1. Al Islam adalah agama kasih sayang
Islam adalah agama kasih sayang sebagaimana
yang digambarkan di dalam QS Al Anbiya 107, bahwa inti dari risalah yang dibawa
Rasulullah adalah rahmah buat alam semesta
Terjemah QS Al Anbiya 107: Dan tiadalah
Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta
alam.
Rahmah memiliki makna yang luas. Seluruh
aspek kehidupan kita harus diisi dengan kasih sayang (rahmah).
Umat manusia, terutama para pengusaha dan
pejabat, hendaknya bersungguh2 memberikan kasih sayang kepada para pekerja.
Kasih sayang ini hadir dari kepekaan dalam berIslam.
Islam adalah agama rahmat, apalagi kepada
orang2 yang lemah, yang susah. Orang2 yang bekerja sebagiannya adalah orang
yang susah ekonominya.
Sebenarnya esensi mendapatkan keuntungannya
bukan dari sisi pekerjanya, tapi justru dari sisi orang yang mempekerjakan.
Hadist, “Sesungguhnya kamu ditolong dan
diberikan rezeki oleh Allah, disebabkan melalui orang2 yang lemah di antara kalian.”
Ketika karyawannya peka dengan agamanya,
pengusahanya peka terhadap agamanya, maka tidak akan terjadi lagi berita2
tentang kedzholiman dalam hal bekerja seperti yang akhir2 ini kita dengar.
“Berbuatlah kasih sayang kepada makhluk di
muka bumi, maka kamu pasti dikasihi oleh yang ada di langit.”
Sehingga orang2 yang ada di bawah kita,
apakah suami kepada anak dan istrinya, pemerintah kepada rakyatnya, atasan
kepada bawahannya, dsbnya itu seharusnya dilakukan dengan kasih sayang.
Hubungan Allah dengan seluruh hambaNya
adalah hubungan kasih sayang. Dan inilah yang harus kita tiru. Itulah sebabnya
awal dari membaca Al Quran, yang dibaca adalah Bismilllahirrohmaanirrohiim.
2. Al Islam adalah agama kerja.
Tidak ada tempat dalam ajaran Islam bagi
pemalas. Tidak ada tempat bagi seseorang yang tidak bersungguh2.
Terjemah QS At Taubah 105: Dan Katakanlah:
"Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan
melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang
Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa
yang telah kamu kerjakan.
Untuk menggambarkan betapa besarnya
kedudukan orang2 yang bekerja, sampai2 ayat yang membicarakan masalah bekerja
ini diawali dengan kata “qul”
Di antara konsekuensi logis dari bekerja
adalah al ihtimam bil umam. Instruksi Allah itu konsekuensinya wajib, maka
ketika instruksi bekerja itu adalah wajib, kita juga wajib memperhatikan
pekerja kita. Karena kualitas hasil kerja adalah tergantung dari perhatian
terhadap pekerjanya. Seperti misalnya, tidak boleh menunda membayar gaji
pekerjanya.
3. Pekerjaan yang ahsan (yang terbaik)
Ketika Islam berbicara tentang kerja, dan
pekerjaan, maka hal itu bukan sekedar “yang penting kita sudah bekerja.” Tapi di
Al Quran disebutkan pekerjaan yang dilakukan adalah yang ahsan (yang terbaik)
Terjemah QS Al Mulk 2: untuk menguji
kalian, siapa yang terbaik amalnya.
Bukan sebatas siapa yang baik amalnya.
Bukan juga seperti yang dikatakan sebagian orang, “ah, yang penting saya sudah
digaji.”
Apa yang dimaksud dengan ahsanu amala?
1. ikhlas
Yang segala2nya bukan uang, tapi amalnya
diterima Allah karena dia ikhlas bekerja.
Sama juga dengan menggaji karyawan. Apakah
menggaji dengan ahsan? Kalau emnggaji dengan cara nge boss, mengumpat, dsbnya,
maka itu tidak ahsan. Bahkan dalam memanggilpun dicontohkan Rasulullah, dengan
panggilan penuh kasih sayang.
Nabi bersabda, “jangan panggil budakmu
dengan kata wahai laki2ku, perempuanku, tapi panggillah wahai pemudaku/pemudiku”
Karena panggilan seperti itu memberi
semangat.
2. yang paling benar kinerjanya.
Ukuran yang paling benar adalah mengikuti
Rasulullah.
Nabi menggaji pegawainya, sebelum kering
keringat pekerjanya.
Selama 10 tahun Anas ra berkeja kepada Nabi
tidak pernah dikatakan secara kasar.
Kasih sayang seperti ini akan memberikan
dampak yang lebih luas kepada umat manusia dalam dunia kerja.
Pertanyaan #1. Antara ikhlas dengan
pekerjaan. Terutama di bidang yang hubungannya dengan agama, misalnya guru
ngaji. Kan ada yang berkata, “itu kan berdakwah, dia mengajarkan orang beragama
Islam,” karena bila dianggap harus ikhlas, maka dari segi profesionalitas ia
diberikan gaji yang rendah..
Jawab:
Tidak ada amal perbuatan dalam hal ibadah,
kecuali itu ada niat yang namanya ikhlas. Ikhlas itu tidak sebatas menjadi guru
ngaji, tapi juga menjadi presiden dsbnya.
Karena itu adalah syarat diterimanya amal.
Jangan sektoral dalam memahami amsalah.
Jangan berkata seolah2 kalau ikhlas tidak berhubungan dg porfesionalisma. “Sudahlah
gak usah professional, kan yang penting kita ikhlas.” Tidak!
Ikhlas juga harus ihsan (profesionalisme).
Ketika kita menghadirkan yang terbaik untuk bos kita, atasan kita, itu juga
harus ikhlas karena Allah.
Jangan sampai ada dikotomi antara iklhas
dengan ihsan, karena di dalam Islam semuanya adalah kesatuan.
Sayang saja kalau kerja kita dinilai dengan
uang saja.
Tidak lah kesenangan dunia dibandingkan
dengan akhirat, itu perbandingannya hanya sedikit.
Berapa pun asset dikumpulkan dalam dunia
kita, kalau tidak berefek apa pun dengan kebaikan akhirat kita, tidak ada
maknanya.
Kalau seluruh aseet yang bernilai gunungan
milyar, tapi bila ditimbang dg timbangan akhirat, itu beratnya hanya sebesar
nyamuk.
Bukan semata2 guru ngaji saja, tapi juga
pekerjaan apa saja harus bekerja secara ikhlas.
Gaji guru TK di zaman Umar bin Khattab,
kalau diuangkan ke zaman sekarang, sekitar 13 juta se bulan.
Jadi ini ditujukan kepada para pemberi
gaji, agar ihsan dan ikhlas dalam memberi gaji. Yang lebih bagus, gaji yang
banyak dan ikhlas memberikannya, daripada gaji yang sedikit tapi tidak ikhlas.
Pertanyaan #2. Kalau kita menyimak berita
ternyata para pekerja hanya diimingi kerja di LN, tapi ternyata mereka hanya
disekap di dalam negri.
Bagaimana Islam memandang hal ini?
Jawab:
Pertama, di dalam ajaran Islam, yang
berkaitan dengan berbangsa dan bernegara, dan juga berkaitan dengan dunia
kerja, itu tidak cukup dengan iming2 dari yang mempekerjakan, tapi juga harus
ada al hisbah dalam amar maruf nahi munkar. Tugas al hisbah adalah petugas
resmi dari pemerintah yang memerintahkan orang berbuat maruf dan mencegah orang
berbuat munkar. Seperti dalam masalah pekerja ini, al hisbah memerintahkan pemberi
kerja agar memberikan gaji dengan baik, dan al hisbah juga dapat bertugas mencegah
terjadinya penyekapan terhadap pekerja, dll.
Ini sebenarnya tugas setiap muslim, tapi
akan lebih kuat lagi, bila ditunjuk pekerja khusus yang disebut al hisbah tadi
dengan UU. Karena tidak semua atasan yang sadar memberikan gaji pada waktunya,
dan juga tidak selamanya pekerja bekerja dengan baik, dengan benar.
Pertanyaan #3. Itu sebenarnya adalah fardhu
ain, tapi al hisbah harus ada payung hukumnya. Kalau ada komunitas2 yang
melakukan amar maruf nahi munkar, itu bisa tidak ya?
Jawaban:
Pada dasarnya, seluruh kerja itu
berdasarkan amal jama’i, sama2 bekerja dan bekerja sama. Jadi bukan hanya tugas
pemerintah saja, tapi juga kesadaran rakyat amar maruf nahi munkar. Kalau
berjalan sendiri2, maka dikhawatirkan adalah pelaksanaannya di lapangan. Jadi
yang lain jangan hanya berkomentar saja, atau saling menyalahkan, memvonis.
Apalagi kalau sudah masuk ke dalam media, malah dijelek2kan, karena tidak semua
media suka dengan Islam.
Jadi insan media, ulama, pemerintah, harus
menjadi satu kesatuan dalam amar maruf nahi munkar.
Pertanyaan #4. Bagaimana Islam memandang
hubungan antara pekerja
Islam juga agama keadilan.
Tidak ada tempat di dalam Islam bagi
kedzholiman
Berbuat adillah, karena adil itu dekat
kepada taqwa.”
Keadilan antara pekerja dengan yang
mempunyai usaha.
Jangan sampai yang dituntut adil hanya
pengusaha, tapi karyawannya juga harus juga adil.
Jangan sampai kita sebagai guru, hanay
sebatas dapat gaji. Murid ngantuk dibiarkan, jangan sampai seperti itu.
Jangan lah kamu berkhianat terhadap amanat2
kalian.”
2. Adil dalam hak dan tanggungjawab.
Yang dituntut untuk bertanggung jawab bukan
hanya atasannya saja, tapi juga karyawannya. Harus diperhatika hak pemilik
perusahaan agar peusahaan maju, dan juga hak karyawannya agar tetap sehat, aman
dalam pekerjaannya.
Jangan sampai sebuah perusahaan menganggap
enteng nyawa pekerjanya. Karena yang biasanya melayang nyawa dalam pekerjaan
adalah pekerjanya. Padahal sama saja, nyawa pemilik perusahaan sama mahalnya
dengan nyawa pekerjanya.
Kita harus mendahulukan kewajiban daripada
hak. Seperti iyya kana’ buduu wa iyya kanastain.
Jangan hanya terus mendemo hak, tapi tidak
meningkatkan kualitas kerjanya
3. Berlaku adil dalam mencari solusi dalam
permasalahan.
Dalam dunia pendidikan, tidak semuanya
mulus2 saja. Ada saja masalah, kenaikan harga, dsbnya.
Di antara contoh dari Negara tetangga,
ketika perusahaan itu ada sesuatu, yang diambil solusinya bukan mengusir
karyawannya, tapi dengan memotong sedikit gaji para petinggi2 sehingga para
karyawan tetap bisa bekerja.
Jadi tidak ada lagi istilah orang itu
berpihak pada pihak guru, atau orang itu berpihak pada yayasan, dsbnya. Kita
semua harus berpihak pada keadilan.
Ini adalah wata aawanu alal birri wattaqwa,
walaa ta ‘aawanu alal istmi wal ‘udwan.
Saling tolong menolong dalam berbuat kebajikan dan taqwa, bukan dalam dosa dan permusuhan.
Saling tolong menolong dalam berbuat kebajikan dan taqwa, bukan dalam dosa dan permusuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar