Kita tidak bisa hidup terlepas dari harta.
Tapi bagaimana agar harta ini benar2 menjadi nikmat, dan tidak berubah menjadi
fitnah (cobaan) dan bencana. Seperti apa petunjuk Al Quran tentang harta?
Allah memandang kefakiran (kemiskinan)
untuk mendapatkan harta adalah sebagai bala’ (ujian) dan hukuman bagi orang
yang kufur terhadap nikmat Allah. Ketika orang/bangsa tidak mensyukuri nikmat
Allah, mereka malah memperbanyak hiburan2 yang menjadikan anak2 mereka menjadi
tawuran, maka diubahlah negri tersebut ditimpa krisis keuangan, dll. Ini
bisa kita lihat dalam QS An Nahl 112.
Terjemah QS Nahl 112: Dan Allah telah
membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi
tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi
(penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan
kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu
mereka perbuat.
Di sini Allah menghadirkan kata “matsaal”
(perumpamaan), tapi ini bukan sekedar keindahan Bahasa, tapi berupa realitas
kehidupan yang tidak terbantahkan. Betapa dulunya negri ini adalah negri yang
aman tentram, yang tua menyintai yang muda, negri yang subur makmur, tapi kini semuanya
berubah! Kenapa? Karena dijelaskan di dalam Al Quran, bahwa mereka kufur
terhadap nikmat2 Allah.
Al Quran adalah nikmat terbesar, tapi Al
Quran diragukan. Manusia yang sesungguhnya kecil ini berani menggurui Allah,
dengan mengatakan bahwa Al Quran tidak lagi berguna saat ini. Astaghfiruollahl ‘adhim,
dari mana dia bisa berpikir seperti itu sementara dia masih mengaku beragama
Islam.
Bagaimana Sunnah memandang tentang harta?
Nabi bersabda diriwayatkan oleh Imam Ahmad,
dari Amr bin ‘Ash ra, beliau berkata: “Sebaik2nya harta itu adalah harta yang
dimiliki oleh orang yang soleh.”
Di sini Nabi mengatakan bahwa harta itu
baik. Kapan harta itu benar2 baik? Yaitu ketika berada di tangan orang yang benar2
soleh. Di tangan orang yang sholat, yang rajin menyantuni anak2 sholeh, yang tanggap
terhadap kesulitan orang lain, dsbnya.
Esensinya, harta itu adalah sebuah
kebaikan. Karena membangun masjid butuh harta, membangun militer yang kuat
butuh harta, dsbnya. Tapi dibutuhkan harta yang baik. Kebaikan maupun keburukan
sebuah harta itu tidak mutlak. Ada juga kalanya harta menjadi buruk, manakala
cara mencarinya salah, atau penggunaannya salah.
Harta menjadi kebaikan ketika ia menjadi
sarana untuk menutupi kebutuhan2 kita. Kebutuhan pribadi, bangsa dan Negara,
kebutuhan pendidikan, dsbnya. Harta yang untuk sodakoh, haji, dan berjihad di
jalan Allah, untuk emmbangun negri ini, adalah khair.
Harta, walau itu sebuah kebaikan, jangan
sampai terjadi, harta menjadi berhala baru yang disembah selain Allah SWT.
Jika dalam memilih seseorang untuk menjadi
pemimpin, itu dikarenakan harta; atau seseorang itu menikah karena harta; atau
menghormati orang lain hanya karena harta, dsbnya, ini semua akan menjadi
fitnah (cobaan).
Terjemah QS Al Anfal 28: Dan ketahuilah
bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di
sisi Allah ada pahala yang besar.
Harta yang membahayakan adalah harta yang
melalaikan kita dari mengingat Allah. Peringatan dari Allah, bahwa harta dan
anak2 dapat melalaikan manusia dari mengingat Allah.
Terjemah QS Al Munafiqun 9: Wahai
orang-orang yang beriman! Janganlah harta bendamu dan anak-anakmu melalaikan
kamu dari mengingat Allah. Dan barang siapa berbuat demikian, maka mereka
itulah orang-orang yang rugi.
Jadi di dalam Al Quran itu, orang yang
rugi, bukanlah orang yang kehabisan harta. Bisa jadi ia tetap kaya raya, tapi
bila kekayaannya itu membuatnya jadi lupa kepada Allah, ini lah yang disebut
sebagai orang yang rugi.
Harta dan anak adalah hiasan kehidupan
dunia
Terjemah QS Ali Imran 14: Dijadikan indah
pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).
Terjemah QS Al Kahfi 46: Harta dan
anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi
shalih adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu serta lebih baik untuk
menjadi harapan.
Harta adalah hiasan, tapi ingat, bahwa
harta sebatas hiasan. Ia bukan paradigm dan nilai. Artinya, tidak boleh kaum
muslimin menilai seseorang itu melalui hartanya. Karena hal ini akan berubah
menjadi sebuah keyakinan, bahwa yang menang adalah yang punya uang banyak. Yang
dihormati adalah yang punya uang banyak. Yang terkenal adalah yang punya uang
banyak. Ini menjadikan harta sebagai berhala.
Al ‘Alaq 6-7: Ketahuilah! Sungguh, manusia benar-benar melampaui batas, apabila melihat dirinya serba cukup.
Kenapa sampai Abu Jahal cs disebutkan
sebagai melampaui batas? Karena dia melihat dirinya kaya. Berbeda dengan para
sahabat, yang mereka juga kaya, tapi tidak melampaui batas.
Jadi bukan semata2 kekayaan yang salah,
tapi persepsi manusia terhadap kekayaan itu lah yang salah. Karena sesungguhnya
kekayaan juga bisa digunakan menjadi sarana untuk masuk syurga. Sepuluh sahabat
yang dijamin masuk syurga, sebagian besarnya adalah orang2 yang kaya. Karena
kekayaannya disyukuri dengan salah satu caranya yaitu diinfakkan di jalan Allah.
Terjemah QS At Taubah 100: Orang-orang yang
terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin
dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha
kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka
surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.
Ketika mereka menjadi pendahulu2 yang baik,
termasuk harta bendanya, menjadikan mereka berjuang di jalan Allah.
Yang menjadikans seseorang melampaui batas
adalah ketika seseorang diberikan rezeki oleh Allah, menjadikan dirinya kaya
harta, lalu ia tidak lagi merasa butuh pada tetangganya, tidak butuh kepada
gurunya, tidak butuh pada orang tuanya, dan bahkan tidak merasa butuh Allah yang
Menciptkannnya. Seperti kisah Qarun. Meski Qarun sudah berlalu, tapi Qarun2
yang baru, masih bermunculan. Yang merasa kekayaannya membuatnya tidak butuh
Allah. Naudzubillahi min dzalik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar