Minggu, 19 April 2015

Edisi Akhir Pekan 19 April 2015: Sudut Pandang Islam dalam Dunia Kerja (Perlindungan terhadap pekerja)

1. Al Islam adalah agama kasih sayang

Islam adalah agama kasih sayang sebagaimana yang digambarkan di dalam QS Al Anbiya 107, bahwa inti dari risalah yang dibawa Rasulullah adalah rahmah buat alam semesta

Terjemah QS Al Anbiya 107: Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.

Rahmah memiliki makna yang luas. Seluruh aspek kehidupan kita harus diisi dengan kasih sayang (rahmah).

Umat manusia, terutama para pengusaha dan pejabat, hendaknya bersungguh2 memberikan kasih sayang kepada para pekerja. Kasih sayang ini hadir dari kepekaan dalam berIslam.

Islam adalah agama rahmat, apalagi kepada orang2 yang lemah, yang susah. Orang2 yang bekerja sebagiannya adalah orang yang susah ekonominya.

Sebenarnya esensi mendapatkan keuntungannya bukan dari sisi pekerjanya, tapi justru dari sisi orang yang mempekerjakan.

Hadist, “Sesungguhnya kamu ditolong dan diberikan rezeki oleh Allah, disebabkan melalui orang2 yang lemah di antara kalian.”

Ketika karyawannya peka dengan agamanya, pengusahanya peka terhadap agamanya, maka tidak akan terjadi lagi berita2 tentang kedzholiman dalam hal bekerja seperti yang akhir2 ini kita dengar.

“Berbuatlah kasih sayang kepada makhluk di muka bumi, maka kamu pasti dikasihi oleh yang ada di langit.”

Sehingga orang2 yang ada di bawah kita, apakah suami kepada anak dan istrinya, pemerintah kepada rakyatnya, atasan kepada bawahannya, dsbnya itu seharusnya dilakukan dengan kasih sayang.

Hubungan Allah dengan seluruh hambaNya adalah hubungan kasih sayang. Dan inilah yang harus kita tiru. Itulah sebabnya awal dari membaca Al Quran, yang dibaca adalah Bismilllahirrohmaanirrohiim.

2. Al Islam adalah agama kerja.

Tidak ada tempat dalam ajaran Islam bagi pemalas. Tidak ada tempat bagi seseorang yang tidak bersungguh2.

Terjemah QS At Taubah 105: Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.

Untuk menggambarkan betapa besarnya kedudukan orang2 yang bekerja, sampai2 ayat yang membicarakan masalah bekerja ini diawali dengan kata “qul”

Di antara konsekuensi logis dari bekerja adalah al ihtimam bil umam. Instruksi Allah itu konsekuensinya wajib, maka ketika instruksi bekerja itu adalah wajib, kita juga wajib memperhatikan pekerja kita. Karena kualitas hasil kerja adalah tergantung dari perhatian terhadap pekerjanya. Seperti misalnya, tidak boleh menunda membayar gaji pekerjanya.

3. Pekerjaan yang ahsan (yang terbaik)
Ketika Islam berbicara tentang kerja, dan pekerjaan, maka hal itu bukan sekedar “yang penting kita sudah bekerja.” Tapi di Al Quran disebutkan pekerjaan yang dilakukan adalah yang ahsan (yang terbaik)

Terjemah QS Al Mulk 2: untuk menguji kalian, siapa yang terbaik amalnya.

Bukan sebatas siapa yang baik amalnya. Bukan juga seperti yang dikatakan sebagian orang, “ah, yang penting saya sudah digaji.”

Apa yang dimaksud dengan ahsanu amala?

1. ikhlas
Yang segala2nya bukan uang, tapi amalnya diterima Allah karena dia ikhlas bekerja.
Sama juga dengan menggaji karyawan. Apakah menggaji dengan ahsan? Kalau emnggaji dengan cara nge boss, mengumpat, dsbnya, maka itu tidak ahsan. Bahkan dalam memanggilpun dicontohkan Rasulullah, dengan panggilan penuh kasih sayang.

Nabi bersabda, “jangan panggil budakmu dengan kata wahai laki2ku, perempuanku, tapi panggillah wahai pemudaku/pemudiku”

Karena panggilan seperti itu memberi semangat.

2. yang paling benar kinerjanya.

Ukuran yang paling benar adalah mengikuti Rasulullah.

Nabi menggaji pegawainya, sebelum kering keringat pekerjanya.
Selama 10 tahun Anas ra berkeja kepada Nabi tidak pernah dikatakan secara kasar.

Kasih sayang seperti ini akan memberikan dampak yang lebih luas kepada umat manusia dalam dunia kerja.

Pertanyaan #1. Antara ikhlas dengan pekerjaan. Terutama di bidang yang hubungannya dengan agama, misalnya guru ngaji. Kan ada yang berkata, “itu kan berdakwah, dia mengajarkan orang beragama Islam,” karena bila dianggap harus ikhlas, maka dari segi profesionalitas ia diberikan gaji yang rendah..

Jawab:

Tidak ada amal perbuatan dalam hal ibadah, kecuali itu ada niat yang namanya ikhlas. Ikhlas itu tidak sebatas menjadi guru ngaji, tapi juga menjadi presiden dsbnya.

Karena itu adalah syarat diterimanya amal.

Jangan sektoral dalam memahami amsalah. Jangan berkata seolah2 kalau ikhlas tidak berhubungan dg porfesionalisma. “Sudahlah gak usah professional, kan yang penting kita ikhlas.” Tidak!

Ikhlas juga harus ihsan (profesionalisme). Ketika kita menghadirkan yang terbaik untuk bos kita, atasan kita, itu juga harus ikhlas karena Allah.

Jangan sampai ada dikotomi antara iklhas dengan ihsan, karena di dalam Islam semuanya adalah kesatuan.

Sayang saja kalau kerja kita dinilai dengan uang saja.

Tidak lah kesenangan dunia dibandingkan dengan akhirat, itu perbandingannya hanya sedikit.

Berapa pun asset dikumpulkan dalam dunia kita, kalau tidak berefek apa pun dengan kebaikan akhirat kita, tidak ada maknanya.

Kalau seluruh aseet yang bernilai gunungan milyar, tapi bila ditimbang dg timbangan akhirat, itu beratnya hanya sebesar nyamuk.

Bukan semata2 guru ngaji saja, tapi juga pekerjaan apa saja harus bekerja secara ikhlas.

Gaji guru TK di zaman Umar bin Khattab, kalau diuangkan ke zaman sekarang, sekitar 13 juta se bulan.

Jadi ini ditujukan kepada para pemberi gaji, agar ihsan dan ikhlas dalam memberi gaji. Yang lebih bagus, gaji yang banyak dan ikhlas memberikannya, daripada gaji yang sedikit tapi tidak ikhlas.

Pertanyaan #2. Kalau kita menyimak berita ternyata para pekerja hanya diimingi kerja di LN, tapi ternyata mereka hanya disekap di dalam negri.

Bagaimana Islam memandang hal ini?

Jawab:

Pertama, di dalam ajaran Islam, yang berkaitan dengan berbangsa dan bernegara, dan juga berkaitan dengan dunia kerja, itu tidak cukup dengan iming2 dari yang mempekerjakan, tapi juga harus ada al hisbah dalam amar maruf nahi munkar. Tugas al hisbah adalah petugas resmi dari pemerintah yang memerintahkan orang berbuat maruf dan mencegah orang berbuat munkar. Seperti dalam masalah pekerja ini, al hisbah memerintahkan pemberi kerja agar memberikan gaji dengan baik, dan al hisbah juga dapat bertugas mencegah terjadinya penyekapan terhadap pekerja, dll.

Ini sebenarnya tugas setiap muslim, tapi akan lebih kuat lagi, bila ditunjuk pekerja khusus yang disebut al hisbah tadi dengan UU. Karena tidak semua atasan yang sadar memberikan gaji pada waktunya, dan juga tidak selamanya pekerja bekerja dengan baik, dengan benar.

Pertanyaan #3. Itu sebenarnya adalah fardhu ain, tapi al hisbah harus ada payung hukumnya. Kalau ada komunitas2 yang melakukan amar maruf nahi munkar, itu bisa tidak ya?

Jawaban:
Pada dasarnya, seluruh kerja itu berdasarkan amal jama’i, sama2 bekerja dan bekerja sama. Jadi bukan hanya tugas pemerintah saja, tapi juga kesadaran rakyat amar maruf nahi munkar. Kalau berjalan sendiri2, maka dikhawatirkan adalah pelaksanaannya di lapangan. Jadi yang lain jangan hanya berkomentar saja, atau saling menyalahkan, memvonis. Apalagi kalau sudah masuk ke dalam media, malah dijelek2kan, karena tidak semua media suka dengan Islam.

Jadi insan media, ulama, pemerintah, harus menjadi satu kesatuan dalam amar maruf nahi munkar.

Pertanyaan #4. Bagaimana Islam memandang hubungan antara pekerja

Islam juga agama keadilan.
Tidak ada tempat di dalam Islam bagi kedzholiman

Berbuat adillah, karena adil itu dekat kepada taqwa.”

Keadilan antara pekerja dengan yang mempunyai usaha.
Jangan sampai yang dituntut adil hanya pengusaha, tapi karyawannya juga harus juga adil.

Jangan sampai kita sebagai guru, hanay sebatas dapat gaji. Murid ngantuk dibiarkan, jangan sampai seperti itu.

Jangan lah kamu berkhianat terhadap amanat2 kalian.”

2. Adil dalam hak dan tanggungjawab.
Yang dituntut untuk bertanggung jawab bukan hanya atasannya saja, tapi juga karyawannya. Harus diperhatika hak pemilik perusahaan agar peusahaan maju, dan juga hak karyawannya agar tetap sehat, aman dalam pekerjaannya.

Jangan sampai sebuah perusahaan menganggap enteng nyawa pekerjanya. Karena yang biasanya melayang nyawa dalam pekerjaan adalah pekerjanya. Padahal sama saja, nyawa pemilik perusahaan sama mahalnya dengan nyawa pekerjanya.

Kita harus mendahulukan kewajiban daripada hak. Seperti iyya kana’ buduu wa iyya kanastain.

Jangan hanya terus mendemo hak, tapi tidak meningkatkan kualitas kerjanya

3. Berlaku adil dalam mencari solusi dalam permasalahan.

Dalam dunia pendidikan, tidak semuanya mulus2 saja. Ada saja masalah, kenaikan harga, dsbnya.

Di antara contoh dari Negara tetangga, ketika perusahaan itu ada sesuatu, yang diambil solusinya bukan mengusir karyawannya, tapi dengan memotong sedikit gaji para petinggi2 sehingga para karyawan tetap bisa bekerja.

Jadi tidak ada lagi istilah orang itu berpihak pada pihak guru, atau orang itu berpihak pada yayasan, dsbnya. Kita semua harus berpihak pada keadilan.

Ini adalah wata aawanu alal birri wattaqwa, walaa ta ‘aawanu alal istmi wal ‘udwan.
Saling tolong menolong dalam berbuat kebajikan dan taqwa, bukan dalam dosa dan permusuhan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar