. Bisa jadi ia tetap kaya raya, tapi bila kekayaannya itu membuatnya jadi lupa kepada Allah, ini lah yang disebut sebagai orang yang rugi.

Harta dan anak adalah hiasan kehidupan dunia

Terjemah QS Ali Imran 14: Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).

Terjemah QS Al Kahfi 46: Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shalih adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.

Harta adalah hiasan, tapi ingat, bahwa harta sebatas hiasan. Ia bukan paradigm dan nilai. Artinya, tidak boleh kaum muslimin menilai seseorang itu melalui hartanya. Karena hal ini akan berubah menjadi sebuah keyakinan, bahwa yang menang adalah yang punya uang banyak. Yang dihormati adalah yang punya uang banyak. Yang terkenal adalah yang punya uang banyak. Ini menjadikan harta sebagai berhala.

Al ‘Alaq 6-7: Ketahuilah! Sungguh, manusia benar-benar melampaui batas, apabila melihat dirinya serba cukup.

Kenapa sampai Abu Jahal cs disebutkan sebagai melampaui batas? Karena dia melihat dirinya kaya. Berbeda dengan para sahabat, yang mereka juga kaya, tapi tidak melampaui batas.

Jadi bukan semata2 kekayaan yang salah, tapi persepsi manusia terhadap kekayaan itu lah yang salah. Karena sesungguhnya kekayaan juga bisa digunakan menjadi sarana untuk masuk syurga. Sepuluh sahabat yang dijamin masuk syurga, sebagian besarnya adalah orang2 yang kaya. Karena kekayaannya disyukuri dengan salah satu caranya yaitu diinfakkan di jalan Allah.

Terjemah QS At Taubah 100: Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.

Ketika mereka menjadi pendahulu2 yang baik, termasuk harta bendanya, menjadikan mereka berjuang di jalan Allah.


Yang menjadikans seseorang melampaui batas adalah ketika seseorang diberikan rezeki oleh Allah, menjadikan dirinya kaya harta, lalu ia tidak lagi merasa butuh pada tetangganya, tidak butuh kepada gurunya, tidak butuh pada orang tuanya, dan bahkan tidak merasa butuh Allah yang Menciptkannnya. Seperti kisah Qarun. Meski Qarun sudah berlalu, tapi Qarun2 yang baru, masih bermunculan. Yang merasa kekayaannya membuatnya tidak butuh Allah. Naudzubillahi min dzalik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar